Perpindahan Penduduk Makin Temporer

- Editor

Kamis, 27 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kecenderungan penduduk yang datang ke suatu tempat untuk menetap berkurang. Perpindahan atau mobilitas penduduk kian dinamis seiring pesatnya pembangunan ekonomi dan perubahan lingkungan.

Demikian hasil studi Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia terkait pola mobilitas penduduk di Balikpapan, Batam, Yogyakarta, dan Sorong, sejak 2015.

”Ada perubahan pola mobilitas penduduk dari permanen ke temporer dari perpindahan berulang dalam waktu pendek dan tak ingin menetap,” kata peneliti senior pada Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Mita Noveria, di Jakarta, Rabu (26/12/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/RIZA FATHONI–Calon penumpang KRL komuter mengantre tiket harian di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Minggu (7/1/2018). Pengguna tiket harian berjaminan (THB) cenderung meningkat saat akhir pekan.

Indikasi itu dilihat dari pola mobilitas memakai istilah ”wira-wiri” atau pola tinggal acak di sejumlah kota dalam waktu bebas dan mobilitas fly-in fly-out atau disebut ”pulang Jumat kembali Ahad”. Perpindahan sementara itu mencakup antarpulau.

Kemajuan pembangunan bidang transportasi, termasuk perluasan rute dan frekuensi transportasi umum, seperti pesawat udara dan kereta api, mendukung mobilitas temporer. Faktor utama mobilitas itu ialah pembangunan membuka kesempatan kerja atau potensi pengembangan karier di suatu daerah.

ERIKA KURNIA UNTUK KOMPAS–Peneliti Kependudukan LIPI, Mita Noveria

Kelompok masyarakat yang paling banyak menikmati atau mengharapkan kesempatan tersebut adalah penduduk usia produktif. Berdasarkan data Survei Penduduk Antar-Sensus (Supas) 2010, penduduk usia 15-34 tahun menjadi bagian dari 63,9 persen migran risen di Indonesia. Migran risen adalah mereka yang pernah pindah tempat tinggal dalam kurun 5 tahun terakhir.

Survei di Batam pada tahun 2017 menunjukkan motivasi orang bermigrasi ke daerah tersebut 68 persen untuk mencari kerja. Sekitar 16 persen di antaranya karena untuk bekerja, sedangkan 14 persen lainnya berpindah karena mengikuti keluarga.

Pembangunan yang membuka kesempatan kerja baru menjadi alasan penduduk muda tertantang untuk mendapatkan pekerjaan di kota-kota yang baru berkembang. Kecenderungan serupa terlihat di Sorong, Papua Barat, yang kian menarik banyak pendatang, khususnya dari wilayah timur Indonesia.

”Kesempatan kerja yang baru membuat orang banyak berdatangan ke Sorong, selain karena alasan jejaring sosial atau faktor kerabat,” ujar Bayu Setiawan, anggota peneliti di Sorong, Papua.

Perubahan lingkungan
Perubahan lingkungan juga ditemukan berkontribusi terhadap kompleksitas dan dinamika mobilitas penduduk, terutama berkaitan dengan perubahan iklim yang turut mempengaruhi aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari.

Ade Latifa, peneliti LIPI lainnya, menemukan faktor lingkungan tersebut dalam studi di Lombok dan Kalimantan. Di daerah delta Sungai Mahakam di Kalimantan Timur, misalnya, kenaikan air muka laut yang merusak tambak udang mereka mendorong adanya migrasi, baik temporer maupun permanen.

“Dari kasus di Kalimantan Timur, kita melihat bagaimana satu daerah menjadi tujuan migrasi karena peluang investasi, lalu akibat eksploitasi alam berlebih dan perubahan alam membuat orang terpaksa pergi lagi,” kata Ade.

Sementara di Lombok, rusaknya lahan perkebunan akibat hama mendorong sejumlah penduduk bermigrasi keluar negeri untuk menjadi buruh migran.

Pengelolaan migrasi
Perubahan pola mobilitas penduduk di dalam negeri diharapkan diikuti dengan perencanaan pembangunan yang baik untuk mengelola migrasi. Hal ini terutama untuk mengantisipasi konflik sosial dan ancaman lingkungan yang dapat mendorong migrasi secara tiba-tiba.

”Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, pengelolaan migrasi sebenarnya sudah disebutkan dengan sangat baik. Namun, implementasinya masih belum terlihat,” ujar Novi.

Dengan implementasi kebijakan yang baik, diharapkan pembangunan tidak hanya mementingkan dampak ekonomi, tetapi juga dampak dari migrasi bagi sosial dan lingkungan. (ERIKA KURNIA)–EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 27 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 44 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB