Sejak tahun 1991, Musa Hubeis konsisten mendampingi usaha mikro, kecil, dan menengah untuk berinovasi dan kreatif. Dia berusaha agar UMKM bisa naik kelas dari segi pendapatan ataupun inovasi produk.
ARSIP PRIBADI—-Musa Hubeis, Guru Besar IPB University
Musa Hubeis (65), Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, mendalami isu usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia sejak tahun 1991. Tidak hanya tampil sebagai akademisi yang mengkaji secara ilmiah, Musa juga membukakan jalan bagi pelaku UMKM untuk berinovasi dan memanfaatkan teknologi tepat guna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di masa pandemi Covid-19, Musa sibuk memenuhi permintaan menjadi pembicara webinar dari berbagai kalangan, mulai dari dunia usaha, komunitas, pemerintah, hingga perguruan tinggi. Musa memang aktif sebagai konsultan di lembaga pemerintah dan dunia usaha terkait pengembangan bisnis UMKM.
Pembahasan soal nasib UMKM dan strategi untuk tetap bisa bertahan dan inovatif di tengah penjarakan sosial diminati banyak orang. Musa kerap berbicara mengenai nasib dan pengembangan UMKM yang menghadapi tantangan, membuat UMKM naik kelas dengan memanfaatkan situasi Covid-19, berbisnis kuliner, hingga kekayaan intelektual penelitian dan produk UMKM. Memberi pencerahan tentang peluang serta tantangan berwirausaha dilakukan Musa sambil tetap setia mengajar dan membimbing secara daring mahasiswa sarjana dan pascasarjananya yang tersebar di sejumlah daerah.
Di acara webinar dengan bahasan ”Peluang Bisnis Usaha Kecil Menengah di Tengah Pandemi Covid-19 dan Menuju Era New Normal: Change or Die” yang digelar Lembaga Penelitaian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sahid, Jakarta, Senin (29/6/2020), Musa mengisahkan, dirinya aktif mengembangkan UMKM lewat inkubator bisnis di kampus dan masyarakat. Jumlah UMKM mencapai sekitar 64 juta unit atau 99 persen dari populasi usaha di Indonesia. Namun, baru sekitar 13 persen UMKM yang menggunakan teknologi digital.
”Sebelum change atau die, di antara dua pilihan ini, UMKM mestinya adaptif, mau bermanuver. Jadi, mereka harus berpikir kreatif dan memanfaatkan peluang di depan mata. Satu lagi yang belum muncul adalah inovatif dengan sentuhan teknologi. Sebab, UMKM ini sektor rill yang menciptakan lapangan kerja dan usaha serta mampu mengurangi pengangguran sekaligus kemiskinan,” ujar Musa.
Di lain kesempatan, Musa menyarankan agar ada pengelompokan UMKM yang bisa berkembang cepat, normal, dan agak lambat. Hal ini untuk memfokuskan pengembangan UMKM yang berpotensi naik kelas di masa Covid-19 beberapa tahun ke depan. Dia menyebut sektor pangan, seperti kuliner, pengolahan pangan, dan jasa, bisa dikembangkan di masa normal baru ini.
DOKUMENTASI BNI—Musa Hubeis, Guru Besar IPB University, kerap kali menjadi narasumber pengembangan UMKM di Indonesia. Di masa pandemi Covid-19, nasib UMKM jadi buah bibir. Musa sering diminta jadi narasumber di acara webinar tentang UMKM.
Dari pengalamannya mendampingi pelaku UMKM, Musa menyaksikan susahnya usaha kecil menengah menjadi besar. Di Indonesia, lebih banyak usaha kecil yang sekadar untuk pendapatan. Namun, usaha kecil yang sifatnya untuk bertahan hidup ini tetap harus dibiarkan hidup untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Bahkan, mereka perlu mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Adapun yang berpotensi berkembang terus didukung, bahkan sampai bisa go international.
Musa yang memiliki jaringan luas pada pemerintahan dan dunia usaha serta masyarakat ini dengan senang hati berbagi ilmu dan kajian untuk menggerakkan kewirausahaan di masyarakat lewat UMKM. Jaringan dengan dunia usaha yang luas dimanfaatkan Musa untuk membantu UMKM, terutama yang bergerak di sektor pertanian di daerah untuk bisa naik kelas. Produk yang sudah dikemas dengan baik, misalnya, bisa masuk ke pasar modern.
Selama sekitar 20 tahun ini, Musa juga bekerja sama dengan kepolisian untuk mengembangkan keamanan dan ketertiban masyarakat di bidang pertanian dengan memberi nilai tambah. Semisal, polisi bisa mengajarkan kepada masyarakat memanfaatkan lahan tidur dengan memelihara ikan lele memakai perhitungan bisnis yang baik. Selain itu, mengembangkan peternakan kambing atau sapi perah hingga menanam sayur-mayur yang bisa dipanen dalam waktu singkat, seperti caisim dan kangkung.
Potensi besar
Musa menuturkan, dirinya tertarik dengan UMKM karena awalnya dilibatkan untuk memberikan masukan sebagai tenaga ahli di beberapa lembaga kementerian terkait. Dirinya merasa prihatin negara ini tidak maju. Padahal, di luar negeri, dia menyaksikan UMKM bisa maju.
Musa yang kuliah di Perancis melihat potensi minyak atsiri untuk pembuatan parfum di kota Grasse yang jadi sentra parfum di Perancis. Indonesia punya potensi besar dalam menyediakan minyak atsiri, setidaknya ada 89 varietas. Banyak daerah punya tanaman nilam yang berpotensi untuk dikembangkan mulai dari skala UMKM.
Ketika kembali ke Indonesia dan mulai menggeluti dunia UMKM, Musa bergairah mengembangkan penelitian bidang ini. Dia membuat inkubator bisnis untuk UMKM. ”Ada sebanyak 1.750 UMKM saya bina dari Banten sampai Jawa Timur, bahkan ke Papua dan Maluku. Kami membantu petani untuk mengembangkan usaha pertanian yang bernilai tambah,” katanya.
DOKUMENTASI PRIBADI—Musa Hubeis, Guru Besar IPB University, membimbing mahasiswa di daerah secara daring.
UMKM di bidang pertanian menarik perhatian Musa. Dia pun getol mengenalkan teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah pertanian segar ataupun olahan.
Musa mengatakan, UMKM pertanian segar itu sederhana, hanya menemukan perantara supaya produk tidak tertahan lama di lapangan sehingga tidak busuk. Musa pernah mendampingi petani di Cianjur dan membantu untuk membuat kelompok tani dengan rumah pengemasan produk sehingga bisa diterima di jaringan supermarket. ”Dengan dikasih plastik sesuai bentuk tanaman saja sudah bagus dan menaikkan harga,” ujarnya.
Musa sering kali berbagi ilmu dan teknologi sederhana kepada UMKM pertanian yang dibinanya. Untuk membuat produk segar pertanian bisa tahan lama, misalnya, ia mengajarkan supaya sayur atau buah jangan dipanen ketika sudah masak. Sebab, buah dan sayur setelah dipetik masih bernapas atau melakukan respirasi.
Musa pun tak segan untuk menyosialisasikan kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini. Untuk membuat gabah awet, sebenarnya sudah lama petani menggantungnya di para-para, tetapi teknologi penyimpanan perlu diperbaiki. Setelah panen padi dibuat para-para, lalu hasil panen disimpan dalam bentuk gabah, itu hanya tahan selama enam bulan. Kalau lebih dari enam bulan, kutu bakal datang.
Dukungan teknologi sederhana untuk meningkatkan pengembangan UMKM juga pernah dilakukan Musa dan mahasiswanya. Musa pun memegang paten inkubator minuman susu fermentasi dengan konstruksi kayu tahun 2012. Musa menggagas pembuatan alat sederhana untuk membuat yoghurt. Dia mendapat bibit yoghurt dengan kualitas bagus dari luar negeri, yaitu dari mahasiswanya yang bekerja di perusahaan es krim ternama.
Kemudian dibuat alat sederhana berupa pengaduk elektrik tanpa listrik, bahkan dikembangkan untuk bisa dibawa penjual dengan sepeda. Hasilnya, yoghurt tidak asam. Alat dimodifikasi sehingga bisa dijual dengan harga terjangkau. Saat itu, alat bisa dijual sekitar Rp 6 juta dari harga Rp 15 juta.
Menurut dia, sebenarnya sudah banyak pemerintah daerah dan lembaga lain yang tertarik membeli untuk pemberdayaan UMKM. Namun, sayang, pengembangannya tidak berjalan. ”Saya tidak mungkin hanya mengurusi itu. Sebagai akademisi harus berkembang. Seharusnya ide seperti ini bisa ditangkap dan dimanfaatkan,” ucapnya.
Dari perjalanan mengkaji perkembangan UMKM di Indonesia, Musa menemukan, semangat kewirasuahaan pelaku UMKM masih kurang. ”Saya sudah menulis, dalam tiga tahun penghasilan tidak menentu tiap harinya. Nah, itu banyak orang enggak sabar. Setelah lima tahun ada kepastian. Kalau sudah lima tahun, bisa 10 tahun, berarti bisa jadi wirausaha,” tutur Musa.
Musa juga menyoroti dunia UMKM yang kurang mau bekerja sama. Selain itu, ada masalah keberlanjutan. Pelaku UMKM jangan berpikir bisnis hanya untuk hari ini. ”Mesti berpikir untuk bisa 40 sampai 100 tahun. Salah satu caranya juga dengan melepas kepemilikan kepada umum dengan menjual saham,” ujarnya.
Gaung kewirausahaan memang terus digelorakan Musa. Dia pun tak segan untuk membantu mahasiswanya yang mau berwirausaha. Musa berusaha menghubungkan UMKM dengan bank atau lembaga lain. ”Saya menciptakan network saja dan terbuka jika mereka minta nasihat. Kalau merasa enggak cukup, saya terbuka untuk diundang dan melihat langsung kondisi usaha,” katanya.
Lahir: Jakarta 26 Juni 1955
Pendidikan:
– S-1 Bidang Statistika Pertanian IPB (1979)
– S-2 Ilmu Pangan IPB (1985)
– Master riset dalam bidang teknik sistem industri (1988) serta doktor teknik sistem industri dan manajemen teknologi di Institut National Polytechnique de Lorraine, Perancis (1991)
Paten:
1. Inkubator minuman susu fermentasi dengan konstruksi kayu (2012)
2. Alat tanak nasi laboratoris di IPB (2011)
Prestasi, antara lain:
– Mitra Bestari Berdedikasi Tinggi Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (2003)
– Karya dalam 102, 103, dan 106 Inovasi Indonesia Paling Prospektif tahun 2010, 2011, dan 2014 oleh Business Innovation Center
– Penghargaan Menristek untuk 102, 103, dan 106 Inovasi Indonesia Paling Prospektif tahun 2010, 2011, dan 2014
Oleh ESTER LINCE NAPITUPULU
Editor: MARIA SUSY BERINDRA
Sumber: Kompas, 3 Juli 2020