Penggunaan mesin pencari bisa digunakan media untuk memverifikasi fakta di era tsunami informasi. Inisiatif ini sudah dilakukan perusahaan media saat debat pemilihan presiden dan wakil presiden. Hal ini dilakukan agar berita yang dihasilkan memberikan fakta dan bukan klaim ataupun berita bohong.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Winning Information Wars, Automated Fact Checking Presidential Debate 2019” yang merupakan kolaborasi antara Center of Computational and Innovative Communication, Universitas Multimedia Nusantara (UMN), dan Kompas.com, di Kampus UMN, Tangerang, Jumat (10/5/2019).
Hadir dalam diskusi itu antara lain Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UMN Andrey Andoko, Ketua Program Jurnalistik UMN FX Lilik Dwi Mardjianto, dosen Jurnalistik UMN Samiaji Bintang Nusantara, dosen Sistem Informasi UMN Yustinus Eko Sulistio, dan Wakil Redaktur Pelaksana Kompas.com Laksono Hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA–Dosen Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Samiaji Bintang, menjelaskan soal cara kerja automated fact checking dalam diskusi ”Winning Information Wars, Automated Fact Checking Presidential Debate 2019” di Kampus UMN, Tangerang, Jumat (10/5/2019).
Laksono mengatakan, di era tsunami informasi dan data raksasa seperti saat ini, media memerlukan bantuan mesin pencari fakta agar berita yang disajikan kepada publik bisa dipercaya keakuratannya.
Ia mengambil contoh saat debat pemilu presiden 2019. Saat itu kedua pasangan calon presiden sering mengklaim sesuatu sembari menyebutkan angka-angka.
Dalam waktu debat yang hanya dua jam, kata Laksono, publik tidak memiliki waktu cukup untuk menguji sejauh mana fakta dari klaim-klaim para pasangan calon. Karena tuntutan publik akan informasi yang cepat dan akurat, media pun tidak punya banyak waktu untuk mencari fakta dari klaim-klaim itu.
”Saya kira di sinilah pentingnya peranan mesin pencari fakta untuk membantu kerja jurnalis,” ujar Laksono.
Kerja sama
Memahami bahwa media tidak bisa bekerja sendiri, Kompas.com pun bekerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan pengecekan fakta debat Pilpres 2019. Pihak-pihak itu antara lain Litbang Kompas, Cekfakta.com, dan UMN.
Bintang menjelaskan, Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi UMN bekerja sama dengan Jurusan Sistem Informasi (SI) UMN di bawah Center of Computational and Innovative Communication menghasilkan automated fact checking. Sistem ini yang digunakan Kompas.com untuk mencari fakta.
”Melalui kerja sama ini, akademisi berkesempatan untuk berkolaborasi dengan industri media sehingga menghasilkan kerja sama yang saling menguntungkan,” ujar Bintang.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, bersama pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bertemu dalam Debat Kelima Capres-Cawapres Pemilu 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019).
Eko menjelaskan, mesin automated fact checking dikembangkan oleh tim dari Program Studi SI UMN. Mesin itu bekerja dengan algoritma komputasi machine learning.
Algoritma yang telah dikembangkan itu mampu mencari dan menghimpun (crawling) dan menyusun senarai (list) link artikel dan berita. Adapun basis data yang dipakai adalah berita yang sudah dipublikasikan oleh Kompas.com.
”Jadi, misalkan saat debat, capres A mengklaim sesuatu dengan angka sekian. Nah, mesin ini langsung mencari, betulkah demikian faktanya,” ujar Eko.
Temuan mesin itu kemudian juga akan diperiksa secara manual kebenarannya oleh dosen-dosen jurnalistik UMN. Pada saat bersamaan, dosen-dosen itu juga menyaksikan siaran langsung debat itu sehingga informasi percakapan debat itu bisa langsung dicatat.
Hasil pemeriksaan itu kemudian dikirimkan kepada Kompas.com. ”Saat debat pilpres, arus informasi banyak sekali. Kami akui bantuan-bantuan itu sangat meringankan kerja kami,” ujar Laksono.–BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
Editor ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 10 Mei 2019