Perkuat Konstruksi Bangunan

- Editor

Senin, 30 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gempa yang melanda Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dan menewaskan lebih dari 5.000 orang harus jadi momentum perubahan, terutama kenaikan mutu bangunan. Itu karena wilayah Yogyakarta amat aktif gempa dan tanahnya endapan aluvial yang rentan mengamplifikasi dampak guncangan.

“Subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa amat aktif. Laju penyusupan 6,7-7,0 sentimeter (cm) per tahun ini berdampak pada tingginya aktivitas gempa bumi di selatan Jawa. Jika terjadi di laut, gempa berpotensi tsunami,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, Jumat (27/5), di Jakarta.

Selain rawan gempa akibat tumbukan lempeng, Yogyakarta dan sekitarnya rawan gempa akibat aktivitas sesar aktif di daratan dengan efek merusak. Gempa di Yogyakarta pada 2006 jadi contoh gempa berpusat di darat, 15 kilometer timur Sesar Opak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam 10 tahun terakhir setelah gempa Yogyakarta, 27 Mei 2006, aktivitas gempa di Yogyakarta dan sekitar tinggi. Menurut data gempa sejak Mei 2006 sampai Maret 2016, ada 417 gempa signifikan dan dirasakan di Yogyakarta. Gempa kebanyakan akibat aktivitas sesar aktif.

Dari pola sebaran aktivitas gempa membentuk kluster arah barat daya-timur laut, aktivitas seismik itu mencerminkan pola aktivitas sesar aktif di timur Sesar Opak. “Tingginya gempa setelah 2006 menunjukkan medan tegangan segmen sesar belum seluruhnya terlepas,” ujarnya.

Gempa Yogyakarta pada 2006 merusak karena efek resonansi pada material sedimen tebal di Bantul. “Pelajarannya, kota-kota di dataran aluvial patut waspada agar lebih kuat strukturnya karena akibat amplifikasi efek guncangan gempa jadi kian besar,” ujarnya.

Mitigasi bencana
Setelah gempa 2006, BMKG mendirikan Pusat Gempa Bumi Regional VII di Sleman, Yogyakarta, untuk memantau gempa di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di kantor itu dioperasikan alat analisis gempa terbaru, seperti SeiscomP3, akselerometer, dan Sistem Penerima Peringatan (WSR). Sejak 2014, BMKG menerapkan sistem pemantauan prekursor atau tanda awal gempa di Yogyakarta.

Peneliti gempa dan tsunami Balai Pengkajian Dinamika Pantai-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, mengingatkan, sistem prediksi gempa perlu riset lanjutan. “Kita perlu fokus ke penguatan infrastruktur tahan gempa,” katanya.

Namun, ujar Guru Besar Bidang Konstruksi Bangunan Tahan Gempa Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Sarwidi, kini bangunan tak memperhatikan konstruksi tahan gempa. (AIK)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Perkuat Konstruksi Bangunan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB