Observatorium Kupang Amati Obyek Redup

- Editor

Kamis, 8 Oktober 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dua Teleskop Lebih Canggih dari Bosscha
Observatorium Kupang yang dibangun tahun 2017 dikhususkan untuk mengamati obyek-obyek redup, seperti komet dan asteroid, yang berjarak sangat jauh dari Bumi. Observatorium itu akan mengganti sebagian fungsi Observatorium Bosscha yang didera polusi cahaya.

“Salah satu yang populer saat ini mencari obyek-obyek redup yang berpotensi menabrak Bumi, seperti komet dan asteroid,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin di sela penandatanganan naskah kerja sama dengan sejumlah pemerintah daerah, universitas, dan swasta, Rabu (7/10) di Jakarta. Lapan merencanakan proyek observatorium nasional rampung 2019 dengan total anggaran Rp 300 miliar selama empat tahun.

Selain komet dan asteroid jauh, galaksi termasuk obyek redup. Obyek terang antara lain Matahari, bintang terang, dan planet dalam tata surya. Observatorium itu akan menjadi pusat pengamatan obyek-obyek angkasa Indonesia dan memperkuat jaringan observatorium negara- negara belahan bumi selatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Indonesia perlu memperkuat jejaring observatorium negara belahan bumi selatan, kata Thomas, untuk mengamati obyek angkasa yang tak bisa dilihat dari bumi utara. Pengamatan berkembang di utara karena banyak daratan sehingga observatorium bisa lebih banyak dibangun. Selain itu, negara-negara maju dengan budaya riset tinggi banyak berada di utara khatulistiwa.

Pengamatan obyek redup butuh berjejaring. Saat satu observatorium sedang siang, observatorium di belahan bumi yang sedang malam bisa melanjutkan pengamatan. Di selatan observatorium, seperti di Cile, Argentina, Afrika Selatan, Australia, dan Indonesia, yakni Observatorium Bosscha di Lembang, Jabar.

Sayangnya, Observatorium Bosscha sebagai satu-satunya observatorium di Indonesia saat ini tidak memadai untuk pengamatan obyek redup yang berjarak sangat jauh akibat polusi cahaya.

Menurut Kepala Observatorium Bosscha Mahasena Putra, langit di atas Lembang saat ini 100 kali lebih terang dibandingkan saat awal observatorium beroperasi sehingga obyek redup yang mampu diamati berkurang. Teleskop berdiameter 60 cm di observatorium yang dibangun tahun 1923 itu dulu masih mampu mengamati benda redup mendekati batas kemampuannya.

Observatorium Bosscha terlibat merencanakan pembangunan observatorium nasional di Kabupaten Kupang di Gunung Timau, Desa Fatumonas, Amfoang Tengah. Tahap perencanaan awal 2016, tim akan mengkaji turbulensi udara di atas lokasi. Langit bagus jika cahaya bintang stabil, tak banyak berkelip.

Dua teleskop
Thomas mengatakan, Lapan merencanakan observatorium nasional punya dua macam teleskop: teleskop optik dan teleskop radio. Teleskop optik berdiameter 3 meter, tetapi panjangnya bisa diringkas karena menggunakan sistem cermin, tidak seperti teleskop Observatorium Bosscha yang masih menggunakan lensa sehingga panjang mencapai 10 meter.

Teleskop optik itu bisa dikendalikan dari jarak jauh sehingga astronom bisa mengoperasikan dari Bandung, pusat astronomi di Indonesia. Pengendalian juga bisa dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, untuk mengembangkan penelitian di sana.

Fungsi teleskop radio antara lain memberi data aktivitas Matahari, misalnya gelombang radio yang dikenal sebagai badai Matahari. Dengan demikian, peneliti bisa mengukur dampak gangguannya pada sinyal radio atau komunikasi publik.

Bupati Kupang Ayub Titu Eki berharap pembangunan fasilitas nasional di Gunung Timau akan meningkatkan perhatian pemerintah pusat. Gunung Timau berada di kecamatan perbatasan dengan Timor Leste. (JOG)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Observatorium Kupang Amati Obyek Redup”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 2 Oktober 2025 - 16:30 WIB

Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB