Pendidikan tinggi jalur profesional dan vokasi kian mendapat perhatian dan menjadi pilihan dalam melanjutkan pendidikan. Masyarakat semakin menyadari bahwa dunia kerja membutuhkan tenaga-tenaga kerja terampil, bukan sekadar bergelar sarjana.
Minat tinggi terhadap pendidikan vokasi antara lain diungkapkan sejumlah pengelola pendidikan vokasi yang menjadi peserta Pekan Pendidikan Tinggi Jakarta VIII, Senin (2/2). Ryan Satriana, pegawai bidang hukum sekaligus perwakilan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (SVUGM) dalam pameran mengatakan, ada 26 program studi, mulai bahasa hingga teknik, di SVUGM. Setiap tahun kuota dibuka hanya untuk 2.500 mahasiswa baru. Namun, jumlah pelamar berkali lipat, yaitu 7.000 orang pada 2012, 12.000 orang (2013), dan 17.000 orang (2014).
Hal sama terjadi di Politeknik Caltex Riau. Setiap tahun, ada 2.000 pelamar, sementara daya tampung hanya 520 mahasiswa. ”Semakin banyak orang menyadari, vokasi bukan pendidikan kelas dua. Ini pendidikan yang berbeda dari S-1,” ujar Dewi Hajar, dosen Sistem Informatika Politeknik Caltex.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pendidikan profesional dan vokasi mengemas pendidikan dengan target peserta dapat segera bekerja. Contohnya, Center for Computing and Information Technology (CCIT) di bawah Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) dan bekerja sama dengan National Indian Information Technology.
”Umumnya, perusahaan menginginkan pelamar dengan pengalaman kerja,” kata Bayu Nurul Fajar, perwakilan bagian pemasaran CCIT UI.
Untuk itu, Bayu menuturkan, program CCIT tidak mencakupkan mata kuliah dasar umum, seperti Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, dan Matematika, ke dalam kurikulum. Waktu kuliah pun relatif singkat dibandingkan dengan perguruan tinggi lain, yaitu dua tahun.
Sekitar 90 persen kegiatan perkuliahan berupa praktik. ”Targetnya, menciptakan tenaga kerja siap pakai. Tapi, kalau mereka mau melanjutkan kuliah ke strata 1, bisa langsung memulai dari semester lima,” ujar Bayu.
Prioritas
Dalam kesempatan itu, Direktur Pembelajaran Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ila Sahila mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan pendidikan vokasi di Indonesia. Saat ini, jumlah program studi vokasi di perguruan tinggi di Indonesia hanya sekitar 20 persen. ”Pendidikan vokasi penting agar Indonesia memiliki tenaga-tenaga terampil. Tahun 2030, ditargetkan telah ada 113 juta tenaga terampil,” ujarnya.
Peran orangtua juga dibutuhkan dalam meningkatkan pendidikan vokasi. ”Orangtua (siswa) perlu mendukung anak-anaknya yang berminat kuliah di pendidikan vokasi,” kata Ila.
Desy, siswa kelas III SMA 111 Jakarta, berharap dukungan orangtuanya untuk dapat berkuliah di sekolah keperawatan. “Orangtua memang meminta (kuliah) S-1. Tapi, saya minat di keperawatan. Semoga orangtua ngerti,” katanya. (DNE/B05)
Sumber: Kompas, 3 Februari 2015
Posted from WordPress for Android