Menjadi Daerah Cerdas

- Editor

Selasa, 22 Desember 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Harian Kompas bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung dan Perusahaan Gas Negara pada Agustus lalu memberikan anugerah kepada Kota Surabaya sebagai kota dengan penilaian tertinggi dalam Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015. Ibu kota Provinsi Jawa Timur ini berada di urutan tertinggi dari 93 kota di Indonesia yang dinilai sudah menerapkan konsep kota cerdas dilihat dari aspek perekonomian, sosial, dan lingkungan.

Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini (2010-2015) memang maju pesat. Mantan Kepala Dinas Pertamanan Surabaya ini mulai membangun Surabaya dengan mewujudkan kota terpadat kedua di Indonesia itu menjadi kota yang nyaman bagi warganya. Ini dilakukan mulai dengan membangun taman-taman yang asri dan ruang terbuka hijau hingga mengajak warganya mengelola sampah dengan cerdas.

Dari pengelolaan sampah, pemberdayaan ekonomi masyarakat pun dimulai. Pengelolaan sampah tidak hanya membuat Surabaya yang semula kumuh dan banyak sampah berubah menjadi kota yang bersih dan nyaman ditinggali, tetapi juga menghasilkan kompos dan tenaga listrik. Warga Surabaya pun dididik untuk berdaya melalui sejumlah pelatihan keterampilan ataupun komputer yang diselenggarakan secara gratis. Pendidikan gratis di sekolah-sekolah pemerintah dari tingkat SD hingga SMA. Infrastruktur di daerah-daerah pinggiran pun dibenahi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi warga di pinggiran kota.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hasilnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Surabaya hingga 2013, angka kemiskinan di Surabaya terus turun. Pada 2010, angka kemiskinan di Surabaya 7,07 persen, pada 2013 turun menjadi 5,97 persen dari 2,8 juta penduduk Surabaya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Surabaya juga terus meningkat, dari 77,2 pada 2010 menjadi 78,51 pada 2013.

Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Risma memang contoh fenomenal pembangunan sebuah kota. Empat belas kota lainnya yang masuk kategori 15 besar dalam penilaian Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015, yaitu Kota Tangerang, Bandung, Depok, Semarang, Yogyakarta, Balikpapan, Surakarta, Pontianak, Malang, Magelang, Madiun, Bontang, Mojokerto, dan Salatiga, juga dinilai mempunyai keunggulan dalam menerapkan konsep cerdas pembangunan kota.

e1b2566c2de84fc5b89b929381749499HANDINING

Penilaian tersebut dilakukan dengan melihat cara kota mengambil langkah cerdas dalam aspek perekonomian, sosial, dan lingkungan. Sebuah kota dianggap bisa menerapkan konsep cerdas dalam perekonomian jika mampu memaksimalkan sumber daya dan potensi yang dimiliki demi meningkatkan kesejahteraan warganya. Aspek sosial meliputi keamanan, kemudahan, dan kenyamanan dalam berinteraksi, baik antarwarga maupun dengan pemerintah. Adapun aspek lingkungan meliputi pengelolaan lingkungan, energi, dan tata ruang.

Pertimbangan pemilihan kota dalam penilaian ini lebih pada fakta bahwa banyak persoalan yang dihadapi kota seiring dengan arus urbanisasi dari desa ke kota yang masih akan terus terjadi. Selain itu, juga pada kenyataan bahwa kota menyumbang nyata pada perekonomian nasional, saat ini sekitar 74 persen dan pada 2030 sekitar 86 persen (Kompas, 14/8).

Kabupaten yang membangun
Apabila mengacu pada IKCI 2015, dari 415 kabupaten di Indonesia, ada sejumlah kabupaten yang juga maju pesat karena pemerintahannya cerdas dalam membangun wilayahnya. Beberapa kabupaten tersebut bahkan berada jauh dari pusat pemerintahan provinsi yang identik dengan pusat pembangunan di daerah.

Kabupaten Banyuwangi yang berada di ujung timur Jawa Timur, sekitar 310 kilometer dari Kota Surabaya, misalnya, geliat pembangunannya semakin pesat lima tahun terakhir. Sektor pariwisata didorong untuk memajukan wilayah dan meningkatkan perekonomian warganya.

Sepanjang tahun digelar festival, mulai dari festival yang berisi pementasan kesenian daerah hingga buah lokal. Infrastruktur untuk menunjang pariwisata disiapkan. Bandar Udara Blimbingsari yang dibuka sejak Desember 2010 kini setiap hari dilayani dua maskapai penerbangan. Ini memacu peningkatan investasi di bidang pariwisata, dari Rp 1,19 triliun pada 2012 menjadi Rp 3,44 triliun pada 2014. Sejumlah hotel berbintang tengah dibangun di Banyuwangi.

