Upaya mempromosikan dan menanggulangi berkembangnya kanker di Indonesia sudah dilakukan lebih dari 50 tahun. Namun, hingga kini, pola pikir masyarakat untuk mencegah dan memilih terapi kanker belum banyak berubah.
Catatan Kompas menunjukkan, upaya membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya kanker dilakukan sejak 1965 melalui penerbitan prangko amal seri “Pemberantasan Kanker” pada 17 Juli 1965.
Kenyataannya, pengetahuan warga tentang kanker masih rendah. Ketakutan menghadapi kenyataan menderita kanker membuat banyak orang yang berisiko enggan memeriksakan diri atau melakukan deteksi dini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Banyak warga masih menganggap kanker sebagai penyakit guna-guna atau kutukan,” kata Elisna Syahruddin, anggota Bidang Penelitian dan Registrasi Yayasan Kanker Indonesia (YKI), saat mengunjungi Kantor Redaksi Kompas, Jakarta, Rabu (20/1).
Padahal, lanjut Ketua Umum YKI Sylvia Harry Purnomo, kanker bisa dicegah dan risikonya diminimalkan lewat gaya hidup sehat, seperti banyak beraktivitas fisik, tidak merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol, serta menghindari stres.
Rendahnya pengetahuan masyarakat membuat jumlah pasien kanker di Indonesia terus naik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Globocan 2012 memperkirakan 300.000 kasus baru kanker dan 195.000 kematian akibat kanker. Kanker yang banyak diderita pria ialah kanker paru dan usus besar, sedangkan pada perempuan adalah kanker payudara dan leher rahim.
Pengobatan alternatif
Selain itu, saat dokter menyatakan pasien terkena kanker, banyak yang memilih mencari pengobatan alternatif yang menawarkan janji selangit tanpa bukti ilmiah kuat. Saat tak sembuh dan kanker berkembang ke stadium lanjut, mereka baru pergi ke dokter.
“Belum ada bukti bahwa herbal bisa menyembuhkan kanker,” kata Ketua Bidang Umum YKI Retno Damayanti Rachmat Gobel. Herbal bisa membantu mencegah kanker atau menguatkan daya tahan tubuh pasien, tetapi bukan menyembuhkan.
Keterlambatan pengobatan kanker membuat penanganannya kian sulit dan biaya terapi makin besar. Pada 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan menanggung pengobatan 56.033 kasus kanker yang jadi jumlah kasus penyakit katastropik terbanyak kelima. Namun, pembiayaannya Rp 313,09 miliar atau urutan ketiga terbesar setelah stroke dan diabetes.
Secara terpisah, Ketua Dewan Penasihat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Sumarjati Arjoso mengakui, membangun perilaku hidup sehat di masyarakat tak mudah. Penyuluhan ke warga dan pengembangan upaya kesehatan harus terus dilakukan, tak hanya berorientasi proyek.
“Jika pencegahan melalui perilaku hidup sehat tak segera dilakukan, beban biaya akibat kanker terus membengkak dan membebani negara,” ujarnya.
Namun, upaya membangun budaya hidup sehat itu harus komprehensif. Jika rokok dan makanan-minuman tak sehat masih bebas diiklankan, sulit mendorong masyarakat bergaya hidup sehat. Karena itu, pemerintah seharusnya mengutamakan kesehatan warga jangka panjang. Investasi perusahaan di sektor yang merugikan kesehatan masyarakat, seperti industri rokok, harus dibatasi. (MZW)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “Paradigma Masyarakat Belum Berubah”.