Kerusakan lingkungan, seperti pada biota dan ekosistem, menurunkan fungsi dan daya dukung lingkungan yang menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Itu menyebabkan target Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi pada 2030 sulit tercapai.
Hal itu mengemuka pada Laporan Studi Kementerian Keuangan tentang Strategi Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Hijau (P3H) untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia 2015-2019, yang diluncurkan di Jakarta, Kamis (1/10).
“Kebakaran hutan dan lahan 18 tahun ini merupakan kenyataan gamblang, perencanaan dan penganggaran hijau belum berjalan,” kata mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, yang juga Ketua Tim Panel Penasihat Strategi P3H.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejauh ini ada kesenjangan ekonomi hijau dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan. Jadi, ada ketimpangan antara penyediaan dan kebutuhan ideal untuk mengurangi kerusakan sumber daya alam. Sebab, perencanaan dan penganggaran pembangunan hanya memperhitungkan dana masuk dan uang keluar, belum menghitung kelestarian SDA.
Laporan studi terkait Strategi P3H menunjukkan, dampak perubahan iklim dan kerusakan SDA menunda minimal 5 tahun kenaikan status Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi jika kebijakan pertumbuhan ekonomi lebih hijau tak segera dijalankan. Meski sudah mendorong ekonomi hijau, kebijakan dan anggaran pemerintah hanya mampu mengatasi 35 persen dari tantangan dampak lingkungan.
Menyusun strategi
Maka dari itu, Kindy Rinaldy Syahrir, Kepala Bidang Kerja Sama Internasional dan Pendanaan Perubahan Iklim Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, berharap hasil studi bisa dimanfaatkan sebagai strategi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dengan demikian, struktur APBN bisa mencapai pembangunan hijau. Studi merekomendasikan 21 prioritas pembangunan ekonomi hijau, terutama sektor kehutanan, pertanian, energi, transportasi publik, infrastruktur, pembangunan daerah, dan penanggulangan bencana.
Untuk naik status jadi negara berpenghasilan tinggi dalam 20 tahun ke depan, Indonesia butuh mempertahankan pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun. Sementara kajian menunjukkan, kehilangan biota dan ekosistem bisa menurunkan keberlanjutan pembangunan. “Jika lingkungan rusak, pertumbuhan ekonomi bisa merosot setengah dari target 7 persen per tahun,” katanya.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Andin Hadiyanto menegaskan, komitmen pemerintah pada pembangunan berkelanjutan kian besar, misalnya mengurangi subsidi bahan bakar minyak. Otoritas Jasa Keuangan juga menyusun regulasi untuk memastikan penerima kredit menjaga kelestarian lingkungan dalam usaha. (JOG)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Kerusakan Lingkungan Ancam Ekonomi”.