Setelah tsunami menerjang pada 2004, komitmen bantuan internasional 6 miliar dollar AS terserap hampir 100 persen. Hal itu berdampak dari segi fisik atau infrastruktur Aceh kini lebih baik, bahkan jika dibandingkan dengan kondisi sebelum tsunami.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Sabtu (20/12), menyampaikan hal itu dalam Malam Renungan 10 Tahun Tsunami Aceh yang digelar Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda, di Jakarta.
Tantangan masyarakat dan Pemerintah Aceh saat ini adalah memajukan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar berkembang seperti daerah lain. Kuncinya adalah meningkatkan mutu kebijakan publik Pemerintah Aceh dalam mengelola anggaran agar terserap tinggi demi kesejahteraan rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Asisten Administrasi Gubernur Aceh Muzakar Agani mengatakan, Pemerintah Aceh masih mengupayakan pemulihan sosial ekonomi masyarakat setelah tsunami, terutama setelah masa tugas Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias habis pada 2009. ”Sejumlah warga masih sulit bangkit setelah rumah dan isinya lenyap, sedangkan rumah bantuan kini tidak sebesar rumah dulu. Selain itu, sumber daya ekonomi juga hilang. Itu yang kami jembatani,” ujarnya.
Muzakar memaparkan, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Rp 13 triliun, hampir Rp 3 triliun untuk membantu fakir miskin, termasuk membangunkan rumah layak huni. Pemerintah Aceh juga menganggarkan Rp 6 miliar untuk beroperasinya Badan Penanggulangan Bencana Aceh, salah satunya memasang dan merawat alat peringatan dini tsunami.
Terkait kesiapan menghadapi bencana, Sofyan berpendapat, masyarakat Aceh kian siap setelah tsunami. Namun, diakui, sebagian warga yang sebelumnya tinggal di pesisir memilih kembali ke tempat asal meski rentan terdampak tsunami. ”Hal itu tak bisa dihindari. Yang penting, jika mereka mendengar peringatan bahaya tsunami, mereka menjauhi pantai dan mencari tempat aman,” katanya.
Muzakar menjelaskan, pemindahan masyarakat pesisir agar aman dari tsunami tak bisa serta-merta dilakukan mengingat budaya dan pengetahuan hidup mereka adalah di pesisir. Untuk itu, pemda hanya memastikan masyarakat di pesisir mengetahui proses menyelamatkan diri jika ancaman tsunami datang.
Bencana lain
Sofyan yang menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika saat tsunami terjadi menekankan kewaspadaan pada kemungkinan bencana selanjutnya karena bencana seperti tsunami dan bencana akibat pemanasan global diperkirakan meningkat. Ia mengajak menghijaukan kembali hutan-hutan yang gundul agar risiko akibat bencana terkait perubahan iklim bisa ditekan.
Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar yang menjabat Pelaksana Tugas Gubernur Aceh saat tsunami menyatakan, potensi bencana di Aceh tidak hanya tsunami, tetapi juga banjir dan tanah longsor.
Menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh 2005-2025, 68 persen luas Aceh memiliki topografi berbukit hingga bergunung. Sebanyak 25,82 persen luas wilayah agak curam dan 38,06 persen di antaranya amat curam, mencakup punggung pegunungan Seulawah, Gunung Leuser, dan bahu dari sungai yang ada.
Hal itu membuat tanah rawan longsor. Karena itu, Pemerintah Aceh diharapkan menetapkan 47 persen lahan hutan sebagai hutan lindung. Sebagian lahan bisa dikelola agar mendatangkan manfaat ekonomi rakyat. (JOG)
Sumber: Kompas, 22 Desember 2014