Pascasarjana Saatnya Dibenahi

- Editor

Selasa, 25 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah Pelanggaran Harus Jadi Pembelajaran
Terkuaknya pelanggaran akademik di sejumlah perguruan tinggi, termasuk di Universitas Negeri Manado dan Universitas Negeri Jakarta, harus menjadi pembelajaran. Saatnya dibuat aturan baru guna mencegah berulangnya kasus serupa sekaligus mengakomodasi model perkuliahan yang berkembang.

“Tren perkuliahan jarak jauh untuk mahasiswa S-3 berkembang,” kata Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti) Intan Ahmad, di Jakarta, Jumat (22/9).

Salah satu contoh, yakni beasiswa Ronpaku dari Jepang yang diberikan kepada akademisi ataupun peneliti untuk mengambil S-3 dengan cara melakukan penelitian di Indonesia. Mahasiswa hanya berkunjung ke “Negeri Sakura” beberapa kali dalam satu tahun untuk berkonsultasi dengan dosen pembimbing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dalam program itu, mahasiswa tidak memerlukan visa pelajar karena kunjungan ke Jepang biasanya hanya untuk waktu sepekan hingga satu bulan. Kedutaan Besar Jepang di Indonesia mengizinkan mereka memakai visa wisata selama terbukti kunjungan tersebut untuk berkonsultasi,” ujar Intan.

Menurut dia, pada masa mendatang, akan ada peraturan yang menjelaskan tata tertib perkuliahan pascasarjana jarak jauh. Hal ini untuk menjamin mutu serta prosedur penyetaraan ijazah tanpa memerlukan bukti visa pelajar.

Metode jarak jauh ditempuh oleh Julyeta Paulina Amelia Runtuwene hingga mendapat gelar Doktor dari Universitas Paris Est Marne la Valle. Paulina, yang kini menjabat Rektor Universitas Manado, mengaku melakukan studi S-3 berbasis penelitian di Indonesia.

Sejumlah pihak meragukan keabsahan ijazah tersebut karena Paulina tidak berdiam dan berkuliah di Perancis.

Komisioner Ombudsman RI Laode Ida, yang menerima pengaduan terkait hal itu, mengatakan, kasus ini termasuk maladministrasi. “Semestinya, ijazah Paulina tidak diakui karena tidak memenuhi syarat penyetaraan pada 2010 oleh Kementerian Pendidikan Nasional,” ujarnya.

Menanggapi laporan itu, Direktur Pembelajaran Kemenristek dan Dikti Paristiyanti Nurwardani menjelaskan, dulu penyetaraan ijazah hanya memprioritaskan persyaratan akademis, yaitu bukti mahasiswa diterima kuliah, memiliki SKS cukup, transkrip nilai, makalah yang terbit di jurnal internasional, dan disertasi.

Apabila syarat penyetaraan ijazah sekarang lebih ketat dibandingkan tahun 2010, peraturan sekarang tidak berlaku surut ke masa sebelumnya. “Kami tidak bisa mencabut gelar seseorang karena dia produk dari aturan lama,” tuturnya.

Pencabutan gelar Guru Besar ataupun rektor, menurut Peraturan Menristek dan Dikti 1/ 2016, hanya bisa dilakukan apabila Guru Besar/rektor itu terbukti melakukan pidana akademik berupa plagiarisme. Itu pun harus lewat proses pengadilan. Jika pengadilan menjatuhkan vonis bersalah, gelar Guru Besar/rektor baru bisa dibatalkan.

Paulina juga dituduh tidak menulis disertasi sendiri, melainkan ditulis oleh rekan kuliahnya Sri Damayanti Manullang. Namun, tuduhan tersebut dibantah oleh Sri.

Sri mengatakan, dirinya dan Paulina berdua meneliti topik inteligensia kompetensi. Paulina meneliti di Manado, Sulawesi Utara, sementara Sri di Toba, Sumatera Utara.

Sejauh ini, Paulina enggan memberikan keterangan tentang proses penulisan dan kabsahan disertasinya. Beberapa kali dihubungi oleh Kompas, Paulina belum bersedia ditemui, dengan alasan sibuk urusan dinas dan keluarga. (DNE/ZAL)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 September 2017, di halaman 11 dengan judul “Pascasarjana Saatnya Dibenahi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB