Penelitian Nuri Talaud Berlanjut

- Editor

Rabu, 24 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keberadaan burung nuri talaud di Sulawesi Utara menarik perhatian peneliti. Peneliti asal Inggris mengaitkan penelitian dengan kehidupan warga kepulauan.

Peneliti Joseph Kelly asal Inggris dari Universitas Gottingen, Jerman, di Manado, Senin (22/2), mengatakan, kehidupan burung nuri di sejumlah pulau di Kepulauan Sangihe Besar hingga Pulau Marampit di Kabupaten Talaud masuk kawasan penting burung di dunia. Beberapa pulau yang jadi target penelitian adalah Biaro, Siau, Para, Karakelang, Sangihe Besar, dan Miangas.

Penelitian nuri talaud untuk identifikasi keanekaragaman hayati Talaud. “Kami butuh delapan bulan untuk masuk ke hutan di sejumlah pulau,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Nuri talaud merupakan satwa endemik Sulawesi. Di kalangan peneliti burung internasional, nuri talaud dikenal dengan sebutan red-and-blue lory karena dominasi bulu merah dan biru.

nuri1-Foto-3-dari-Rychter-KompakJohn Tasirin dari Wildlife Conservation Society (WCS) Sulawesi Utara mengatakan, keberadaan burung nuri talaud sepi dari penelitian selama beberapa tahun. Setidaknya, terdapat tiga subspesies burung nuri talaud, masing-masing tersebar di Pulau Miangas, Pulau Karakelang, Salibabu dan Kabaruan, serta Pulau Sangihe, Siau, dan Ruang.

Secara geografis, pulau-pulau tersebut berada di bagian utara Provinsi Sulawesi Utara, terpisah laut dari daratan utama. Pulau Miangas merupakan salah satu pulau terdepan yang berbatasan dengan Filipina.

Menurut Tasirin, publikasi tentang nuri talaud lebih banyak berdasar keindahan warna dan keunikan. Masyarakat lokal mengenal sebagai burung sampiri.

Keberadaan burung itu di antaranya turut menebarkan biji yang penting bagi tutupan vegetasi daratan kepulauan. Habitatnya, antara lain, di daerah hutan primer, hutan perbukitan, dan kebun kelapa hingga ketinggian 500 meter. Biasanya berkeliaran berpasangan atau dalam sebuah kelompok kecil dan tidur di pohon dalam kelompok besar.

Hingga kini, masih banyak hal yang belum diketahui lebih detail tentang nuri talaud. Salah satu ancaman terbesar adalah perburuan liar. (ZAL)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2016, di halaman 14 dengan judul “Penelitian Nuri Talaud Berlanjut”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 19 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB