Pengurangan sampah rumah tangga pada 2017 baru mencapai 2,12 persen dari target 15 persen. Pengurangan sampah ini harus menjadi gerakan bersama. Balikpapan memulainya dari satu kelurahan. Hasilnya, bisa mengurangi 70 persen sampah yang akan dibuang ke TPA sampah.
Pengelolaan sampah yang benar membuktikan tempat pengolahan akhir sampah bukanlah melulu tempat yang jorok dan bau. Menikmati kacang, ubi, dan jagung rebus bersama secangkir kopi pun tetap nikmat meski 50 meter dari lokasi kita menikmati makanan itu tumpukan bukit sampah masih jelas di balik ranting-ranting tanaman di sekelilingnya.
Pembicaraan seputar pengelolaan sampah pun terus mengalir di bawah pohon rindang yang menghalau terik pukul 14.00 di Balikpapan, Senin (12/3). Saat itu, Kompas bersama rombongan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Kota Balikpapan mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Manggar setelah mengunjungi pemilahan sampah di tingkat RT dan kelurahan, pembuatan kompos di tempat pengolahan sampah terpadu, dan Bank Sampah Kota Hijau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Dari kiri ke kanan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan Suryanto, Direktur Pengelolaan Sampah Novrizal Tahar, dan Kepala Pusat Pengelolaan Ekoregion Kalimantan Tri Bangun Laksono, Senin (12/3), berbincang di taman yang berada di dalam areal Tempat Pembuangan Akhir Sampah Manggar di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Lokasi TPA Manggar yang dibangun pada 2012 ini diklaim Pemkot Balikpapan akan menjadi satu-satunya TPA di Balikpapan. ”Tidak akan 1 sentimeter pun TPA ini bertambah luas. Tidak akan ada penambahan lahan untuk TPA,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan Suryanto, Senin (12/3).
Klaim sekaligus komitmen ini tampak mengada-ada apabila pengolahan sampah masih bersifat regular atau business as usual. Lihat saja pada zona 3 TPA Manggar ini selama 4 tahun dari proyeksi 6 tahun sudah penuh. Ini karena saat itu Balikpapan belum beranjak dari konsep lama sampah dikumpulkan, dibuang, lalu dikirim ke TPA. Sama sekali tidak ada sampah yang berkurang atau dimanfaatkan di tingkat masyarakat.
Dalam dua tahun terakhir, kota sumber energi fosil yang masih sering mati listrik ini memulai gerakan pengurangan sampah yang dimulai dari level rumah tangga.
Satu kelurahan digerakkan untuk mengurangi sampah melalui pemilahan sampah organik dan nonorganik. Sebuah cara pengelolaan sampah secara mendasar yang masih sulit dilakukan, bahkan oleh warga Jakarta sekalipun.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Ibu-ibu RT 026 di Gunung Bahagia, Balikpapan, Kalimantan Timur, sejak dua tahun ini menjalankan metode halte sampah dalam pengumpulan sampah rumah tangga setempat. Dengan model halte ini, setiap keluarga diwajibkan memilah sampah menjadi jenis anorganik dan organik untuk dikumpulkan pada hari-hari dan jam tertentu. Sampah yang telah terpilah ini kemudian disalurkan ke tempat pengolahan akhir untuk diubah menjadi pupuk (organik) dan didaur ulang (anorganik), ataupun berakhir di tempat pengolahan akhir (residu yang tak dapat digunakan lagi).
Seperti di RT 026 kelurahan Gunung Bahagia, tiap hari tertentu warga mengumpulkan sampah organik dan pada hari tertentu sampah anorganik. Pemerintah kota lalu menjemput tumpukan sampah anorganik itu untuk diteruskan ke Material Recovery Facility (MRF) Gunung Bahagia.
Instalasi ini kemudian memilahnya lagi menjadi 8 jenis, seperti plastik, kertas, dan botol, untuk dijual ke industri daur ulang. Material residu atau sampah yang tak bisa dimanfaatkan dikirim ke TPA Manggar.
Hingga kini, MRF menghasilkan uang hasil penjualan material daur ulang sebesar Rp 5 juta-Rp 7 juta per bulan.
Dari kapasitas 30 ton, MRF baru termanfaatkan separuhnya meski sudah melayani di seluruh 57 RT setempat. Ke depan, fasilitas ini akan dimanfaatkan untuk pemilahan sampah di kelurahan lain.
Namun, menjangkau ke kelurahan lain itu tak mudah. Selama dua tahun ini, bekerja di satu kelurahan saja, soal pemilahan sampah menjadi tantangan. Masih tampak sampah anorganik yang dikumpulkan warga tercampur dengan sampah organik berupa sampah dapur. Ini membuat penanganan material anorganik menjadi sulit dan mahal, bahkan sering tak ekonomis.
Sebenarnya, sampah organik harus disendirikan. Pemerintah setempat dibantu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menyediakan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Kota Hijau. Di tempat ini, petugas TPST masih mendapat tugas tambahan untuk memungut sampah-sampah plastik pengotor pada sampah organik yang dikumpulkan warga.
Setelah meminimalkan keberadaan sampah anorganik, material organik ini dimasukkan dalam 6 kontainer, lalu dimulai proses penguraian secara anaerob dalam kamar-kamar. Di situ terdapat 20 kamar sehingga setiap 20 hari, pupuk kompos setengah jadi itu dipanen dan diangin-anginkan di ruangan terbuka sebagai proses pembusukan aerob.
Di TPST Kota Hijau, hasil gas metana dari proses anaerob juga dikumpulkan dan ke depan bisa dipanen sebagai bahan bakar gas bagi warga setempat dan operasional TPST.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Sandhi (kanan), staf dari Kementerian PUPR yang bertugas di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Kota Balikpapan, Senin (12/3), menjelaskan proses instalasi yang dibangun kementeriannya kepada Direktur Pengelolaan Sampah Novrizal Tahar (kiri) dari KLHK.
Sandhi Eko Brahmono dari Kementerian PUPR yang bertugas di TPST Kota Hijau menjelaskan, dari 10 ton sampah yang disetor setiap hari ke TPST Kota HIjau, sekitar 3 ton berupa materi residu yang selanjutnya dikirim ke TPA Manggar, sejumlah 2 ton material anorganik yang bisa dimanfaatkan disetor ke bank sampah setempat, dan 5 ton berupa material organik.
Bayangkan saja apabila tidak ada pemilahan MRF dan TPST ini, seluruh sampah akan berakhir di TPA. Keberadaan TPST saja sudah mengurangi 70 persen sampah yang akan berakhir di TPA.
Apabila mau lebih baik lagi, Balikpapan juga memiliki Bank Sampah Kota Hijau yang beranggotakan 138 keluarga. Di sini, sejak dari level rumah tangga, setiap keluarga secara sadar memilah sampah anorganik dalam klasifikasi sampah yang bernilai ekonomi. Sampah, seperti kertas, kardus, karton, dan plastik minuman, disetor ke bank sampah untuk dikonversi menjadi uang tabungan yang bisa diambil kapan pun.
Adapun sampah organik, mereka manfaatkan sebagai bahan pembuatan kompos. Jadi, kata Abdul Rahman, pengelola Bank Sampah Kota Hijau, tinggal sangat sedikit sampah yang dilepas ke TPA Manggar.
ICHWAN SUSANTO–Sampah sering menjadi masalah, tetapi tidak di Kota Balikpapan, pemerintah kota itu menyadari pengelolaan sampah menjadi sesuatu yang berguna.
Pengurangan sampah di tingkat rumah tangga ini yang sedang digenjot KLHK. Karena, pengurangan sampah ini pun sekaligus mengubah perilaku masyarakat yang tak acuh akan sampah menjadi peduli dengan memilahnya dan syukur-syukur memanfaatkan sampah organik, misalnya untuk menjadi pupuk.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengakui, langkah ini tak mudah. Ia menunjukkan capaian pengurangan sampah rumah tangga pada tahun 2017 baru mencapai 2,12 persen. Angka ini jauh di bawah pekerjaan rumah yang diberikan Presiden Joko Widodo sebesar 15 persen dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
–Burung-burung beterbangan di atas Tempat Pembuangan Akhir Sampah Manggar di Balikpapan, Senin (12/3). TPA yang beroperasi sejak 2002 ini menampung lebih dari 130.000 ton sampah per tahun. Pengurangan sampah di tingkat rumah tangga menjadi kunci agar TPA tidak lekas penuh.
Perpres yang dinilai berbagai pihak sangat ambisius ini bagi Novrizal merupakan terobosan dan modalitas untuk menggerakkan seluruh masyarakat dan pemerintah daerah menurunkan dan menangani sampah.
Perpres dikatakan ambisius karena menargetkan pengurangan sampah pada tahun 2017 sebesar 9,87 juta ton. Angka ini lebih dari dua kali dari target pengurangan sampah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun sama (2017) sebesar 4.486.693 ton.
Novrizal mengakui, realisasi pengurangan sampah pada tahun 2017 baru mencapai 1.395.462 ton. Artinya, hanya 31,1 persen dari RPJMN atau 2,12 persen dari timbulan sampah 2017 sebesar 65,8 juta ton.
Di Balikpapan, beban timbulan sampah pada tahun 2018 diperkirakan 164.983 ton. Dari jumlah ini, target 120.437 ton di antaranya dapat ditangani.
Novrizal yakin pengurangan sampah ini bisa dilakukan masif apabila menjadi gerakan dan pekerjaan rumah bersama. Contoh kecil yang dilihatnya di satu kelurahan di Balikpapan menunjukkan pengurangan sampah dan pengelolaan sampah itu bisa dilakukan. Apabila Balikpapan bisa melakukannya, kota-kota lain pun bisa berkreasi untuk mengurangi timbulan sampahnya.–ICHWAN SUSANTO DAN LUKAS ADI PRASETYO
Sumber: Kompas, 25 Maret 2018