Peleburan Eijkman Bisa Hancurkan Ekosistem Riset dan Sumber Daya Manusia

- Editor

Kamis, 7 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kualitas sumber daya di LBM Eijkman bertahun-tahun terlatih melalui eksostem riset yang ditempa pengalaman panjang.

Peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN menyebabkan tercerai-berainya sumber daya manusia dan ekosistem riset yang sudah terbentuk puluhan tahun. Peleburan ini juga berpotensi menghapus infrastruktur kelembagaan pusat riset yang telah membangun dan menerapkan salah satu kultur akademik terbaik di Indonesia.

”Saat ini peneliti dan staf LBM Eijkman tercerai-berai. Selain mencari ekosistem yang sesuai, juga karena memang tidak semua bisa tertampung di BRIN,” kata Herawati Supolo Sudoyo, profesor biologi molekuler eks LBM Eijkman, di Jakarta, Rabu (5/1/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Padahal, menurut Herawati, kualitas sumber daya di LBM Eijkman sudah terlatih melalui ekosistem riset yang ditempa pengalaman panjang. Baik peneliti, asisten peneliti, maupun para staf pendukung lain adalah tenaga profesional yang terlatih. ”Saat ini sebagian harus mencari rumah baru,” katanya.

Dia mencontohkan, seluruh anggota tim genetika populasi, yang dulu di Lab 1 LBM Eijkman, tidak bisa pindah ke BRIN sehingga mencari rumah baru yang bisa menampung mereka. Hal ini karena mereka sudah terikat dengan dana penelitian dari luar negeri, yang jika diputus di tengah jalan akan menghancurkan reputasi sebagai saintis.

Tidak semua anggota Lab 1 ini aparat sipil negara (ASN) dan berpendidikan doktor sehingga sulit untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan BRIN. Seperti diketahui, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko memberikan beberapa opsi untuk bisa diterima di BRIN, di antaranya harus ASN, dan mengikuti penerimaan ASN untuk yang sudah doktor, atau yang masih S-2 harus menemukan sekolah doktoral dalam tempo segera.

Data yang diperoleh Kompas dari sumber di LBM Eijkman menyebutkan, dari 157 staf Lembaga Eijkman, 96 orang di antaranya peneliti dan sisanya staf admin dan pendukung, yang diberhentikan per 31 Desember 2021 sebanyak 115 orang. Mereka diberhentikan tanpa pesangon karena sebelumnya jadi karyawan kontrak. Hanya 42 orang berstatus ASN yang bisa bergabung ke BRIN dan 15 di antaranya peneliti.

Terbaik di Indonesia
Terkait hal ini, Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) menilai, peleburan LBM Eijkman ke BRIN berpotensi menghapus infrastruktur kelembagaan pusat riset yang telah membangun dan menerapkan salah satu kultur akademik terbaik di Indonesia. Pernyataan sikap ini disampaikan Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Haris Madduppa sebagai sikap resmi lembaganya.

Dalam pernyataan, ALMI menyatakan mendorong upaya penguatan dan perbaikan tata kelola dan ekosistem riset di Indonesia guna mengoptimalkan pengembangan sains dan teknologi berkelanjutan serta kepemimpinan ilmuwan. Peleburan LBM Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman (PRBM Eijkman) di bawah BRIN yang menimbulkan banyak keresahan menunjukkan belum matangnya ekosistem riset di Indonesia yang mampu menjamin kebebasan akademik, baik untuk individu peneliti maupun otonomi lembaga penelitian.

Menurut ALMI, kebijakan peleburan ini diambil dan diterapkan tanpa kebijakan transisi dengan waktu dan informasi yang memadai. Hal ini menyebabkan diskontinuitas sebuah tim riset kelas dunia yang solid. Tim ini tidak hanya terdiri dari sumber daya manusia (SDM) ilmuwan yang berkualifikasi S-3, tetapi juga tenaga laboran, teknisi, dan tenaga lain yang saling mendukung.

”Akibatnya, peleburan ini berdampak pada penghidupan sebagian sumber daya manusia yang selama ini merupakan inti dalam proses penelitian di LBM Eijkman. Peleburan juga berpotensi menghapus infrastruktur kelembagaan LBM Eijkman yang telah membangun dan menerapkan salah satu kultur akademik terbaik di Indonesia,” sebut ALMI.

Menurut ALMI, birokrasi dan peraturan yang saat ini menaungi PRBM Eijkman di BRIN berpotensi membatasi ruang gerak untuk mencapai misi dan visi menjadi lembaga penelitian biologi molekuler terkemuka di dunia yang mempunyai kontribusi langsung pada kebijakan di dalam dan luar negeri.

ALMI berharap, upaya peleburan ini perlu didukung dengan pendekatan yang lebih adaptif atas keberagaman model pengelolaan kelembagaan riset sebagai bagian mendasar otonomi institusi akademik. Selain itu, harus dilakukan penyampaian informasi dan komunikasi yang jelas kepada setiap orang yang terdampak, memberikan ruang transisi kelembagaan yang memadai dan tidak tergesa-gesa, serta terus menggunakan proses yang berlangsung sebagai umpan balik bagi kebijakan tata kelola ekosistem riset, baik yang telah terbangun di LBM Eijkman maupun di Indonesia secara luas.

ALMI mendorong pemerintah bersedia memikirkan bersama upaya penguatan ekosistem riset guna pengembangan sains dan teknologi yang unggul, bermanfaat, dan berkelanjutan di Indonesia. Selain kerangka regulasi yang mendukung riset independen, lintas disiplin dan kolaboratif, dibutuhkan sistem dan tata kelola yang mendukung kelembagaan riset yang plural dan memiliki ruang untuk memelihara kemandirian serta keunikannya. Ruang gerak ini dapat melestarikan lingkungan riset yang memberdayakan pengembangan sains dan teknologi yang berkelanjutan secara partisipatif.

Dalam keterangan tertulis ini, ALMI juga mengingatkan hal dasar dan universal terkait Komentar Umum Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB atas pasal 13 Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 bahwa kebebasan akademik adalah mencakup pula kebebasan individual, tak terkecuali kebebasan berpendapat dan otonomi institusi akademik. ”Sains ditujukan untuk membantu memandu kebijakan. Itu sebabnya, ekosistem riset untuk menghasilkan iklim produksi sains harus dilindungi dan dijaga kemandirian serta independensinya,” sebut ALMI.

Sebelumnya, Kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro menyatakan, peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional merupakan kemunduran sains di Indonesia. Selain menyebabkan hilangnya sumber daya terbaik, peleburan ini juga merusak budaya riset dan independensi ilmuwan yang sudah terbangun baik di Eijkman.

Satryo berargumen, Lembaga Eijkman itu punya sejarah panjang dan nama yang sangat kuat di dunia. Dengan kejadian ini, para penelitinya akan kehilangan wibawa sebagai peneliti. Mereka yang sebelumnya bisa independen dipaksa jadi pegawai negeri. Sudah jelas bakal terjadi brain drain (hengkangnya ilmuwan).
Oleh AHMAD ARIF

Editor: ICHWAN SUSANTO

SUMBER: KOMPAS, 5 Januari 2022

 

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB