Kebiasaan meneliti sekadar untuk syarat kenaikan jabatan tidak boleh lagi terjadi. Hasil penelitian sebaiknya diimplementasikan secara nyata demi kesejahteraan masyarakat serta kemajuan bangsa dan dunia.
Hasil penelitian dosen di perguruan tinggi atau peneliti di lembaga penelitian diharapkan tidak sekadar berhenti pada publikasi ilmiah demi mengejar kenaikan jabatan. Tantangan terbesarnya, hasil penelitian itu harus mampu berkontribusi menjadi solusi bagi beragam masalah yang terjadi saat ini.
Hal itu menjadi benang merah dalam Forum Tematik Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) di Jakarta, Kamis (2/8/2018). Digelar untuk yang kedua kali, tema yang diambil tahun ini adalah ”Kebijakan dan Program Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti) Mendukung Penguatan Riset dan Inovasi”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemristek dan Dikti Muhammad Dimyati mengatakan, dari hasil evaluasi kinerja penelitian perguruan tinggi, baru 25 perguruan tinggi yang masuk kelompok mandiri. Dalam kelompok ini, penelitiannya sudah bereputasi internasional serta dapat dihilirisasi sehingga mampu mendatangkan pendapatan.
”Selain itu, ada juga yang masuk kelompok utama dan madya. Total sekitar 200 perguruan tinggi. Namun, sebagian besar masih masuk kategori binaan. Padahal, Indonesia ada lebih dari 4.500 perguruan tinggi,” kata Dimyati.
Menurut Dimyati, dari penilaian kinerja penelitian di perguruan tinggi, ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi. Salah satunya menghasilkan riset yang mampu memberikan pendapatan.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Forum Badan Koordinasi Humas pemerintah yang kedua mendiskusikan kebijakan dan progran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mendukung penguatan riset dan inovasi. Forum ini dihadiri humas dari kementeraian, lembaga, dan badan usaha milik negara.
”Kalau untuk jumlah publikasi, ada peningkatan. Namun, untuk kontribusi pendapatan, masih rendah. Karena itu, butuh reformasi guna mendukung iklim penelitian yang baik, termasuk mendorong peningkatan paten,” kata Dimyati.
Terkait dengan peningkatan jumlah paten, ujar Dimyati, pemerintah mendukungnya dengan membebaskan biaya paten hingga lima tahun pertama. Selain itu, para peneliti pun bisa mendapatkan royalti dari paten mereka.
”Pengurusan paten sempat lesu karena para peneliti merasa tidak mendapat manfaat. Sekarang, peneliti yang mematenkan karyanya meningkat, dari sekitar 2.700 orang menjadi sekitar 4.300 orang,” ujar Dimyati.
Menurut Dimyati, peluang menuju pencapaian penelitian yang baik terus tumbuh. Semangat meneliti sudah merambah ke kampus kecil. Selain itu, para rektor berlomba memberikan insentif kepada peneliti untuk publikasi hasil penelitiannya.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemristekdikti Muhammad Dimyati.
Sekretaris Jenderal Kemristek dan Dikti Ainun Na’im mengatakan, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi harus terus dipacu. Alasannya, hal itu penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto mengatakan, lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) seharusnya menghasilkan prototipe yang dapat dimanfaatkan atau dihilirisasi.
”Jangan sekadar publikasi ilmiah demi naik pangkat. Sekarang banyak yang mengejar target untuk bisa masuk Scopus. Riset yang dilakukan harus yang bermanfaat,” ujarnya.
Menurut Henri, di era Revolusi Industri 4.0, dunia riset pun mengalami disrupsi. Untuk meminimalkan hal itu, riset dapat dilakukan dengan memanfaatkan big data (mahadata) yang ditambah dengan kecerdasan buatan. Perilaku manusia
pun bisa dikaji para peneliti lewat banyak aspek.
Forum Bakohumas sebagai ujung tombak komunikasi pemerintah, ujar Henri, sangat penting. Forum ini harus bersinergi untuk mengomunikasikan perkembangan litbang di Indonesia. Para humas dari berbagai kementerian/lembaga saling bertukar informasi dan bekerja sama untuk menunjukkan komitmen pemerintah dalam memajukan dunia riset dan ilmu pengetahuan di Indonesia.-ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 3 Agustus 2018