Menangani Varian Baru Covid-19

- Editor

Selasa, 18 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Covid-19 masih terus berkecamuk di dunia dan berbagai informasi serta perkembangan baru masih saja terus terjadi. Kita masih harus terus waspada dan senantiasa meningkatkan upaya penanggulangan pandemi.

Harian Kompas pada 4 Mei 2021 menulis berita berjudul ”Tiga Varian Baru SARS-CoV-2 Masuk ke Indonesia”, sesuai keterangan resmi dari Kementerian Kesehatan.

Kemudian, Kompas pada 5 Mei 2021 juga menulis ”Transmisi Lokal Varian Baru Telah Terjadi”. Hal ini karena sudah ada warga Indonesia yang positif terinfeksi varian B.1.1.7, B.1.351, dan juga B.1.617. Varian-varian ini kini memang jadi perhatian dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 27 April 2021 mengelompokkan B.1.1.7 dan B.1.351 tersebut sebagai variant of concern (VOC) serta juga sudah memasukkan B.1.617 sebagai variant of interest (VOI).

Data lain dari European Center for Disease Prevention and Control (E-CDC) per 4 Mei 2021 juga membuat pengelompokan yang sama dengan WHO, hanya saja mereka menambahkan B.1.1.7+E484K sebagai bagian dari VOC. Indonesia juga sudah melaporkan adanya mutasi E484K pada April lalu. Di sebagian negara, mutasi ini dikenal sebagai ”mutasi eek”.

Karena kini varian-varian baru ini sudah telanjur masuk ke negeri kita, maka memang perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat agar penyebarannya dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan peningkatan kasus secara berlebihan, seperti sudah terjadi di negara-negara lain. Setidaknya ada lima langkah yang dapat dipertimbangkan untuk kita lakukan bersama.

PE dan PPI
Pertama, tentu perlu dilakukan penyelidikan epidemiologik (PE) secara amat ekstensif pada mereka-mereka yang sudah ditemukan positif varian baru ini. Harus dideteksi dengan amat jelas dengan siapa saja mereka kontak dalam waktu terakhir ini dan semua yang kontak perlu diperiksa mendalam serta diikuti selama beberapa waktu.

Maksudnya, kalau toh kontak itu sekarang masih negatif, bukan tidak mungkin itu masih dalam masa inkubasi awal sehingga virusnya belum terdeteksi. Oleh karena itu, perlu pengamatan dalam beberapa waktu ke depan. Juga, harus dicek lini keduanya. Lini kedua adalah mereka yang melakukan kontak dengan para kontak yang langsung bertemu dengan pasien yang terinfeksi varian baru ini.

Aspek lain dari penyelidikan epidemiologik ini adalah mencoba menggali dari mana mereka tertular pertama kali. Kalau memang jelas tertular dari WNI yang datang, tentu lebih mudah dilokalisasi. Meski demikian, perlu dicari juga dengan teliti kemungkinan sumber penularan lain.

Semua kegiatan penyelidikan epidemiologik ini seyogianya juga meliputi pemeriksaan whole genome sequencing, yang bukan saja untuk mendeteksi ada tidaknya varian baru, melainkan juga untuk analisis rincinya lebih lanjut. Kita tahu bahwa B.1.617 setidaknya ada tiga jenis, yaitu B.1.671.1, B.1.671.2, dan B.1.671.3 yang masing-masing berbeda gambaran genomiknya serta harus dapat diidentifikasi dengan baik di negara kita.

Hal kedua adalah perlunya ditingkatkan program pengendalian infeksi/ PPI (infection prevention control/IPC) di berbagai klinik dan rumah sakit.

Publikasi WHO, akhir April 2021, jelas menyebutkan bahwa bukti dari berbagai negara yang mengalami penyebaran luas varian baru VOC Covid-19 menunjukkan bahwa pelaksanaan protokol kesehatan yang baik serta penerapan program pengendalian infeksi (PPI) di fasilitas pelayanan kesehatan ternyata efektif menurunkan insiden kasus Covid-19. Ini kemudian juga menurunkan angka perawatan di rumah sakit dan kematian akibat penyakit ini.

Untuk ini perlu dilakukan tiga hal, yakni kebijakan yang tepat di semua lini, pemahaman dan keterlibatan aktif semua tenaga kesehatan, serta tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.

,Surveilans dan ”unusual event”
Hal ketiga yang perlu dilakukan adalah terus menggiatkan kegiatan surveilans yang terstruktur dengan baik. Surveilans adalah pengamatan terus-menerus keadaan epidemiologi suatu penyakit yang diikuti dengan tindakan segera untuk mengatasinya, sesuai dengan perkembangan data hasil pengamatan itu.

Setidaknya ada tiga aspek surveilans yang perlu dilakukan. Pertama, surveilans epidemiologik keadaan penyakit di masyarakat, yang bukan hanya mencakup naik turunnya jumlah kasus dan kematian, melainkan juga pola penularan yang terjadi di masyarakat.

