Orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies yang baru ditemukan tahun lalu di kawasan Batang Toru, Sumatera Utara, saat ini diambang kepunahan. Ancaman terdekat berupa rencana pembangunan bendungan raksasa di habitat orangutan ini.
“Spesies kera besar ke-7 yang ditemukan ini sangat mungkin segera punah di depan mata kita,” kata Guru Besar Biologi Konservasi Universitas Indonesia Jatna Supriatna, dalam siaran pers, di Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Supriatna merupakan anggota tim peneliti yang terlibat dengan penelitian tentang ancaman orangutan di Tapanuli yang baru diterbitkan di jurnal internasional Current Biology. Disebutkan, salah satu satwa paling langka di dunia tersebut saat ini berada diambang kepunahan, kecuali ada tindakan yang tepat segera dan segera untuk menyelamatkannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saat ini, hanya ada sekitar 800 kera besar yang masih bertahan hidup, dan mereka berada di bawah tekanan dari proyek-proyek raksasa, deforestasi, pembangunan jalan, dan perburuan”, kata Sean Sloan, peneliti dari James Cook University, Australia yang menjadi penulis utama artikel ilmiah ini.
?Menurut Sloan, habitat orangutan tapanuli ini yang tersisa sangatlah kecil, bahkan lebih kecil dari sepersepuluh luas kota Sidney di Australia. Dalam paper ini, para peneliti menyebutkan bahwa ancaman yang akan segera terjadi adalah rencana proyek mega-dam Batang Toru senilai 1,6 trilliun dollar AS, yang akan dibangun perusahaan Cina, Sinohydro dan didanai Bank of China.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Kategori Spesies Baru Orangutan Sumatera – (dari kiri ke kanan) Peneliti genetika spesies orangutan dari Institut Pertanian Bogor Puji Rianti, Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno, peneliti reproduksi, populasi dan konservasi spesies orang utan Universitas Nasional Suci Utami Atmoko menjadi narasumber saat rilis penemuan kategori spesies baru orangutan sumatera di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2017). Sejumlah tim peneliti yang bergerak di bidang genomik-genetika konservasi, morfologi, ekologi, serta perilaku primata menyimpulkan bahwa populasi orangutan Sumatera yang terletak di habitat terisolir Ekosistem Batang Toru, Tapanuli, Sumatera Utara, sebagai spesies baru dari kelompok genus orangutan. Kategori jenis orangutan baru tersebut diberi nama ilmiah dengan Pongo tapanuliensis. Kompas/Wawan H Prabowo
?“Jika rencana pembangunan dam tersebut dilanjutkan, bagian penting dari habitat Orangutan Tapanuli akan ditenggelamkan, sedangkan habitatnya yang tersisa akan terfragmentasi jalan raya dan saluran listrik yang baru,” kata Jatna.
Ketua tim peneliti dari James Cook University, William Laurance mengatakan, baik Indonesia maupun China berkomitmen akan melakukan pembangunan berkelanjutan. Namun, proyek pembangunan dam raksasa yang akan menggusur habitat orangutan ini bertentangan dengan komitmen tersebut.
“Tanpa tindakan segera, hal ini dapat menjadi kiamat ekologis untuk salah satu kerabat terdekat kita,” kata Laurence. “Dalam 40 tahun meneliti, saya rasa belum pernah mengalami hal sedramatis ini.”
?Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),?sekitar 85 persen dari Ekosistem Batang Toru yang mencapai areal 141.749 hektar berstatus hutan lindung atau cagar alam. Namun, areal hutan dengan populasi orangutan tapanuli tertinggi hanya berstatus areal penggunaan lain (APL) sehingga tidak mendapat perlindungan pemerintah.
Baru Ditemukan?
?Keberadaan orangutan di Ekosistem Batang Toru, yang meliputi hutan dataran tinggi yang tersebar di tiga kabupaten Tapanuli, Sumatera Utara, sebenarnya diketahui sejak akhir 1990-an. Orangutan ini awalnya hanya dianggap sebagai bagian dari spesies orangutan sumatera yang kelompok besarnya ada di bagian utara Danau Toba, meliputi kawasan Langkat di Sumatera Utara dan Aceh.
?Namun demikian, kepastian bahwa orangutan Tapanuli merupakan spesies yang berbeda dengan dua orangutan lain, yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), baru diakui pada 2017 setelah publikasi ilmiah Alexander Nater dari Universitas Zurich dan tim di jurnal Current Biology.
Secara fisik, orangutan dari Batang Toru memiliki bulu lebih tebal dan keriting ketimbang dua orangutan lainnya. Tengkorak dan tulang rahangnya juga lebih halus. Perbedaan juga terlihat dari panggilan jarak jauh jantan dewasa. Perbedaan terutama dari genetiknya.–AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 4 Mei 2018