JUMLAH gempa di Gunung Kelud meningkat. Suhu di puncak meningkat, satwa turun dari puncak. Suhu air danau kawah meningkat, hingga 56,4 derajat celsius. Dari jejak sejarah letusan, tahun 1990 suhunya mencapai 41 derajat celsius. Warga diminta menjauhi daerah terlarang, yakni radius 5 km. PMI melakukan Apel Siaga Kelud, Rabu (12/2).
Apa yang bakal terjadi dengan Kelud? Apakah akan terjadi letusan besar yang bakal menelan korban banyak seperti tahun 1919? Sebagian orang mencatat bahwa letusan Kelud membawa kisah lain, yang dikaitkan dengan gerak kosmologi. Letusan Kelud menandai suatu peristiwa besar di negeri ini. Peristiwa vulkanik Kelud membawa perubahan signifikan dalam sejarah kepemimpinan negeri ini. Kelud, di samping Gunung Merapi di DI Yogyakarta, adalah gunung-gunung yang ”karismatik”.
Itu sepenggal kesimpulan dari perbincangan dengan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono, Rabu (12/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diskusi dengan Surono dan Igan Supriatman Sutawidjaja, penyelidik bumi PVMBG, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, memperjelas sosok dan karakter gunung yang tapaknya berada di Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, dan Kabupaten
Kediri.
Gunung Kelud yang mulai tercatat letusannya sejak tahun 1000—seperti termuat dalam buku Data Dasar Gunung Api Indonesia (ESDM, 2011)—menunjukkan perubahan sifat sejak tahun 1000 hingga 1864 (pada 3-4 Januari) dengan 26 kali erupsi, walau tidak jelas sifat erupsinya. Namun, berdasarkan catatan tentang letusan 1901, sifat letusan Kelud eksplosif. Setelah 37 tahun tenang, gunung ini meletus dengan memuntahkan sekitar 200 juta ton meter kubik (meter kubik) material padat. Dari catatan, letusan Merapi pada 2010 melontarkan sekitar 150 juta meter kubik material vulkanik.
Volume air danau kawah mencapai 38 juta meter kubik sebelum meletus. Volume air
dikurangi dengan menggali lereng barat untuk mengalirkan keluar air danau kawah—hanya mampu mengeluarkan 4,3 juta m3 air.
Sejak itu hingga letusan pada 1991 Kelud selalu melepas energi besar melalui letusan eksplosif. Korban jiwa terbanyak tercatat pada 1919, jumlahnya lebih dari 5.000 orang. Letusan ini tercatat sebagai bencana terbesar oleh Kelud pada abad ke-20.
Letusan efusif
Surono, yang melakukan penelitian pada Gunung Kelud, menuturkan, pada 2007 merupakan tahun anomali bagi Kelud. Gunung api yang sekitar 100 tahun terakhir selalu meletus secara eksplosif, tanpa diduga menunjukkan aktivitas letusan efusif. Tak ada entakan dengan energi besar yang melontarkan material padat dalam jumlah besar. Hanya gas dan uap yang ”merembes” keluar.
Menurut Surono, ketika itu sebenarnya sebelum letusan tercatat gempa-gempa yang menunjukkan adanya energi besar pada gunung tersebut. ”Gempa-gempanya lebih besar dari tahun 1990,” katanya.
Rupanya terjadi kebocoran emisi gas sejak April 2007 sampai akhir September 2007. Puncak aktivitas terjadi 16 Oktober 2007 ditandai dengan 306 kali gempa dangkal—menunjukkan ada gerakan ”menusuk” ke permukaan. ”Ketika itu terjadi perubahan warna air danau, bermacam-macam, kuning ke hijau, ke coklat atau kemerah-merahan,” kata Surono. Hal itu menunjukkan indikasi bahwa kadar gasnya tinggi. Ketika itu kadar gas SO2-nya naik dari 14 ton per hari menjadi 515 ton per hari. Surono lalu menghentikan pengukuran karena situasi amat berbahaya. Mengukur kadar gas hanya bisa dilakukan dengan membuat sapuan di atas danau secara langsung.
”Karena gas dan uap telah merembes melalui retakan, Kelud kehilangan daya dobrak karena gasnya sudah keluar duluan,” demikian Surono.
Dari berbagai survei tentang Kelud, kata Surono, diketahui bahwa jumlah korban jiwa berbanding lurus dengan volume air danau kawah. Ketika itu volume air danau kawah berkurang karena telah dibangun terowongan Ampera.
Embusan gas
Igan menjelaskan, dari pengamatan pada laporan kondisi Kelud saat ini, dia menilai Kelud sedang mengeluarkan gas.
Menurut dia, jika sudah menjadi uap (tercampur air) atau material padat, entakan getaran akan lebih kuat, menghasilkan gempa dengan amplitudo tinggi.
Kelud, menurut Igan, sedang melepas energi berupa gas melalui retakan-retakan yang menghasilkan solfatara atau fumarol. Igan menyatakan, jika terjadi letusan gas, gas akan turun melalui bibir kawah bagian barat yang dulu sudah digali. ”Yang terkena adalah daerah Kali Badak,” katanya.
Jika letusan eksplosif terjadi dan meruntuhkan kubah lava serta melontarkan material vulkanik, dampaknya bisa ke berbagai arah.
”Kita terus mengamati getaran seismiknya dan mengamati deformasi tubuh gunung, membengkak atau tidak. Jika membengkak berarti ada peningkatan tekanan dari dalam dan bisa terjadi letusan,” ujar Igan.
Jika meletus, sebagian orang akan bertanya-tanya, ”Pertanda apakah ini?” Karena Kelud adalah gunung karismatik. Karismatik juga berarti, Kelud menjadi dambaan para peneliti di dunia internasional.
Oleh: Brigitta Isworo Laksmi
Sumber: Kompas, 13 Februari 2014