Publikasi riset dari akademisi di perguruan tinggi diharapkan bisa lebih dioptimalkan. Riset yang terpublikasi tersebut bisa dikembangkan menjadi inovasi untuk memaksimalkan produktivitas industri dan pertumbuhan ekonomi negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat membuka konferensi internasional Univesitas Indonesia bertajuk “The 3rd Asia-Pasific Research ini Social Sciences and Humanities” di Jakarta, Senin (13/8/2018), menyampaikan, akademisi dan universitas merupakan sumber ilmu pengetahuan dan riset. Untuk itu, keduanya harus mampu mengadaptasi dan mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di tingkat global.
“Di era disrupsi saat ini, teknologi telah memengaruhi sebagian besar kehidupan masyarakat. Banyak manfaat yang dirasakan, namun di lain sisi, dampak negatif juga bisa timbul jika tidak disikapi secara bijak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, akademisi bisa berperan untuk melawan dampak negatif akibat kemajuan teknologi melalui publikasi ilmiah yang dihasilkan. Namun, produksi riset di Indonesia saat ini belum optimal sehingga butuh intervensi lebih. Salah satunya melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat membuka konferensi internasional Univesitas Indonesia bertajuk “The 3rd Asia-Pasific Research ini Social Sciences and Humanities” di Jakarta, Senin (13/8/2018).
Kekuatan riset juga dibutuhkan untuk mengawal kebijakan pemerintah. Pemikiran kristis dan masukan dari peneliti dan akademisi bisa menjadi sumber rujukan ilmiah dalam mencari solusi atas berbagai persoalan di masyarakat.
Berdasarkan data publikasi internasional ASEAN yang terindeks Scopus per 6 April 2018, Indonesia telah menghasilkan 5.125 publikasi. Jumlah tersebut lebih tinggi dari Thailand dan Singapura. Sri Mulyani menekankan, selain kuantitas publikasi, kualitas dari publikasi yang dihasilkan juga perlu diutamakan. Para akademisi dan peneliti diminta untuk terus memperbarui pengetahuan dengan terus belajar.
Lebih berkontribusi
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, menyatakan, para akademisi, terutama di bidang ilmu sosial dan kemanusiaan, diharapkan dapat lebih berkontribusi dalam menghasilkan publikasi ilmiah. Selain itu, penelitian yang dihasilkan bisa diarahkan pada persoalan yang relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Industri pun bisa terlibat untuk mengadopsi penelitian tersebut menjadi inovasi yang berdaya guna.
“Percakapan global juga diperlukan untuk memahami perkembangan teknologi saat ini. Akademisi diharapkan bisa lebih mempromosikan diri lewat keterlibatan internasional serta meningkatkan publikasi penelitiannya,” katanya.
Ari menambahkan, pemahaman yang lebih terkait isu masyarakat bisa didapatkan melalui dialog multidisiplin. Kolaborasi menjadi penting karena kerumitan masyarakat yang terjadi saat ini lebih kompleks. Kolaborasi ini tidak hanya dilakukan antar akademisi, namun juga kepada pemerintah dan sektor industri.
“Jika kolaborasinya baik dan sejalan, dampak langsung yang dirasakan adalah peningkatkan produktivitas di sektor ekonomi. Nilai tambah juga diciptakan untuk menunjang daya saing negara yang didukung oleh inovasi yang berkelanjutan,” katanya.–DEONISIA ARLINTA
Sumber: Kompas, 14 Agustus 2018
——————-
Optimalkan Publikasi Riset dari Akademisi
ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN–Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Publikasi riset dari akademisi di perguruan tinggi diharapkan bisa lebih dioptimalkan. Riset yang terpublikasi bisa dikembangkan menjadi inovasi guna memaksimalkan produktivitas industri dan pertumbuhan ekonomi negara. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat membuka konferensi internasional Universitas Indonesia bertajuk ”The 3rd Asia-Pacific Research in Social Sciences and Humanities” di Jakarta, Senin (13/8/2018), mengatakan, akademisi dan universitas sumber ilmu pengetahuan dan riset. Publikasi internasional ASEAN yang terindeks Scopus per 6 April 2018, Indonesia menghasilkan 5.125 publikasi. (TAN)
Sumber: Kompas, 14 Agustus 2018