Sejak 1999, 47 Tokoh Dapat Habibie Award
Yayasan Sumber Daya Manusia-Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memberikan Penghargaan BJ Habibie Periode XVI Tahun 2014 kepada tiga peneliti dan seorang seniman. Ferry Iskandar, Ahmad Agus Setiawan, Salim Said, dan Norbertus Riantiarno dinilai sosok yang karyanya berkontribusi penting bagi bangsa dan negara.
”Kami sangat bangga dapat memberikan penghargaan ini. Penghargaan ini bagi pihak yang dinilai sangat aktif dan berjasa besar dalam menemukan serta mengembangkan berbagai kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Wardiman Djojonegoro, Ketua Dewan Pengurus Yayasan Sumber Daya Manusia-Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (SDM-Iptek), Kamis (13/11).
Pemberian Penghargaan BJ Habibie (BJ Habibie Award) yang dilakukan dalam seremoni di Ruang Perpustakaan Habibie dan Ainun, Patra Kuningan, Jakarta, itu dihadiri mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, sejumlah tokoh, dan ilmuwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ilmu kebudayaan
Ditemui seusai acara, Riantiarno yang memperoleh Penghargaan Bidang Ilmu Kebudayaan menyatakan syukurnya karena masih ada pihak memperhatikan karya seniman teater. ”Sekarang ini pemerintah tak peduli teater. Dalam ketidakpedulian itu, saya tetap berjalan,” kata pendiri Teater Koma 37 tahun lalu itu.
Pada pidato penerimaan anugerah, ”Seni Melawan Lupa”, Riantiarno mengatakan, teater merupakan ”gerak kreatif” yang membuat seseorang lebih lengkap dan bermakna sebagai manusia. Sayangnya, keberadaan seni yang penuh pesan moral hingga mengingatkan sejarah itu cenderung dianggap sepi.
Ilmu rekayasa dan dasar
Akademisi UGM, Ahmad Agus Setiawan, yang memperoleh Penghargaan Bidang Ilmu Rekayasa, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia wajib didukung pemenuhan energi, termasuk listrik. Selama ini energi listrik bersumber dari fosil, seperti batubara dan minyak yang masih mendominasi.
Selain menimbulkan masalah lingkungan, ketergantungan pada bahan bakar fosil pun menguras energi bangsa pada isu politis, subsidi BBM. Kini, Indonesia merupakan negara pengimpor minyak.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah memanfaatkan teknologi tepat guna dalam memanfaatkan energi terbarukan, terutama bagi daerah dan pulau-pulau terpencil. Keunikan setiap daerah akan sumber energi terbarukan perlu digali dan melibatkan masyarakat.
”Kunci peran itu memastikan kemampuan akuisisi, kemampuan masyarakat lokal terhadap
teknologi energi terbarukan, serta penyediaan simpul pendukung teknologi, terutama pasca instalasi sistem dalam hal operasional dan perawatan,” kata pakar teknologi sistem energi hibrid itu.
Sementara itu, Lektor Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung Ferry Iskandar yang menerima Penghargaan Bidang Ilmu Dasar mengatakan, Indonesia yang memiliki sumber daya bahan tambang mineral masih minim teknologi pendukung dan pengolahan. Tak heran hingga 2013, sebagian besar material tambang itu diekspor sebagai barang mentah.
Padahal, kajiannya dalam teknologi nano, suatu materi bisa direkayasa untuk meningkatkan performanya. ”Dengan memberikan suatu proses pembuatan yang unik, kita bisa mendapatkan material yang unik,” katanya.
Beberapa material serbuk dengan morfologi unik dibuat berbentuk bulat, berpori, hollow, komposit, partikel berambut, serat, dan lainnya. Beberapa hasil penelitian dikenalkan pada Editorial Jurnal Science.
Ilmu sosial-politik
Selanjutnya, Penghargaan Bidang Ilmu Sosial dan Politik diberikan kepada Salim Said, dosen Universitas Pertahanan Indonesia. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Ceko itu berhalangan hadir dan diwakili Ibu Farida Djoko.
Salim Said, peneliti awal militer Indonesia terlibat politik, mengatakan, militer atau tentara Indonesia diciptakan oleh pemuda, bukan pemerintah atau kolonial.
Keempat penerima Habibie Award itu menerima medali, sertifikat, dan uang sebesar 25.000 dollar Amerika Serikat. Pemberian Penghargaan BJ Habibie (Habibie Award) dilakukan sejak 1999.
Sejak itu, yayasan memberikan Habibie Award kepada 47 tokoh dan beasiswa S-3 kepada 87 penerima melalui proses seleksi. Pada 2002 tak dilakukan penganugerahan karena tak ada calon yang memenuhi kriteria. (ICH)
Sumber: Kompas, 14 November 2014