Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan membahas substansi hukum peraturan daerah larangan iklan rokok. Pembahasan itu dilakukan atas pengaduan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia.
Asisten Deputi Koordinasi Informasi Publik dan Kehumasan Kemenko Polhukam Fathnan Harun, di Jakarta, Selasa (14/4), menyatakan, sesuai dengan kewenangan, pihaknya membahas aspek hukum peraturan daerah (perda) larangan iklan rokok dan hal tersebut baru tahap awal.
“Ada aduan Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia soal larangan iklan rokok. Pembahasan itu bagian dari kerja-kerja Kemenko Polhukam untuk melayani masyarakat. Kalau tak direspons, nanti dibilang negara tidak hadir,” kata Fathnan.
Titik berat pembahasan rapat, kemarin, pada aspek hukum. Kementerian itu mencermati keberadaan perda-perda harus harmonis dan tak boleh bertentangan dengan aturan lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk itu, pihak yang keberatan bisa mengajukan uji materi atau mendatangi Kementerian Dalam Negeri untuk meminta perda-perda yang terbit dievaluasi. Pembahasan masih dilakukan di tingkat Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam.
Dukung perda
Sejumlah pihak memberi dukungan adanya perda-perda larangan iklan rokok. Mereka tergabung dalam organisasi antara lain Koalisi Smoke Free Jakarta, Indonesian Tobacco Control Network, Tobacco Control Support Center, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan Komnas Pengendalian Tembakau.
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo mengatakan, penerbitan perda larangan merokok di kawasan tertentu merupakan upaya menjaga kesehatan anak. Jika anak terpapar atau jadi perokok, keunggulan masa depan manusia Indonesia terancam. “Saat tua, berbagai penyakit akan diderita anak itu,” ujarnya.
Menurut Prijo, menjaga anak agar tak merokok perlu dilakukan dengan membatasi iklan rokok. Sejumlah pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, Bogor, dan Padang Panjang, telah menerbitkan perda larangan reklame rokok. Karena itu, pemerintah pusat seharusnya mencontoh inisiatif beberapa daerah itu.
Kepala Bidang Advokasi dan Kemitraan Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Nana Mulyana menyatakan, baru 160 daerah atau sepertiga dari total jumlah kabupaten/kota yang punya perda kawasan dilarang merokok. Padahal, rokok adalah zat adiktif penyebab penyakit seperti kanker dan paru-paru.
Namun, perda yang ada belum sepenuhnya efektif. Contohnya, Pergub DKI Jakarta No 1/2005 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang. Menurut pemantauan, iklan rokok tampak di sejumlah ruas jalan di Jakarta, terutama spanduk dan stiker. (ONG/B05/B11)
———
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2015, di halaman 13 dengan judul “Perda Larangan Iklan Rokok Dikaji”.