Untuk pertama kali, perusahaan pertahanan asal Swedia, Saab, memeragakan secara langsung kemampuan terbang jet tempur JAS 39 Gripen di hadapan para wartawan asal Indonesia, termasuk Kompas. Display terbang khusus ini dilaksanakan di fasilitas khusus Saab di kota Linköping, Swedia, Rabu (11/3).
Pesawat yang digunakan dalam demo terbang ini adalah sebuah Gripen D, varian Gripen berkursi tandem. Selama sekitar 15 menit, pesawat tersebut memeragakan berbagai manuver aerobatik standar, seperti looping, berguling, terbang terbalik, hingga terbang rendah dengan kecepatan rendah.
Pesawat uji milik Saab itu juga menunjukkan kemampuan mendarat di landasan yang sangat pendek dan radius putar kecil yang memungkinkan pesawat berputar di landasan darurat, seperti jalan raya atau lapangan terbang kecil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seusai demo terbang, Kepala Pilot Uji Saab Richard Ljungberg menjelaskan berbagai pengembangan yang tengah dilakukan pada generasi terbaru Gripen (Gripen NG). Gripen seri E (kursi tunggal) dan F (kursi tandem) ini akan memiliki mesin baru, sistem avionik baru, radar AESA baru, sistem pelacak dan penjejak inframerah, serta mekanisme roda pendarat baru yang memungkinkan pesawat membawa bahan bakar dan senjata lebih banyak dibandingkan dengan pendahulunya, Gripen C/D.
Tahun lalu, Angkatan Udara Swedia memesan 60 Gripen E untuk memperkuat 100 Gripen yang telah dioperasikan selama ini. Di pengujung 2014, Brasil juga memutuskan membeli Gripen seri E dan F. Saat ini, Saab tengah gencar menawarkan pesawat tempur canggih tersebut untuk menggantikan armada pesawat tempur F-5E Tiger II milik TNI AU yang sudah saatnya dipensiun.
Tidak masalah
Sehari sebelum demo terbang ini, pihak AU Swedia menyatakan tak pernah menemui masalah serius dengan armada pesawat tempur bermesin tunggal yang selama ini menjadi inti kekuatan udara negeri Skandinavia tersebut. Pesawat-pesawat itu bahkan masih bisa diandalkan untuk melakukan berbagai misi militer di luar negeri.
Demikian diungkapkan Letnan Kolonel Michael Lundqvist, Komandan Operasi Penerbangan Wing 7 (F7) Skaraborg, di Pangkalan Angkatan Udara Såtenäs, Swedia, Selasa (10/3). Kompas bersama lima wartawan lain dari Indonesia mendapat akses khusus di pangkalan udara tersebut sebagai bagian dari tur media terkait dengan penawaran pesawat tempur JAS 39 Gripen buatan Saab Group, perusahaan pertahanan asal Swedia.
“Swedia telah mengoperasikan pesawat-pesawat bermesin tunggal selama beberapa dekade dan tidak pernah ada satu pun masalah serius. Kami sudah mengantongi sekitar 200.000 jam terbang dengan pesawat-pesawat itu dan tidak pernah ada masalah besar pada mesin pesawat,” ujar Lundqvist.
Menurut Lundqvist, tulang punggung kekuatan udara Swedia saat ini adalah pesawat tempur multiperan JAS 39 Gripen yang memiliki mesin tunggal. “Kami memiliki 100 unit Gripen saat ini, yang tersebar di tiga pangkalan udara, yakni dua pangkalan udara operasional dan satu pangkalan udara pelatihan di sini,” papar perwira yang ramah tersebut.
Gripen telah dioperasikan AU Swedia sejak November 1997. Kesatuan pertama yang menerima pesawat generasi baru ini adalah F7 Skaraborg di Såtenäs. Tahun lalu, AU Swedia juga telah memesan 60 Gripen seri E yang merupakan generasi terbaru pesawat tempur tersebut.
Sebelum menggunakan Gripen, AU Swedia mengandalkan jet-jet tempur Saab 35 Draken dan Saab 37 Viggen yang semuanya bermesin tunggal.
Pertanyaan mengenai keandalan jet tempur bermesin tunggal mengemuka karena saat ini di Indonesia tengah terjadi perdebatan hangat mengenai spesifikasi ideal pesawat pengganti F-5E Tiger II TNI AU yang sudah saatnya dipensiun. Dari empat kandidat pesawat yang dipertimbangkan pemerintah saat ini, dua di antaranya bermesin ganda (Sukhoi Su-35 dari Rusia dan Eurofighter Typhoon buatan konsorsium Eropa) serta dua lagi bermesin tunggal (F-16 Block 60 dari AS dan Gripen dari Swedia).
Sebagian pengamat berpendapat, pesawat bermesin tunggal kurang andal karena, jika terjadi kerusakan pada mesin atau mesin terkena tembakan musuh, tak ada mesin kedua yang bisa menjaga pesawat tetap terbang.
Namun, Lundqvist mengatakan, argumen pesawat bermesin ganda bisa lebih diandalkan saat satu mesin tertembak sebenarnya sudah tak berdasar pada era pertempuran modern saat ini. “Dalam konsep pertempuran saat ini, asumsinya musuh akan menggunakan rudal untuk menembak lawan, dan jika ini pesawat terkena, akan langsung hancur tak peduli bermesin tunggal atau ganda,” ujarnya.
Sementara Magnus Hagman, purnawirawan kapten penerbang AU Swedia yang kini menjadi Direktur Penjualan Sistem Udara Saab Asia Pasifik, menambahkan, sejarah mencatat bahwa pesawat tempur terlaris di dunia hingga saat ini adalah F-16 yang bermesin tunggal. Selain itu, pesawat masa depan F-35 Lightning II yang sudah dipesan banyak negara juga bermesin tunggal. “Jadi, tidak ada alasan untuk meragukan keandalan pesawat bermesin tunggal,” ujarnya.
Selain itu, yang jelas pesawat bermesin tunggal lebih efisien dalam pengoperasian. Lundqvist memberi gambaran, saat ia menerbangkan Gripen dalam misi multinasional Operasi Unified Protector di Libya tahun 2011, ia bisa membandingkan langsung pesawatnya dengan pesawat F/A-18 milik AU Kanada yang bermesin ganda.
“Saat melakukan pengisian bahan bakar di udara, F/A-18 membutuhkan waktu dua kali lipat daripada Gripen karena dia membutuhkan 2-3 kali lebih banyak bahan bakar dibandingkan dengan Gripen untuk menjalankan misi yang sama,” papar Lundqvist. (Dahono Fitrianto melaporkan dari Pangkalan AU Såtenäs dan Linköping, Swedia)
Sumber: Kompas Siang | 12 Maret 2015