Muhadi prihatin banyak orang, terutama anak muda, kecanduan gawai. Menurut dia, penggunaan gawai sudah dalam taraf berlebihan, membuat orang sibuk di dunia maya dan cuek pada dunia nyata. Untuk mengurangi kecanduan gawai, Muhadi mencoba melawannya dengan buku.
Muhadi terus terang tidak terlalu suka dengan gaya hidup anak muda zaman sekarang yang cenderung mengandalkan gawai untuk banyak urusan, termasuk mencari informasi dan bersosialisasi.
”Mereka jadi sibuk dengan dirinya sendiri. Sibuk bersosialisasi melalui media sosial dan jarang bertemu atau bermain bersama teman-teman di dunia nyata,” ujar Muhadi yang ditemui di Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gawai yang terhubung sistem daring dengan berbagai fitur ibarat pisau bermata dua: bisa bermanfaat, tetapi juga bisa mendatangkan mudarat.
Kecanduan gawai pada anak-anak sudah dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Bukan hanya di kota besar, melainkan juga menimpa anak-anak di kota kecil.
Melalui perpustakaan, Muhadi mencoba melalukan perubahan. Banyak membaca, banyak berkegiatan, pasti jauh lebih baik daripada menghabiskan waktu dengan memainkan gawai di genggaman tangan.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI–Muhadi
Kalangan muda, termasuk anak- anak, diharapkannya bisa menambah keterampilan dan pengetahuan dengan berlatih dan membaca buku, dan tidak melulu mengandalkan informasi dari internet yang diakses melalui gawai.
Muhadi (65) ingin Perpustakaan Muda Bhakti di desanya menjadi hidup dan menjadi pusat aneka kegiatan.
”Saya ingin perpustakaan ini menjadi pusat kegiatan, pusat pembelajaran bagi warga desa untuk belajar apa saja,” ujarnya.
Ia pun menggelar latihan angklung, geguritan, dan pranatacara mulai tahun 2000. Geguritan adalah puisi berbahasa Jawa, sedangkan pranatacara adalah latihan tentang tata cara menjadi pembawa acara berbahasa Jawa.
Sesekali, Muhadi bekerja sama dengan para tokoh Karang Taruna untuk menggelar acara diskusi, nonton bersama film-film edukatif di Perpustakaan Muda Bhakti. Ia juga menjadikan perpustakaan tersebut sebagai arena berbagai lomba, mulai pidato hingga menggambar setiap perayaan 17 Agustus.
Tidak sekadar menjadi penggagas dan perencana, Muhadi terlibat langsung di lapangan. Ia, misalnya, menjadi guru tunggal dalam latihan angklung, geguritan, dan pranatacara.
Dengan serentetan kegiatan itu, warga, terutama kalangan muda dan anak-anak, bisa belajar lebih dalam tentang nilai dan norma sosial bermasyarakat. Muhadi ingin mengajak kaum muda belajar kembali tentang pentingnya bertemu, bersosialisasi, dan bekerja sama dengan orang lain di dunia nyata.
”Dengan memperbanyak kegiatan di desa, saya berharap warga, terutama anak-anak, bisa mengurangi penggunaan gawai. Mereka harus tahu bahwa yang terpenting menjaga relasi dengan orang lain di dunia nyata, dan bukan sebaliknya, eksis di dunia maya saja,” ujarnya.
Bangun perpustakaan
Muhadi adalah seorang pendidik, guru SD dengan pengalaman mengajar lebih dari 35 tahun. Pengalaman beberapa kali mendapatkan penghargaan sebagai guru teladan dan sempat dua kali menjadi kepala sekolah membuat dia memiliki semangat untuk mendidik kapan saja dan di mana saja, termasuk di lingkungan tempat tinggalnya.
Tahun 2000, dengan semangat berbagi ilmu dan mencerdaskan masyarakat itulah, Muhadi yang ketika itu menjabat sebagai pengurus Karang Taruna Desa Ngablak berinisiatif menjadikan perpustakaan sebagai salah satu unit usaha di kegiatan Karang Taruna. Untuk itu, ia memanfaatkan salah satu ruangan berukuran 4 meter x 6 meter di gedung Karang Taruna.
Bermula dari keinginan agar warga lain bisa ikut membaca dan mendapatkan ilmu dari koleksi buku dan majalahnya, Muhadi, ketika itu, mengikhlaskan sekitar 100 buku dan majalah miliknya menjadi koleksi pertama perpustakaan.
Tak disangka, berdirinya perpustakaan ini pun ditanggapi dengan baik. Banyak orang setiap hari datang dan membaca buku yang disewakan gratis di sana.
Antusiasme membaca dan kegembiraan masyarakat memiliki perpustakaan, terganggu oleh dua kali erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 2006 dan 2010. Erupsi besar tahun 2010 yang memberikan dampak kerusakan luar biasa pada semua bangunan akhirnya membuat perpustakaan hanya bisa menempati ruangan berukuran 2 meter x 5 meter di gedung Karang Taruna.
Kondisi ini berlangsung selama 6 tahun. Namun, karena kecintaan warga terhadap masyarakat, akhirnya, dengan dukungan dana desa, Perpustakaan Muda Bhakti dibangun kembali dan kini sudah menjadi bangunan megah berlantai dua.
Dengan berbagai inovasi kegiatan yang dilakukannya, Muhadi pun berusaha agar perpustakaan ini pun selalu ramai dikunjungi. Alhasil, saat ini, pada hari biasa, jumlah orang yang datang berkunjung mencapai 15-20 orang per hari, atau 40-50 pengunjung per hari pada akhir pekan. Jumlah anggota perpustakaan yang tahun lalu hanya 200 orang, tahun ini pun menjadi 389 orang.
Salak pustaka
Tidak sekadar menginisiasi membangun ruang atau gedung, Muhadi pun hingga kini terus intens berupaya agar kecintaan masyarakat terhadap perpustakaan dan budaya membaca terus terjaga. Hal ini, antara lain, diwujudkan dengan berinisiatif membuat program Salak Pustaka.
Dalam program ini, setiap petani salak, diminta mengikhlaskan hasil penjualan dari panen dari satu pohon salak milik mereka untuk keperluan perpustakaan. Dalam satu kali panen, satu pohon salak bisa menghasilkan 1-3 kilogram buah salak.
Harga salak bervariasi, di mana pada posisi rendah hanya Rp 3.000- Rp 4.000 per kilogram dan pada posisi harga tinggi bisa mencapai Rp 6.000- Rp 9.000 per kg. Seluruh hasil yang diperoleh disumbangkan untuk segala keperluan dan biaya operasional Perpustakaan Muda Bhakti.
Upaya untuk ”meminta” keikhlasan petani tidaklah mudah. Namun, usahanya ini pun cukup direspons baik. Dari 770 petani salak yang ada di Desa Ngablak, 93 petani di antaranya telah mau dan menandatangani nota kesepahaman, menyatakan komitmennya untuk terlibat dalam program Salak Pustaka. Tidak hanya satu pohon, beberapa petani bahkan juga ada yang bersemangat menyumbangkan panen dari tiga hingga empat pohon salak.
Sejak memulai program ini pada Februari lalu, Perpustakaan Muda Bhakti kini telah menerima uang dari Salak Pustaka sebesar Rp 1.093.500. Sebagian uang telah digunakan untuk menambah koleksi buku. Keberhasilan itu mendorong Pemerintah Desa Ngablak dalam waktu dekat berencana menetapkan program Salak Pustaka dalam peraturan desa.
Upaya penguatan fungsi perpustakaan sebagai pusat kegiatan dan pengetahuan yang dilakukan ini diharapkan Muhadi bisa menjadi cara untuk menguatkan budaya literasi dan budaya bersosialisasi di kalangan masyarakat desa, terutama generasi muda.
Muhadi
Istri: Siti Fanah
Anak:
– Aan Kurniawan (41)
– Indah Susanti (39)
– Arifianto (36)
Jabatan:
– Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD)
Ngablak-Penasihat Perpustakaan Muda Bhakti Ngablak
Penghargaan:
– Juara I Anugerah Aksara Lomba Sarana Belajar Pelengkap Paket A Jenis Buklet Tingkat Nasional dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1992)
– Juara II Lomba Artikel Karangan Perpajakan untuk Guru Sekolah Dasar Madrasah
Ibtidaiyah dari Departemen Keuangan
RI (1990)
REGINA RUKMORINI
Sumber: Kompas, 2 Agustus 2018