Riset dan rekayasa teknologi penambangan luar angkasa makin berkembang. Tanpa antisipasi mulai dari sekarang, saat era penambangan antariksa berlangsung, wilayah Tata Surya diprediksi akan mengalami kerusakan sama seperti Bumi akibat penambangan yang tak terkendali.
Saat ini, berbagai badan antariksa maupun perusahaan swasta sedang gencar meneliti proses penambangan di luar angkasa, khususnya penambangan triliunan ton besi yang ada di asteroid maupun penambangan air di Bulan.
NASA–Asteroid Bennu dan sejumlah asteroid lain yang ada di sekitar Bumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika era penambangan antariksa itu di mulai, maka proses penambangan itu diyakini akan terus berkembang hingga menyasar berbagai obyek yang ada di Tata Surya. Karena itu, pengaturan penambangan luar angkasa harus dilakukan dari sekarang sebelum dampak kerusakan Tata Surya benar-benar terjadi.
Prediksi kerusakan Tata Surya itu dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi antariksa berlangsung eksponensial sama seperti pertumbuhan ekonomi di Bumi saat revolusi industri dimulai dua abad silam.
Sebuah survei di tahun 1994 menunjukkan, produksi besi dunia pada awal revolusi industri atau sekitar tahun 1800-an mencapai 450.000 ton. Namun pada 1994, produksi besi mencapai 453 juta ton. Kenaikan produksi besi global 1.000 kali lipat itu setara dengan pertumbuhan peningkatan permintaan besi sebanyak 20 kali lipat per tahunnya.
Data Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) pun mendukung hal itu. Produksi besi dunia pada 1994 mencapai 900 juta ton. Hanya dalam waktu 22 tahun atau pada tahun 2016, produksi besi naik menjadi 2 miliar ton.
Jika pertumbuhan ekonomi antariksa yang bersifat eksponensial itu benar-benar terjadi, maka berbagai sumber daya Tata Surya, seperti air, besi dan sejumlah mineral lain, diperkirakan akan habis hanya dalam waktu 500 tahun. Setelah itu, Tata Surya akan menjadi seperti ‘gurun’ Bumi yang gersang dan tak punya sumber daya.
Perkiraan habisnya sumber daya mineral Tata Surya hanya dalam 500 tahun itu diperoleh dari studi Martin Elvis dan Tony Milligan yang dipublikasikan di jurnal Acta Astronautica, 16 April 2019.
“Hanya kurang dari satu milenium, manusia bisa mengeksploitasi Tata Surya dari ujung ke ujung,” tulis Elvis dan Milligan seperti dikutip Livescience, Selasa (14/5/2019).
JAXA/AKIHIRO IKESHITA–Gambar rekaan saat wahana Hayabusa2 milik Jepang mendarat dan melakukan eksplorasi di permukaan asteroid Ryugu (1999 JU3).
Seperdelapan
Untuk menghindari krisis itu, peneliti mengusulkan prinsip seperdelapan dalam penambangan luar angkasa. Itu berarti, hanya seperdelapan wilayah Tata Surya yang bisa dieksploitasi untuk penambangan.
Pembatasan penambangan Tata Surya itu sepertinya ide yang buruk mengingat Tata Surya adalah wilayah yang sangat luas. Namun harus diingat hanya sebagian kecil bagian Tata Surya yang bisa diekploitasi.
Planet-planet gas dan raksasa yang memiliki gravitasi sangat besar, seperti Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus, hampir dipastikan tidak bisa ditambang karena teknologi manusia saat ini tidak akan mampu menahan gravitasinya. Penambangan luar angkasa diperkirakan akan terfokus pada benda-benda Tata Surya yang ada di dekat Bumi, seperti Bulan, Mars maupun asteroid.
Selain itu, meski terlihat sedikit, seperdelapan sumber daya mineral Tata Surya yang bisa dieksploitasi itu termasuk besar jika dibandingkan sumber daya serupa yang ada di Bumi.
“Seperdelapan dari potensi besi yang ada di asteroid-asteroid itu sama dengan satu juta kali lebih besar dari cadangan bijih besi yang saat ini diperkirakan ada di Bumi,” tambah peneliti. Potensi besi sebesar itu, diperkirakan akan mampu memenuhi kebutuhan manusia selama berabad-abad ke depan.
Meski demikian, berapa banyak potensi sumber daya mineral yang bisa ditambang manusia itu akan sangat bergantung pada perkembangan teknologi luar angkasa buatan manusia. Selain itu, kemampuan manusia mengirimkan misi ke luar angkasa juga akan sangat memengaruhi.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 15 Mei 2019