Mengulik Perbedaan Influenza dan Covid-19

- Editor

Rabu, 1 April 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Apa perbedaan influenza dan Covid-19? Secara umum sulit dibedakan gejalanya. Namun di luar gejala, banyak aspek dari kedua penyakit yang sangat berbeda.

Pada masa pandemi Covid-19, setiap gejala gangguan saluran pernapasan membuat kita waswas. Apakah yang kita rasakan itu gejala influenza atau Covid-19.

Repotnya, dari sisi gejala, ternyata beda tipis. Batuk, pilek, sakit kepala, nyeri otot, dan suhu tubuh meningkat. Dari sisi perjalanan penyakit, influenza ataupun Covid-19 bisa segera membaik, bisa juga makin parah, yakni meningkat jadi pneumonia (radang paru), bahkan berakhir dengan kematian. Hal itu karena keduanya sama-sama merupakan gangguan saluran pernapasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Persamaan kedua, sama-sama menular lewat kontak dekat, yakni virus yang terbawa dalam percikan cairan dari batuk dan bersin penderita di udara ataupun yang menempel di benda-benda sekeliling kita.

Lantas, apa beda antara influenza dan Covid-19, bagaimana kita membedakan? Para ilmuwan terus meneliti Covid-19. Pemahaman tentang virus SARS-CoV-2 dan ancaman yang ditimbulkan terus bertambah setiap ada informasi baru.

Misalnya, kehilangan indra penciuman (anosmia) secara tiba-tiba pada orang positif Covid-19 tanpa gejala lain dilaporkan Asosiasi Dokter THT Inggris pada publikasi daring, 21 Maret lalu. Hal itu juga dilaporkan terjadi di Iran, AS, Perancis, dan Italia.

Selain anosmia, terjadi gangguan pada indera pencecap (dysgeusia), yakni mulut terasa pahit, pada orang positif Covid-19 tanpa gejala lain. Hal itu dinyatakan perwakilan Akademi Otolaringologi Amerika Bedah Kepala dan Leher (AAO-HNS ) di Alexandria, Virginia, AS, pada 22 Maret, sebagaimana dikutip Livescience, 23 Maret 2020.

Sangat menular
Laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, perbedaan antara lain pada kecepatan transmisi atau penularan antara virus influenza dan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Masa inkubasi (waktu dari virus masuk tubuh hingga muncul gejala) dan interval serial (jarak waktu antara satu kasus dan kasus berikutnya) dari influenza lebih singkat dibandingkan Covid-19. Interval serial virus influenza 3 hari, sedangkan virus SARS-CoV-2 adalah 5-6 hari. Artinya, influenza lebih cepat menyebar daripada Covid-19.

Lebih lanjut, penularan dalam 3-5 hari pertama sakit atau penularan potensial sebelum timbul gejala merupakan pendorong utama penularan influenza. Sementara ini kita ketahui, ada orang yang dapat menularkan virus penyebab Covid-19 pada 1-2 hari sebelum timbulnya gejala.

Anak-anak merupakan penular virus influenza di masyarakat. Sementara data awal Covid-19 menunjukkan, penularan terjadi di kalangan orang dewasa. Penelitian penularan pada rumah tangga di China menunjukkan, anak-anak terinfeksi dari orang dewasa, bukan sebaliknya.

Angka reproduksi virus penyebab Covid-19 adalah 2-3, demikian kajian Carlos del Rio dari Fakultas Kedokteran Universitas Emory, AS, yang dimuat di Jurnal Asosiasi Kedokteran Amerika (JAMA), 28 Februari 2020. Artinya, satu penderita bisa menularkan kepada 2 sampai 3 orang lain. Angka ini lebih tinggi daripada influenza.

Menurut penelitian Matthew Biggerstaff dan tim dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, yang dimuat pada jurnal BMC Infectious Diseases, 4 September 2014, angka reproduksi dari influenza musiman adalah 1,28. Adapun angka reproduksi untuk flu babi 1,46.

Jadi, meskipun kecepatan penularan Covid-19 lebih lambat, jumlah orang yang bisa tertular lebih banyak. Hal itu menunjukkan Covid-19 lebih membebani kesehatan masyarakat karena akan lebih banyak orang tertular begitu ada orang positif Covid-19.

Itu sebabnya pelacakan sumber penularan harus cepat dilakukan dan penderita harus segera dikarantina agar tidak menularkan penyakit kepada banyak orang.

Penyakit lebih parah
Meski gejala influenza dan Covid-19 mirip, jumlah yang penyakitnya menjadi parah berbeda. Pada Covid-19, data saat ini menunjukkan, 80 persen mengalami infeksi ringan atau tanpa gejala, 15 persen infeksi parah sehingga membutuhkan oksigen, dan 5 persen mengalami infeksi kritis sehingga memerlukan ventilator (alat bantu pernapasan). Pada penderita influenza, persentase menjadi parah jauh lebih sedikit.

Angka kematian Covid-19 juga lebih tinggi daripada influenza musiman. Sejauh ini, data WHO mencatat, rasio kematian kasar Covid-19 (jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan kasus yang dilaporkan) sebesar 3-4 persen. Untuk influenza musiman, kematian jauh di bawah 0,1 persen. Namun sebenarnya, kematian sebagian besar ditentukan akses dan kualitas pelayanan kesehatan.

Mereka yang berisiko terkena influenza parah adalah anak-anak, perempuan hamil, orang lanjut usia, serta orang yang memiliki penyakit kronis dan yang rendah kekebalan tubuhnya. Untuk Covid-19, yang berisiko menjadi parah selain orang lanjut usia, penderita penyakit kronis (diabetes, gangguan jantung, dan paru) serta yang rendah kekebalan tubuhnya, belakangan juga diketahui terjadi pada orang usia produktif.

Sebuah penelitian di China, sebagaimana dikutip Sciencealert, 14 Maret, menunjukkan, 41 persen kasus parah terjadi pada orang berusia di bawah 50 tahun. Sementara, kasus parah pada usia 65 tahun ke atas hanya 27 persen.

Untuk mencegah terkena influenza, saat ini telah tersedia vaksin sesuai jenis virus influenza yang sedang beredar. Selain itu, ada berbagai obat antivirus untuk influenza.

Adapun untuk Covid-19, para peneliti di seluruh dunia sedang berjuang untuk mendapatkan vaksin dan obat yang efektif untuk mengatasinya. Tak kurang dari 24 kandidat vaksin kini sedang dikembangkan berbagai pusat penelitian dan perusahaan farmasi.

Meski vaksin influenza tidak efektif terhadap virus penyebab Covid-19, disarankan untuk mendapatkan vaksinasi demi mencegah infeksi influenza.

Sebelum didapatkan vaksin dan terapi efektif untuk Covid-19, kita harus disiplin melakukan upaya mencegah penularan, yakni menjaga kebersihan dengan rajin mencuci tangan dengan air dan sabun; tidak menyentuh mata, hidung dan mulut; serta melaksanakan etiket batuk dan bersin yang baik—menutup dengan siku dalam atau menutup dengan tisu serta segera membuang ke tempat sampah agar virus tidak menyebar ke udara atau menempel di berbagai benda.

Oleh ATIKA WALUJANI MOEDJIONO

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 31 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB