Pencemaran plastik mikro yang meluas di perairan Indonesia bermula dari pengelolaan sampah buruk di daratan. Karena itu, sumber pencemar harus dibenahi. Pembatasan pemakaian kantong plastik salah satunya.
“Mikro plastik di laut sulit dibersihkan. Kami meneliti penyerapan plastik mikro oleh lamun di laut hasilnya belum memuaskan,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Akbar Tahir saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (11/6).
“Pencemaran plastik mikro jadi masalah global. Indonesia berpotensi jadi pencemar utama plastik ke laut karena pesisir kian padat dan perilaku buang sampah sembarangan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penguraian sampah plastik jadi mikro lebih mudah di darat. Plastik terurai ultraviolet B dan suhu tinggi. “Di air, penguraian lambat. Riset saya, jika plastik mengapung di kolom air sedalam 2-3 meter dari permukaan, hampir tak ada penguraian,” ujarnya.
Nani Hendarti, Asisten Deputi Pendayagunaan Iptek Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman, menyatakan, sampah plastik harus diatasi dari hulu sampai hilir. Sejak 2016, pihaknya menyusun Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Plastik di Lautan.
Penanganan sampah di laut harus dimulai di darat dan melibatkan semua pihak. Selain diet plastik, perlu pengelolaan sampah dan perubahan perilaku agar tak buang sampah ke sungai yang akhirnya menuju laut,” ujarnya.
Dari 15 kota diteliti, ada enam kota yang sampahnya di sungai terparah, yakni Medan, Batam, Makassar, Labuan Bajo, Pontianak, dan Balikpapan. (AIK)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Juni 2017, di halaman 13 dengan judul “Pencemaran Bermula dari Daratan”.