Potensi Hayati Indonesia Belum Diteliti Maksimal
Ratusan peneliti asing mengajukan proposal penelitian bidang hayati di Indonesia setiap tahun. Bidang ilmu biologi, ekologi, primatologi, dan oseanografi menjadi kajian yang banyak diminati.
”Periode 2009-2013, kami menerima 600-800 proposal peneliti asing. Kami kabulkan 400-600,” kata Lukman Shalahuddin, Kepala Bagian Administrasi Perizinan Peneliti Asing Kementerian Riset dan Teknologi, Kamis (10/4), di Jakarta.
Banyaknya proposal yang masuk pada periode itu berbeda jika dibandingkan dengan periode 2000-2007. Saat itu, jumlah proposal yang masuk berkisar 100-300. ”Kami jelas melihat, minat peneliti asing terhadap keanekaragaman hayati Indonesia semakin besar,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Informasi itu sesuai dengan tren penelitian dunia akhir-akhir ini yang banyak mengarah pada bidang bioteknologi, terkait dengan kekayaan flora dan fauna dari hutan ataupun laut Indonesia.
”Permintaan kerja sama penelitian bidang biologi dengan kami terus bertambah,” kata peneliti serangga pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosichon Ubaidillah.
Lukman merinci, jumlah proposal penelitian yang disetujui pada 2009 ada 461 proposal, 2010 (547), 2011 (460), 2012 (544), dan 2013 (546). Ia tak bisa menjelaskan alasan penurunan jumlah proposal pada 2011.
Asal negara
Proposal-proposal penelitian tersebut mayoritas dari para peneliti yang berasal lima negara maju, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, dan Inggris. Setiap tahun, mereka mengajukan 80-120 proposal (Amerika Serikat), 60-90 proposal (Jepang), 30-90 proposal (Jerman), 10-70 proposal (Perancis), dan 40-60 proposal (Inggris).
Dua tahun terakhir, kata Rosichon, muncul lonjakan minat meneliti kekayaan alam Indonesia dari para peneliti Tiongkok. Sebagian besar mengajukan izin penelitian yang mengarah pada penelitian obat.
”Korea Selatan sebelumnya juga menunjukkan minat yang tinggi,” ujarnya.
Indonesia, negara laboratorium alam terbesar kedua setelah Brasil, banyak dituju peneliti dengan topik proposal menyingkap keanekaragaman hayati. Lokasi-lokasi penelitian mereka tersebar di seluruh Indonesia, terutama yang memiliki taman nasional, seperti Taman Nasional Gunung Salak dan Halimun (Jawa Barat), Taman Nasional Bali Barat, dan Taman Nasional Kutai (Kalimantan Timur).
Ancaman
Sri Wahyono, Kepala Subbagian Administrasi Perizinan Peneliti Asing yang juga Biro Hukum dan Humas Kemristek mengatakan, meski jumlah proposal yang dikabulkan ratusan, proses seleksinya ketat. ”Ada proposal-proposal yang tidak lolos karena alasan keamanan lokasi penelitian dan sumber daya hayati Indonesia,” ujarnya.
Sejak 2013, keputusan tim penilai menyatakan bahwa peneliti-peneliti yang memilih lokasi penelitian di Papua cenderung ditolak. ”Hanya peneliti-peneliti yang sudah memiliki kerja sama cukup lama dengan Indonesia yang kami setujui. Kalau proposal dari peneliti baru agak susah,” kata Lukman.
Tingginya minat asing meneliti di Indonesia dimaklumi. Sebab, potensinya luar biasa. Di sisi lain, kerja sama itu butuh kejelian agar tak merugikan. ”Kami berhati-hati agar kekayaan Indonesia tetap terjaga, tetapi peneliti kita tetap bisa berkembang,” kata Deputi Kepala LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Siti Nuramaliati Prijono. (A05/GSA)
Sumber: Kompas, 11 April 2014