Nyamuk Mendeteksi Insektisida Melalui Kakinya

- Editor

Selasa, 31 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para peneliti berhasil mengidentifikasi mekanisme yang membuat nyamuk penular malaria menjadi kebal terhadap insektisida. Ini memberi dasar untuk pengembangan senyawa baru demi mencegah penyebaran malaria.

Nyamuk memiliki kemampuan sangat tinggi dalam beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, termasuk kekebalan terhadap insektisida. Kini para peneliti berhasil mengidentifikasi mekanisme yang membuat nyamuk penular malaria menjadi kebal terhadap insektisida.

–Siklus hidup Plasmodium falciparum dan strategi vaksin. Siklus pada manusia mencakup tiga tahap: tahap pra-eritrositik, yang asimtomatik; tahap darah aseksual, yang menginduksi patologi; dan tahap seksual, yang ditularkan ke nyamuk Anopheles. Pada setiap tahap ini, parasit mengekspresikan berbagai protein yang menjadi target kandidat vaksin. Strategi vaksin yang berbeda untuk setiap tahap diindikasikan.Sumber: Laurent Rénia dkk; intechopen.com (2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Spesies nyamuk Anopheles ini ternyata mampu mendeteksi racun melalui kakinya. Hasil kajian Victoria A. Ingham dan tim dari Vector Biology, Liverpool School of Tropical Medicine, Inggris ini dipublikasikan di jurnal Nature pada 25 Desember 2019.

Awalnya para peneliti memelajari perilaku Anopheles gambiae dan Anopheles coluzzii, dua vektor malaria utama di Afrika Barat. Mereka menemukan bahwa populasi nyamuk yang resisten insektisida memiliki protein khusus di kakinya.

“Kami telah menemukan mekanisme resistensi insektisida yang sama sekali baru yang menyebabkan kelambu berpestisida kehilangan keampuhannya,” kata Victoria Ingham, dalam rilis.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN–Boks berisi perlengkapan untuk pemeriksaan dan pengobatan penyakit malaria di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Protein khusus
Tim menunjukkan protein di kaki nyamuk ini, yaitu SAP2, ditemukan meningkat pada populasi yang resisten. Kekebalan itu meningkat setelah kontak dengan piretroid, yaitu jenis insektisida yang digunakan pada semua kelambu.

Mereka kemudian merekayasa genetika nyamuk ini untuk mengurangi kadar protein ini. Hasilnya, nyamuk kembali rentan terhadap piretroid. Sebaliknya, ketika protein diekspresikan pada level tinggi, nyamuk yang sebelumnya rentan menjadi resisten terhadap piretroid.

Peningkatan resistensi insektisida di populasi nyamuk telah menyebabkan diproduksinya kelambu berinsektisida baru yang mengandung synergist piperonyl butoxide (PBO) dan insektisida piretroid. Senyawa itu menargetkan salah satu mekanisme resistensi paling luas dan sebelumnya paling kuat yang disebabkan oleh sitokrom P450s.

Namun, nyamuk terus mengembangkan mekanisme resistensi baru dan tak lama kemudian mereka pun kebal dengan insektisida tersebut. Penemuan mekanisme resistensi baru ini memberikan peluang bagus untuk mengidentifikasi sinergis tambahan yang dapat digunakan untuk melawan nyamuk.

Hilary Ranson, peneliti lainnya mengatakan, “Kelambu berinsektisida tetap menjadi salah satu intervensi kunci dalam pengendalian malaria. Namun demikian, sangat penting bahwa kita memahami dan mengurangi resistensi populasi nyamuk untuk memastikan penurunan dramatis tingkat penyakit pada dekade sebelumnya tidak kembali meningkat di masa depan.”

Mekanisme resistensi yang baru ditemukan ini diharapkan dapat memberi dasar bagi para peneliti untuk pengembangan senyawa baru yang mampu memblokir resistensi piretroid dan mencegah penyebaran malaria.

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 27 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 33 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB