Telepon seluler saya mengeluarkan bunyi tak lama setelah tiba di Mal Pacific Place, di Kawasan Niaga Sudirman. Rupanya sebuah pesan singkat masuk. Isinya adalah penawaran diskon di sebuah tempat makan, kebetulan berada di mal yang sama.
Ini bukan kali pertama pesan seperti itu diterima. Begitu memasuki pusat perbelanjaan, kita selalu menerima pesan singkat berisi penawaran di tempat yang sama. Padahal, tidak sekalipun saya mengunggah lokasi lewat media sosial atau layanan lain. Penawaran-penawaran itu sepertinya bisa mengikuti di mana pun kaki melangkah.
Penawaran seperti ini tidak bisa dicegah oleh saya ataupun mereka yang hidupnya tidak bisa lepas dari gawai elektronik. Inilah yang terjadi sewaktu kita menghabiskan hari dengan meninggalkan data demi data. Pesan singkat promosi itu berasal dari data yang muncul karena ponsel kita terhubung dengan menara pemancar jaringan seluler di lokasi tertentu dan operator telekomunikasi bekerja sama dengan restoran atau pelaku usaha lain di lokasi tersebut untuk memberikan penawaran yang paling relevan bagi konsumen, atau kita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bukan data itu saja yang kita tinggalkan sepanjang hari. Setiap hari, ada 5 juta tweet dikicaukan oleh pengguna Twitter, 45 juta status Facebook yang diunggah, dan 210 miliar surat elektronik yang dikirimkan. Belum berbicara gambar yang diunggah, teks yang dikirim, video yang ditonton. Yang menarik adalah fenomena internet of things makin mendorong produksi data oleh manusia. Fenomena ini menjelaskan makin banyak benda yang tersambung dengan internet, seperti lampu, termometer, kulkas, televisi, dan kunci pintu.
Bak tsunami, jejak digital dari data yang dihasilkan 7,2 miliar pengguna internet di dunia bisa menjadi beban apabila tidak terstruktur dan tidak bisa dikomunikasikan sehingga memunculkan makna. Apabila berhasil mengatasi tantangan tersebut, bukan tidak mungkin seseorang bisa mendapatkan wawasan mengenai perilaku para pengguna internet untuk mengetahui tren yang sedang berlangsung atau yang akan datang.
Inilah tantangan yang disodorkan oleh big data, sebuah istilah yang menyebut arsip data yang melimpah yang dimiliki perusahaan dan menunggu untuk diolah, dianalisis, hingga dimanfaatkan karena bisa saja kumpulan data itu dibiarkan teronggok tanpa guna.
Menjawab banyak hal
Chief Technology Officer Mediatrac Imron Zuhri berpendapat, big data adalah perangkat yang bisa membantu manusia untuk menjawab banyak hal. Mulai menjelaskan sesuatu, menganalisis, memperkirakan, hingga menyiapkan langkah di masa mendatang. Sebagian besar dari big data adalah upaya untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber, menapis, dan menghubungkan mereka sehingga memiliki makna.
Contoh yang bisa dipakai adalah layanan Waze yang menyodorkan rekomendasi jalur lalu lintas bagi para pengguna untuk menghindari kemacetan. Yang dilakukan aplikasi ini adalah mengumpulkan data dari seluruh pengguna Waze di lokasi yang sama dan menganalisis kecepatan rata-rata dari kendaraan yang sedang ditumpangi. Jika kecepatannya rendah atau berhenti, akan disimpulkan sebagai titik macet sehingga pengguna lain akan diberi rekomendasi untuk menghindari jalan yang sama.
Chief Innovation and Strategy Advisor Telkom Group Indra Utoyo memaparkan strategi grup tersebut terkait manajemen big data dalam perhelatan “Big Data Week”, Senin (9/3). Big data adalah kebutuhan yang tidak terelakkan oleh setiap perusahaan untuk mengelola data digital yang dihasilkan para pengguna internet untuk keberlangsungan usaha mereka.
Salah satu bentuk dari pemanfaatan big data adalah pemasaran kontekstual, yakni menyodorkan konten yang relevan bagi pengguna. Bentuknya bisa berupa iklan yang muncul sesuai kata yang pernah kita ketik di bilah pencarian atau produk yang kita buka sebelumnya.
Chief Innovation and Strategy Advisor Telkom Group Indra Utoyo memaparkan strategi grup tersebut terkait manajemen big data dalam acara “Big Data Week”, Senin (9/3).
“Google yang sudah mulai terlebih dahulu pun masih menemui kesulitan untuk mengonsolidasikan seluruh data yang mereka kumpulkan,” kata Imron.
Operator telekomunikasi sebagai salah satu pihak yang membangun infrastruktur internet juga harus mulai merengkuh big data agar bisa bersaing di masa mendatang. Pendapat tersebut dilontarkan Indra Utoyo, Chief Innovation and Strategy Advisor Telkom Group, sewaktu memberi pemaparan di perhelatan “Big Data Week” awal minggu ini. Dengan pengetahuan atas konsumen yang lebih baik, seharusnya operator telekomunikasi memiliki posisi tawar terhadap layanan di atas internet atau kerap disebut over the top (OTT).
“Telkom sedang menjadi pengumpul data dari berbagai sumber, seperti KTP elektronik, surat izin mengemudi, sampai data dari Facebook maupun Google untuk program e-Pemerintah, e-Kesehatan, dan e-Pendidikan,” ujar Indra.
Pakar big data Tom Davenport mengatakan, setiap usaha yang ingin berkembang, terlebih yang sudah tersambung dengan internet, wajib untuk memahami peran big data. Pemanfaatan big data bisa dimulai dari mengikuti apa yang diinginkan konsumen.
Bagi mereka yang percaya dengan distopia, tentu saja fenomena big data ini meresahkan. Bagaimana mungkin menyerahkan keputusan manusia kepada seperangkat data dan mesin. Menurut Davenport, yang harus dilakukan adalah membangun interaksi hibrida antara manusia yang bekerja sama dan mesin sebagai mitra bukan pengganti. Jangan sampai kita terempas gelombang dan tenggelam oleh tsunami data.
Didit Putra Erlangga Rahardjo
Sumber: Kompas Siang | 13 Maret 2015