Dalam Weekly Situation Report WHO SEARO (South East Asia Regional Office) April 2021 disebutkan, Indonesia ada dalam status community transmission, penularan di masyarakat, sehingga tentu surveilans pada pola penularan ini menjadi bagian yang amat penting untuk mengendalikan pandemi dan juga mengendalikan varian baru yang sudah masuk ke negara kita.

—–Varian baru SARS-CoV-2 B.1.1.7 yang lebih menular dan mematikan telah tersebar di 94 negara, termasuk Indonesia. Sumber: cov-lineages.org

Kedua, perlu dilakukan surveilans tentang pola keadaan penyakitnya, termasuk pola gejala yang ada, bagaimana kemungkinan perubahan gambaran klinik, hasil pengobatan yang dilakukan, dan lain-lain. Aspek ketiga dari surveilans adalah melibatkan surveilans genomik sehingga data sampai tingkat molekuler dapat diperoleh untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat.

Hal keempat yang seyogianya dilakukan untuk pengendalian varian baru adalah kegiatan untuk terus mendeteksi dan menganalisis adanya kejadian-kejadian khusus yang tidak biasa terjadi atau kalau menurut WHO disebut sebagai detect unusual event.

Yang dimaksud di sini adalah kejadian-kejadian penyakit yang tidak biasa ditemui, misalnya orang muda yang tadinya sehat bugar dan selalu menjaga 3M dengan ketat, ternyata jatuh sakit Covid-19, atau mereka yang sudah divaksin dua kali secara baik ternyata jatuh sakit berat sampai masuk ICU. Atau terjadi kluster penyakit cukup berat di lingkungan tertentu, padahal tempat itu sudah menjaga ventilasi dan protokol kesehatan dengan baik dan contoh-contoh yang lain yang mungkin terjadi.

Kejadian tidak biasa (unusual event) ini memang mungkin saja terjadi karena berbagai sebab, tetapi kemungkinan terjadi akibat infeksi varian baru perlu amat diwaspadai. Jadi, kalau ada kecenderungan kejadian tidak biasa seperti di atas, sebaiknya dilakukan analisis mendalam, termasuk whole genome sequencing dan juga penelusuran kasus yang intensif.

Selain keempat hal di atas, untuk mengendalikan varian baru di negara kita, maka kita perlu melakukan hal yang kelima, yaitu terus menjaga 3M dengan ketat, terus meningkatkan kegiatan 3T, dan terus menambah jumlah warga kita yang dapat divaksin Covid-19.

Langkah 3M adalah memakai masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Adapun 3T meliputi testing, tracing, dan treatment, atau melakukan tes Covid-19, penelusuran kontak erat, dan tindak lanjut berupa perawatan pasien Covid-19.

Hal kelima ini punya dua aspek penting. Pertama, untuk mencegah perluasan penularan varian baru yang datang dari luar negeri dan kedua untuk mencegah terbentuknya varian baru versi negara kita sendiri. Mutasi terjadi kalau virus memperbanyak diri.

Kalau virus bereplikasi, mungkin saja ada perubahan dari sebagian dirinya, dan inilah yang disebut sebagai mutasi. Ini terjadi kalau penularan masih terus meluas di masyarakat. Kalau kita tidak menjaga 3M dengan baik sehingga penularan di masyarakat terus meningkat, mungkin saja dapat terjadi mutasi-mutasi di dalam negeri.

Penerapan 3M tentunya juga amat penting untuk mencegah kita tertular dari varian baru luar negeri yang sudah masuk ke negara kita. Pelaksanaan tes yang tinggi sebagai bagian dari kegiatan 3T menjadi amat penting untuk menemukan kasus-kasus baru dan kalau itu tergolong dalam keadaan tidak biasa (unusual event), maka bukan tidak mungkin berhubungan dengan varian baru yang kini amat kita khawatirkan.

Tentu tes harus diikuti dengan telusur untuk mendapatkan kontaknya —apalagi kalau varian baru— dan terapi untuk mengobati mereka yang sakit. Kegiatan vaksinasi juga harus terus ditingkatkan karena vaksinasi dapat melindungi kita terhadap Covid-19.

Memang banyak diskusi tentang dampak varian dan mutasi baru ini terhadap efikasi vaksin, tetapi sejauh ini vaksin yang ada masihlah bermanfaat.

Untuk vaksin yang sekarang dipakai di negara kita, misalnya, dalam dokumen WHO tentang Emergency Use of Listing (EUL), disebutkan pada 10 Februari 2021 bahwa vaksin Astra Zeneca masih punya efektivitas yang tinggi terhadap varian B.1.1.7 dan mungkin kurang efektif pada varian B.1.351.

Kalau, toh, nantinya efikasi jadi amat terganggu, para pakar akan dapat melakukan modifikasi vaksin dalam waktu yang cukup pendek.

Covid-19 masih terus berkecamuk di dunia dan berbagai informasi serta perkembangan baru masih saja terus terjadi. Kita masih harus terus waspada dan senantiasa meningkatkan upaya penanggulangan agar pandemi ini dapat kita kendalikan dengan baik.

Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara

Editor: YOHANES KRISNAWAN

Sumber: Kompas, 10 Mei 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB