Jamartin Sihite (53) sangat getol mengampanyekan penyelamatan hutan dan satwa primata penghuninya, orangutan. Sejak 2011, ia bahkan melepas profesinya sebagai dosen Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti, Jakarta, kemudian memfokuskan diri sejak 5 Agustus 2011 sampai sekarang menjadi Pejabat Eksekutif Tertinggi (CEO) Borneo Orangutan Survival Foundation.
Manusia kian dihadapkan pada persoalan pragmatisme. Keserakahan dan kejahatan terhadap lingkungan alam ditutup rapat-rapat dengan falsafah usaha demi pencapaian kemakmuran. Melalui aktivitasnya, Jamartin ingin mengusik pragmatisme itu. Bukan untuk memberi dongeng atau kisah kelucuan tentang orangutan. Ia meneguhkan, melalui penyelamatan dan pelestarian orangutan itu, berarti kita berani menjaga hutan.
Hutan menjadi prasyarat mutlak untuk kelangsungan hidup segala makhluk di bumi. Meski bumi akan tetap ada di tata surya kita tanpa hutan dan tanpa makhluk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi Jamartin, orangutan ada untuk membawa pesan usaha menjaga kelestarian hutan. Orangutan ada untuk keselamatan makhluk supaya tetap bisa tinggal aman di bumi dan tidak punah.
Apa nilai pokok dari seluruh aktivitas Anda di Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF)?
Esensinya adalah menyelamatkan orangutan demi menyelamatkan diri kita sendiri. Menyelamatkan orangutan bukan karena makhluk itu lucu atau untuk lucu-lucuan. Menyelamatkan orangutan itu untuk menahan laju pemanasan global.
Begini, orangutan memiliki kebiasaan soliter dan menjelajah hutan. Orangutan memakan biji-bijian dan menyebarkan biji-bijian itu untuk tumbuh di tempat-tempat lain.
Tumbuhnya biji-biji itu berguna untuk regenerasi pohon di hutan. Lebih dari itu, proses regenerasi hutan dengan sendirinya terbantu oleh perilaku orangutan itu sendiri, seperti ketika membuat sarang di pohon yang ada di hutan primer.
Maksud orangutan bersarang dan regenerasi hutan?
Ketika kita berada di hutan primer, di bawah pepohonannya itu gelap. Sinar matahari tidak dapat menembus kanopi tumbuh-tumbuhannya.
Permukaan tanah di hutan yang masih perawan itu seperti lantai hijau. Di situ tanpa sinar matahari. Setiap biji-biji pohon yang jatuh tidak akan bisa tumbuh tanpa sinar matahari.
Ketika ada orangutan bersarang di atas pohon, orangutan itu akan menarik dahan-dahan dan membuka tutupan kanopi dedaunan. Sinar matahari kemudian akan menembusnya hingga tanah.
Bagaimana cara orangutan membuat sarang?
Sarang itu bisa saja dibuat di atas pohon yang memiliki batang tidak terlalu besar. Orangutan akan menarik ujung-ujung dahan yang ada dari atas pohon.
Dahan-dahan menjadi tertekuk ke tengah. Dedaunannya kemudian saling bertumpuk. Tumpukan daun itu kemudian digunakan untuk sarang orangutan.
Ketika dahan-dahan pohon ditarik ke tengah, terbukalah tutupan kanopi pohon itu. Sinar matahari kemudian menembus mencapai lapisan tanah di bawah pohon. Sinar matahari inilah yang kemudian menumbuhkan biji-bijian menjadi tanaman baru.
Perilaku orangutan membuat sarang ini bermanfaat untuk menahan laju global warming (pemanasan global) karena tumbuhnya pohon yang baru itu akan menambah penyerapan karbon dioksida.
Orangutan menjadi solusi global warming.
Bagaimana Anda meyakinkan solusi itu?
Solusi itu bukan datang semata dari individu orangutannya, tetapi dari hutan yang harus terjaga dan tersedia sebagai habitatnya. Ini terkait dengan keberadaan dan luas wilayah hutan sebagai area jelajah orangutan.
Orangutan memiliki perilaku menyendiri atau soliter. Per individu orangutan suka menjelajah. Orangutan jantan dewasa memiliki luas jelajah sampai 3.000 hektar. Orangutan betina dewasa cenderung menetap sehingga luasan area jelajahnya lebih kecil, 300 hektar sampai 1.500 hektar.
Orangutan itu sebagai hewan arboreal. Hidupnya sebagian besar dihabiskan di atas pohon. Di sinilah kita bisa melihat orangutan sebagai solusi global warming yang disertai ketersediaan daerah jelajah hutan yang sangat luas.
Bagaimana populasi orangutan sekarang?
BOSF menuangkan data orangutan dalam buku 25 Tahun Aksi Konservasi BOSF-Dunia Perlu Orangutan. BOSF didirikan tahun 1991. Buku peringatan 25 tahun itu pada tahun 2016 lalu.
Para ahli memperkirakan, populasi orangutan di Kalimantan mencapai 54.000 individu dengan tiga jenis. Jenis pertama, Pongo pygmaeus pygmaeus dengan habitat hutan di utara Sungai Kapuas di Kalimantan Barat hingga timur laut Sarawak, Malaysia.
Jenis kedua, Pongo pygmaeus morio dengan habitat hutan mulai dari Sabah, Malaysia, hingga selatan Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Jenis ketiga, Pongo pygmaeuswurmbii dengan habitat hutan di selatan Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, hingga timur Sungai Barito, Kalimantan Tengah.
Sebagian orangutan ada di Sumatera. Populasi orangutan di Indonesia diperkirakan 90 persen populasi orangutan di dunia saat ini. Sisanya, 10 persen ada di wilayah Malaysia.
Apa saja yang dikerjakan BOSF?
Sekarang makin banyak pembukaan kawasan hutan di Kalimantan untuk produksi sawit atau tambang. Inilah ancaman bagi populasi orangutan, ketika hutan makin terpecah-pecah atau luasannya makin menyempit.
Kondisi demikian membuat konflik orangutan dengan manusia. Orangutan sering diburu. Di antaranya mati, yang lainnya tidak jarang ditemukan dalam kondisi terluka.
BOSF berusaha merawat orangutan-orangutan yang terluka akibat konflik dengan manusia. Atau merawat bayi-bayi orangutan yang ditinggal induknya yang mati diburu.
Pertama kali, tahun 1991, usaha rehabilitasi orangutan diawali di Wanariset Samboja, lalu dipindahkan ke Samboja Lestari pada 2006. Lokasinya di sebelah utara Balikpapan, Kalimantan Timur, berjarak 44 kilometer.
Sampai 2002, BOSF berhasil merawat dan melepasliarkan 382 orangutan ke Hutan Lindung Sungai Wain dan Hutan Lindung Beratus. Pada periode berikutnya mulai ditemui kesulitan untuk menemukan habitat hutan untuk pelepasliaran orangutan.
Ada tempat lain untuk merehabilitasi orangutan?
Pada tahun 1999 didirikan pusat rehabilitasi lainnya di Nyaru Menteng. Ini berjarak sekitar 30 kilometer dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Dari berbagai aktivitas di Samboja Lestari dan Nyaru Menteng, dari 1991 sampai 2016 itu diperoleh data jumlah yang diselamatkan dan dipindahkan sebanyak 412 orangutan dari wilayah Kalimantan Tengah. Kemudian ditambah 54 orangutan dari wilayah Kalimantan Timur.
Di Samboja Lestari, dalam rentang waktu itu, BOSF merehabilitasi 1.013 orangutan. Di Nyaru Menteng direhabilitasi 901 orangutan.
Dalam perjalanannya, usaha BOSF sudah menyelamatkan lebih dari 2.000 orangutan yang menjadi korban konflik dengan manusia. Saat ini masih ada 700 orangutan yang harus direhabilitasi, kemudian akan dilepasliarkan kembali. Proses rehabilitasinya paling lama bisa mencapai tujuh tahun.
BOSF didukung lebih dari 400 karyawan.
Bagaimana dana operasionalisasinya?
Selama ini memang masih susah untuk mendatangkan dana dari dalam negeri. Kami membuat BOSF di negara-negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Swiss, dan Denmark, juga Australia. Di negara-negara maju itulah BOSF mendapatkan banyak sumbangan dana untuk konservasi orangutan dan hutan sebagai habitatnya.
Di Indonesia, kampanye konservasi orangutan memang mudah untuk membuat hati terenyuh. Kondisi orangutan memang mudah untuk membuka hati, tetapi tetap saja sulit mengundang kepedulian untuk memberikan sumbangan dana.
Pada tahun 2011, dana operasional kami dari dalam negeri hanya 7-8 persen saja. Tetapi, hingga 2017 ada kecenderungan meningkat menjadi 20-24 persen.
Apa masalah terkini dan bagaimana solusinya?
Hutan yang sebelumnya menjadi habitat orangutan sekarang banyak dialihfungsikan untuk produksi sawit. Ini masalahnya, tetapi sekaligus sebisa mungkin ini digerakkan menjadi bagian dari solusi penyelamatan orangutan.
Caranya, perusahaan sawit yang mendapat izin pengolahan lahan agar menyisihkan bagian tertentu kawasannya tetap sebagai hutan alam. Tetapi, sebenarnya dari sisi pemerintah, kita membutuhkan payung hukum yang pasti bagi perlindungan hutan dan orangutan di Kalimantan.
NAWA TUNGGAL
Sumber: Kompas, 24 Februari 2018