Penghitungan Karbon; Indonesia Miliki Sistem MRV

- Editor

Senin, 30 Maret 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Jumat (27/3), mengatakan, Indonesia telah memiliki Sistem Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi sebagai alat baku pengukuran program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan/lahan atau REDD+. Acuan itu dinamakan Sistem Penghitungan Karbon Nasional Indonesia atau INCAS.
“Tentu ini (INCAS) kami firm (sebagai Sistem Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi/MRV). Saya tanya ke Balitbang apa punya nyali untuk mengakui karya sendiri meski masih sebatas estimasi?” kata Siti seusai peluncuran buku Metode Standar untuk Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Kehutanan di Indonesia (Versi 1) dan buku Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca Tahunan dari Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah. Buku itu disusun peneliti Pusat Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Balitbang KLHK.

Sistem MRV merupakan mandat Konferensi Perubahan Iklim Global (UNFCCC). Hal itu bertujuan agar setiap pengukuran serapan dan pelepasan emisi di setiap negara dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Selain itu, dalam kerja sama nota kesepakatan Indonesia-Norwegia pada 2010, sistem MRV akan dijalankan lembaga independen. Terkait lembaga itu, Siti mengatakan, akan dibahas lebih lanjut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Indonesia punya Komite Akreditasi Nasional. Nanti juga ada Dirjen (Pengendalian Perubahan Iklim) dan dewan direktur yang berjalan. Agenda-agenda ini harus diperkirakan dan diselesaikan,” katanya.

Ia berharap sejumlah pekerjaan rumah itu bisa sesegera mungkin diselesaikan sebelum Oktober 2015 untuk menyongsong UNFCCC Paris 2015. Selain itu, dia juga mendorong agar peneliti Litbang KLHK menyelesaikan pendugaan emisi GRK di 11 provinsi lain (selain Kalimantan Tengah yang sudah dilakukan) untuk memperkuat argumen ilmiah delegasi Indonesia di UNFCCC.

Kepala Balitbang KLHK San Afri Awang mengatakan, INCAS diadopsi dari metode serupa di Australia yang telah diakui internasional. Adopsi dilakukan pada variabel jenis hutan yang variatif di Indonesia. Uji coba INCAS di Kalimantan Tengah dengan menganalisis data dan citra satelit 2000-2012 menunjukkan, pelepasan emisi GRK terbesar terjadi tahun 2006 sebesar 195 juta ton CO2-e dan terendah tahun 2010 sebesar 74 juta ton CO2-e.

Peneliti biometrik hutan yang memimpin penyusunan INCAS, Haruni Krisnawati, mengatakan, setiap tahun dapat terukur emisi dari gangguan hutan dan gambut. Gangguan itu antara lain deforestasi, degradasi, pengelolaan hutan lestari (logging), dan rehabilitasi lahan.

Ia mengatakan, sistem INCAS bersifat fleksibel dan bisa dikembangkan untuk memperkirakan emisi di luar kawasan hutan (misalnya lahan pertanian).

Haruni yakin, INCAS akan dapat diterima Forum Pakar Perubahan Iklim. “Dibandingkan negara lain yang sedang berkembang, kita paling maju. Dalam berbagai pertemuan, kami sering jadi narasumber, bukan partisipan,” katanya.

Dijelaskan, INCAS merupakan sistem yang dirancang untuk mendukung MRV GRK nasional yang konsisten dari sektor berbasis lahan, termasuk untuk memenuhi persyaratan MRV kegiatan REDD+ dan pelaporan internasional ke UNFCCC. INCAS juga diklaim menjadi platform bersama (national platform) untuk perhitungan dan pelaporan emisi GRK sektor berbasis lahan. (ICH)
—————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Maret 2015, di halaman 13 dengan judul “Indonesia Miliki Sistem MRV”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB