Minimnya sarana dan pemanfaatan hasil riset serta lemahnya sistem penghargaan tidak menjadi kendala bagi sejumlah ilmuwan dalam mengembangkan keahlian. Namun, kondisi ini dimanfaatkan negara lain untuk ”membajak” ilmuwan Indonesia.
Sejumlah ilmuwan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, ilmuwan yang diincar terutama dengan keahlian langka.
”Iming-iming yang diberikan umumnya gaji tinggi dan fasilitas lengkap,” kata ahli mikrobiologi pada Pusat Penelitian Biologi LIPI, I Made Sudiana, Selasa (8/2) di Cibinong Science Center, Cibinong, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sudiana baru-baru ini mengembangkan riset isolasi dan pengembangbiakan mikroba tanah dari lereng Gunung Merapi. Tujuan riset untuk percepatan pengayaan unsur hara lereng Merapi pascaletusan tahun lalu. Pengambilan sampel tanah berjarak 5 kilometer sampai 20 kilometer dari puncak Merapi.
Saat ini Sudiana mampu mengisolasi dan mengembangbiakkan lima strain mikroba endemik lereng Merapi yang berfungsi sebagai pelarut fosfat, penambat nitrogen, dan pengatur hormon tumbuh. Mikroba-mikroba itu kemudian diintegrasikan ke dalam pupuk organik cair yang sudah siap diaplikasikan untuk produksi pertanian di lereng Merapi yang kini sebagian besar masih tertutup material vulkanik.
”Mungkin karena hasil riset ini, negara tetangga menawari bekerja dengan gaji Rp 40 juta sebulan,” kata Sudiana. Lebih dari tujuh kali lipat dari gaji sekarang.
Merancang kebutuhan
Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi Amin Soebandrio mengatakan, Indonesia tidak secepat negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, atau Vietnam, dalam mengoptimalkan tenaga peneliti unggulan.
”Sebetulnya, bukan pendapatan tinggi yang diharapkan para periset, tetapi lebih pada iklim penelitian yang menyegarkan,” kata Amin.
Carunia Mulya Firdausy, profesor riset pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, mengatakan, negara-negara yang sedang melangkah maju melalui kegiatan riset, seperti Malaysia dan Korea Selatan, justru melarang para ilmuwannya bekerja ke luar negeri. Meski demikian, pemerintah memberikan fasilitas yang memadai untuk peneliti.
Amin mengatakan, ”pembajakan” para ilmuwan juga dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu sebagai prestasi menggapai reputasi internasional. (NAW)
Sumber: Kompas, 9 Februari 2011