Tenaga hidro menjadi pilihan utama pengembangan tenaga listrik dari energi baru terbarukan di Indonesia. Pengembangan hidro untuk tenaga listrik harus dipertegas dengan kebijakan yang pelaksanaannya harus konsisten. Adapun nuklir menjadi alternatif terakhir untuk tenaga listrik.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan itu saat berbicara sebagai pembicara kunci dalam seminar “Menentukan Arah Kebijakan Energi Indonesia”, Selasa (14/4), di Jakarta. Narasumber yang hadir antara lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, anggota Dewan Energi Nasional Tumiran, serta Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional J Rizal Primana.
Menurut Kalla, ada tiga syarat pemilihan sumber energi dalam program diversifikasi energi di Indonesia. Ketiga syarat itu adalah harganya murah, bersih dan ramah lingkungan, serta memiliki keterjangkauan tinggi. Energi hidro memenuhi ketiga syarat tersebut.
“Dari sekian pilihan energi baru terbarukan, hidro punya potensi paling besar di Indonesia, yaitu sekitar 75.000 megawatt. Setelah hidro, pilihan berikutnya adalah panas bumi. Hanya saja, pengembangan panas bumi memerlukan investasi yang mahal,” kata Kalla.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalla menambahkan, agar pengembangan tenaga hidro sebagai sumber tenaga listrik dapat berjalan baik perlu didukung kebijakan pemerintah dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh dan konsisten.
Sudirman Said mengatakan, ada paradoks dalam kebijakan energi di Indonesia beberapa tahun terakhir. Paradoks itu adalah pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) selama 10 tahun terakhir yang mencapai Rp 2.600 triliun. Di sisi lain, anggaran pengembangan energi baru terbarukan terbilang sangat kecil.
“Kita rela membelanjakan banyak sekali uang untuk sesuatu yang pasti akan habis, yaitu subsidi BBM yang berasal dari energi fosil dan tak terbarukan. Lalu, kenapa kita begitu berat berinvestasi untuk energi baru dan terbarukan? Ini, kan, paradoks,” kata Sudirman.
Sudirman melanjutkan, di masa kepemimpinannya sebagai Menteri ESDM, pengembangan energi baru dan terbarukan akan menjadi fokus utama. Bahkan, ia menyatakan akan menambah anggaran sekitar Rp 5 triliun dalam APBN Perubahan 2015 di Kementerian ESDM, yang akan difokuskan untuk pengembangan energi baru terbarukan.
Dalam kebijakan energi nasional, menurut Tumiran, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional mengatur peran energi baru terbarukan pada 2025 sedikitnya 25 persen dalam bauran energi nasional. Porsi itu meningkat pada 2050 menjadi sedikitnya 31 persen.
Tenaga nuklir
Perihal wacana tenaga nuklir untuk pembangkit listrik, menurut Kalla, pemanfaatan nuklir menjadi alternatif terakhir. Sumber energi untuk listrik sebaiknya disesuaikan dengan sumber daya yang ada di setiap daerah di Indonesia. Nuklir untuk listrik di Indonesia kerap diwarnai penolakan masyarakat.
“Di Indonesia, soal nuklir terbelah-belah sikapnya, terutama saat menyangkut soal keamanan. Di Jawa, yang sangat padat penduduknya, nuklir menjadi alternatif terakhir. Di Jepang saja yang sudah menerapkan standar teknologi tinggi dan keamanan yang ketat bermasalah juga. Apalagi jika diterapkan di Indonesia,” kata Kalla. (APO)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2015, di halaman 18 dengan judul “Pengembangan Hidro Jadi Pilihan Utama”.