Perguruan tinggi dapat menjadi pusat unggulan yang menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri di daerah tempat perguruan tinggi tersebut berada. Selain itu, perguruan tinggi harus menjadi agen pembangunan ekonomi berbasis daerah (agent of region economic development).
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Jumain Appe menyampaikan hal itu dalam acara Sosialisasi Program Pengembangan Klaster Inovasi, di Jakarta, Senin (26/3/2018).
Hadir pula di acara tersebut Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir serta perwakilan 30 provinsi se-Indonesia dari unsur sekretaris daerah provinsi, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah provinsi, perguruan tinggi, serta dunia usaha/industri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jumain menyebutkan, agenda dari sosialisasi ini adalah membahas Strategi Kebijakan Penguatan Inovasi dan Program Pengembangan Klaster Inovasi Berbasis Produk Unggulan Daerah (PUD).
Model ini merupakan upaya mendorong kolaborasi dan sinergi peran serta fungsi para aktor inovasi di daerah dalam upaya mengembangkan potensi lokal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
DOK HUMAS KEMENRISTEK DAN DIKTI–Acara Sosialisasi Program Pengembangan Klaster Inovasi, di Jakarta, Senin (26/3/2018), dihadiri Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir (kelima dari kiri).
”Pendekatan Model Klaster Inovasi dilakukan melalui peningkatan peran perguruan tinggi sebagai salah satu elemen penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang mampu menciptakan invensi dan inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah berbasis sumber daya lokal,” tutur Jumain.
Peran perguruan tinggi mengembangkan potensi ekonomi daerah salah satunya lewat Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala, salah satu penerima hibah Program Pengembangan Klaster Inovasi pada 2017. Pusat penelitian ini mengembangkan industri nilam di Aceh.
Kepala ARC Syaifullah Muhammad mengatakan, kehadiran ARC sangat penting untuk memperkuat subsistem agroindustri di Aceh, terutama nilam. Program riset yang dikembangkan ARC bersifat inklusif, artinya hasil riset terbuka dan ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan petani nilam di Aceh.
Syaifullah mengatakan, pada tahun 2017, ARC mendapatkan bantuan pendanaan riset dari Program Pengembangan Klaster Inovasi Kemenristek dan Dikti sebesar Rp 1,69 miliar untuk inovasi industri nilam di Aceh.
”Kami yakin, dengan inovasi yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, akan mengurangi tindak kriminal di Aceh, salah satunya akan mengurangi penanaman ganja,” ujar Syaifullah.
Sementara itu, Nasir mengatakan, potensi ekonomi dan inovasi yang ada di daerah merupakan hal yang penting untuk dikembangkan. Strategi pembangunan di daerah harus difokuskan pada pengembangan potensi bisnis yang berbasis pada PUD.
Berbagai macam PUD yang bisa dikembangkan antara lain komoditas pertanian, perkebunan, kehutanan, hortikultura, dan industri kreatif.
”Inovasi berangkat dari suatu riset yang dapat dikomersialkan. Potensi-potensi yang ada di daerah menjadi sangat penting. Untuk itu, saya mohon kepada semua pihak agar terus mendorong semua potensi yang ada di daerah ditingkatkan, agar bertambah nilai kemanfaatannya bagi masyarakat,” tutur Nasir.
Program ini lahir sebagai upaya untuk mencari dan memanfaatkan peluang bisnis baru di daerah.
”Kami berharap program ini dapat memacu daya saing nasional karena tingkat daya saing nasional dibentuk dan didukung oleh kemampuan daya saing daerah yang memiliki karakteristik aktivitas ekonomi, infrastruktur, sumber daya alam, kearifan lokal, serta kualitas sumber daya manusia yang beragam,” lanjut Nasir.–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 26 Maret 2018