Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Perum Perhutani dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengembangkan pertanian tumpang sari di area hutan produksi. Sistem pertanian itu diharapkan meningkatkan produksi pangan di Indonesia tanpa merusak kelestarian hutan.
”Luas lahan pertanian di Indonesia tak cukup memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Perlu terobosan pengembangan pertanian,” kata Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Mohammad Na’iem seusai workshop Rencana Aksi Pelaksanaan Integrated Farming System di Kawasan Hutan, Jumat (16/1), di Yogyakarta.
Na’iem menjelaskan, saat ini luas lahan produksi pangan di Indonesia adalah 15,35 juta hektar. Padahal, luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan 242 juta penduduk Indonesia adalah 24,2 juta hektar. ”Ada kekurangan lahan 8,85 juta hektar. Susah dipenuhi jika tidak mengembangkan pertanian di kawasan hutan,” kata Na’iem.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh karena itu, sejak 2009, UGM mengembangkan sistem pertanian terpadu di sejumlah hutan produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikelola Perum Perhutani. Pengembangan dilakukan dengan sistem tumpang sari, yakni menanam tanaman pertanian di sela-sela pohon jati yang ditanam Perhutani. ”Saat Perhutani mulai menanam bibit jati, kami mulai menanam tanaman pertanian,” ujarnya.
Pada sistem itu sejumlah jenis tanaman pertanian ditanam bergantian. ”Saat awal hingga pohon jati berusia tiga tahun, tanaman padi bisa ditanam. Sesudah itu harus diganti tanaman empon-
empon, misalnya jahe dan kapulaga, karena padi tidak tumbuh kalau sinar matahari terhalang tajuk jati,” tutur Na’iem.
157 hektar
Tahun 2014, UGM bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perhutani mengembangkan sistem pertanian terpadu di kawasan hutan seluas 157 hektar. Itu berlokasi di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yakni Blora, Pati, dan Banyumas. Untuk tahap awal, jenis tanaman yang dikembangkan adalah padi.
”Saat uji coba, panen padi yang kami kembangkan mencapai 6,5 ton hingga 12 ton per hektar per tahun. Hasil itu cukup baik jika dibandingkan dengan hasil panen di sawah biasa,” tuturnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo siap mendukung pengembangan pertanian tumpang sari di kawasan hutan itu. Ganjar telah meminta Perum Perhutani memetakan kawasan hutan produksi di Jawa Tengah yang bisa menjadi areal pengembangan sistem pertanian itu. ”Masyarakat sekitar hutan juga diajak dalam program itu agar kesejahteraannya meningkat,” ujarnya. (HRS)
Sumber: Kompas, 17 Januari 2015