Hambatan terkait bea masuk alat penelitian hibah dari luar negeri diperkirakan akibat peneliti kurang memahami aturan yang ada. Perguruan tinggi maupun lembaga penelitian perlu membantu pembayaran bea masuk sehingga alat penelitian bisa digunakan.
”Banyak prosedur pemasukan alat penelitian hibah tak dipahami peneliti,” kata Deputi Bidang Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi yang juga Guru Besar Fisika Institut Teknologi Bandung Freddy P Zen saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (19/4).
Kesulitan memasukkan alat penelitian hibah umumnya terjadi pada alat yang proses hibahnya dilakukan secara perseorangan, bukan antarlembaga, atau dibawa langsung peneliti. Para peneliti seharusnya melengkapi dokumen hibah peralatan, baik dari lembaga, individu pemberi, maupun lembaga penerima di Indonesia secara jelas, termasuk dokumen yang meminta pengurangan atau pembebasan bea masuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Asal dokumen jelas dan lengkap tidak ada masalah memasukkan alat penelitian hibah dari luar negeri,” kata Sekretaris Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Djusman Sajuti.
Freddy menyarankan, perguruan tinggi dan lembaga penelitian menyosialisasikan prosedur pemasukan alat hibah bagi para peneliti secara gencar. Peneliti perlu memahami bahwa pemasukan alat penelitian meski tujuannya untuk kepentingan nonkomersial juga akan dikenai bea masuk. Karena itu, saat mengajukan pembelian atau hibah peralatan perlu diperhitungkan anggaran untuk bea masuk.
Di sisi lain, bea masuk alat penelitian dinilai terlalu tinggi karena alat penelitian diperlakukan sama dengan barang lain. Bahkan, jika harga alat penelitian mahal, akan dikategorikan sebagai barang mewah.
Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Suryo Hapsoro Tri Utomo mengatakan, masih belum ada kesamaan antarlembaga untuk mengategorikan bea masuk alat-alat penelitian.
Menurut Hapsoro, peneliti atau perguruan tinggi yang ingin meminta kebijakan khusus terkait bea masuk alat penelitian bisa meminta surat pengantar dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Melalui Direktur Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat atau Direktur Kelembagaan dan Kerja sama, Kemdiknas akan memberikan pertimbangan mengapa alat-alat penelitian itu dibutuhkan sehingga perlu mendapat pembebasan atau pengurangan bea masuk.
Ketidaksamaan persepsi dalam pengenaan bea alat-alat penelitian, menurut Freddy, menjadi salah satu persoalan yang menghambat pengembangan sistem inovasi nasional. Namun, Kementerian Riset dan Teknologi, Kemdiknas, Komite Inovasi Nasional, dan Kementerian Keuangan (Kemkeu) hingga kini belum membahas persoalan ini secara bersama.
Bebaskan bea masuk
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemkeu akhirnya membebaskan bea masuk bantuan hibah kotak spesimen serangga asal Australia ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Selama ini alat penelitian tertahan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
”Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Senin (18/4), sudah diklarifikasi. Tampaknya ada perbedaan persepsi mengenai pemanfaatan kotak spesimen serangga,” kata Ketua Perhimpunan Pengendalian Hama Prof Yohanes Andi Trisyono, Selasa (19/4) di Yogyakarta.
Menurut Andi, dalam pertemuan dengan Inspektorat Jenderal Kemkeu, pihaknya mengomunikasikan fungsi dan kegunaan alat-alat itu. Diharapkan kotak spesimen segera bisa diambil dari bandara. (ELN/MZW/ABK)
Sumber: Kompas, 20 April 2011