Kerja sama Pemerintah Kota Denpasar dengan Caritas Switzerland dalam membangun pengolahan limbah minyak goreng menjadi biodiesel sejak Februari 2013, dengan Yayasan Lengis Hijau sebagai pengelolanya, belum mencapai target. Targetnya menghasilkan 1.000 liter biodiesel per hari.
Hal itu terkendala kesulitan meyakinkan perusahaan dan masyarakat untuk memahami bahaya membuang secara sembarangan limbah minyak goreng. Pengelola mencatat, dari 118.893 liter minyak goreng bekas yang dikumpulkan dari 114 perusahaan hotel dan restoran, baru dihasilkan 100. 000 liter per tahun.
”Kami masih terus mengharapkan kesadaran hotel dan restoran hingga kaki lima yang jumlahnya ratusan di Bali agar mau mengumpulkan. Ini masih tantangan buat kami,” kata Liaison Officer Yayasan Lengis Hijau Putri Wilda Kirana di Denpasar, Jumat (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan, kendala lainnya adalah persoalan melawan pengepul minyak goreng yang membeli limbah tersebut dengan harga mahal, Rp 4.000 per liter. Sementara Yayasan Lengis Hijau membeli dengan harga Rp 2.000 per liter.
Sementara itu, Kamis lalu, Pemerintah Kota Denpasar memberikan sertifikat penghargaan kepada 114 perusahaan hotel dan restoran yang bersedia mengumpulkan limbah minyak goreng. Pemkot berharap penghargaan tersebut bisa menyadarkan, khususnya, kalangan perusahaan.
I Wayan Tamiarta, Assistant General Manager Santrian, mengatakan, pihaknya langsung menyanggupi berpartisipasi memberikan limbah minyak itu kepada Lengis Hijau. ”Kami ingin turut dalam program hijau. Kami ingin hotel Santrian menjadi hotel hijau,” kata dia.
Berdasarkan perkiraan Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar, rata-rata konsumsi minyak goreng setiap keluarga di Bali 2-4 liter per hari. Itu merupakan potensi pengumpulan limbah minyak goreng dan ditambah perkiraan 2.500 liter limbah per hari dari kalangan pariwisata. (AYS)
Sumber:Kompas, 19 April 2014