Masyarakatnya pun disiapkan, terutama untuk menerima kedatangan wisatawan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi antara lain menyelenggarakan pelatihan bahasa asing dan mendidik masyarakat melek internet. Jaringan internet nirkabel (Wi-Fi) pun disediakan secara gratis hingga pelosok daerah.

Hasilnya, pariwisata mampu menggenjot perekonomian masyarakat. Pendapatan per kapita warga Banyuwangi naik 70 persen dari Rp 14,97 juta pada 2010 menjadi Rp 25,5 juta pada 2014. IPM Banyuwangi pun meningkat dari 64,5 pada 2010 menjadi 67,3 pada 2014.

Di Sulawesi Selatan ada Kabupaten Bantaeng, sekitar 120 kilometer dari Makassar, yang mengoptimalkan segala potensinya, bahkan yang di luar perkiraan bisa dikembangkan Bantaeng. Tanaman stroberi dan bunga sakura yang semula tak ada di Bantaeng kini menjadikannya pusat belajar dan penelitian. Laboratorium kultur jaringan dan pabrik benih didirikan untuk memajukan sektor pertanian.

Pemerintah Kabupaten Bantaeng pun tak ragu meminta pemerintah pusat membangun kawasan smelter, pusat industri tambang, di Bantaeng meskipun Bantaeng tidak mempunyai tambang nikel. Posisi Bantaeng di Selat Makassar yang dilalui kapal-kapal besar pembawa hasil tambang dari Sulawesi Tenggara yang ditawarkan. Kini, pembangunan smelter di wilayah Pajukukang sedang dikerjakan.

Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan pun maju pesat. Daerah di ujung tenggara Pulau Kalimantan ini, sekitar 260 kilometer dari Banjarmasin, mengandalkan hasil perkebunan, kelautan, dan terutama pertambangan, untuk membiayai pembangunannya.

Hasil tambang batubara dan bijih besi, misalnya, dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pendidikan gratis 12 tahun, biaya pengobatan gratis di kelas tiga rumah sakit pemerintah, juga untuk menggaji guru honorer. Setiap tahun, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu mendapatkan sumbangan dari pengusaha tambang lebih dari Rp 100 miliar serta royalti sektor pertambangan sekitar Rp 200 miliar.

Peluang kerja juga terbuka lebar karena paling tidak 75 perusahaan dan koperasi unit desa mendapat izin menambang batubara. Ini mendorong perekonomian masyarakat tumbuh. Pemerintah kabupaten juga membangun jalan-jalan menjadi mulus agar aktivitas ekonomi warganya lancar.

Berkembang karena cerdas
Banyuwangi, Bantaeng, dan Tanah Bumbu hanyalah sedikit contoh daerah yang berkembang pesat karena “cerdas” mengembangkan potensinya. Capaian daerah-daerah tersebut, dan juga kota-kota yang menerapkan konsep kota cerdas, tak terlepas dari peranan kepala daerahnya.

Di bawah pemerintahan Risma, Surabaya maju pesat. Banyuwangi juga maju pesat di bawah Bupati Abdullah Azwar Anas (2010-2015). Demikian juga Bantaeng yang dipimpin Nurdin Abdullah sejak 2008 dan Tanah Bumbu di bawah Mardani H Maming (2010-2015). Mereka giat membangun, juga kreatif dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi daerahnya. Satu hal penting, mereka konsisten dan punya komitmen tinggi memajukan daerahnya. Mereka tak hanya membangun daerah, tetapi juga membangun rakyatnya menjadi lebih maju dan bangga akan daerahnya.

Hal itu bisa terjadi karena mereka paham kebutuhan rakyatnya dan berupaya memenuhinya. Kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi rakyat diperhatikan. Tak heran jika dalam pemilihan kepala daerah serentak 9 Desember lalu, Risma, Azwar Anas, dan Mardani menjadi harapan rakyatnya untuk kembali memimpin pada lima tahun ke depan. Mereka terpilih lagi bukan hanya karena calon petahana, melainkan juga karena kiprah mereka lima tahun terakhir dalam memimpin daerah.

Terpilih menjadi kepala daerah sejatinya baru awal dari proses panjang menjadi pemimpin di daerah. Pilkada serentak 9 Desember lalu akan menghasilkan 252 bupati/wali kota (pilkada di empat kabupaten/kota ditunda karena masalah pencalonan). Di tangan para kepala daerah inilah arah pembangunan daerah ditentukan. Mengutip pernyataan mantan Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto (Kompas, 27/6/2014), kepala daerah yang mempunyai potensi kreatif dan keahlian yang besar, asal punya komitmen, pasti bisa memajukan daerahnya. (YOVITA ARIKA)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Desember 2015, di halaman 6 dengan judul “Menjadi Daerah Cerdas”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB