Orang yang menggunakan data sebagai basis pengambilan keputusan dinilai dapat bertahan dan terus maju di tengah perubahan zaman. Era digital mempercepat terjadinya perubahan dan menuntut siapa pun untuk terus mau belajar tentang hal baru. Namun, sisi kemanusiaan harus tetap dipertahankan karena menjadi kekhasan manusia di tengah era digital yang kian banyak diisi oleh kecerdasan buatan dan hal-hal mekanik.
Eileen Rachman, psikolog dan konsultan sumber daya manusia dari Experd, saat meluncurkan bukunya yang berjudul “7 Edgy Keys to Success, 225 Habits for Winners”, di Jakarta, Rabu (20/12) kemarin, menuturkan bagaimana sisi kemanusiaan para pengambil keputusan tak boleh hilang oleh disrupsi digital. Buku Eileen menceritakan tentang bagaimana mengubah pola pikir manusia agar tidak tergilas habis di era digital. Buku yang ditulis Eileen itu diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Dalam tujuh cara ‘tidak biasa’ yang diungkapkan Eileen di bukunya, tiga diantaranya adalah ‘jadilah orang yang lapar data’, ‘jadilah pembelajar seumur hidup’, dan ‘tetap terhubung dengan lingkungan sosial’.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada satu keunggulan yang dimiliki manusia dan membedakan mereka dari kecerdasan buatan atau mesin yakni empati atau perasaan yang membuat manusia bisa menjadi bagian dari lingkungan sosial
“Lewat data kita bisa baca peluang,” kata Eileen dalam acara peluncuran bukunya yang ke-14 itu. Hal itu dapat terjadi karena data berbicara tentang apa yang sedang terjadi. Melalui angka-angka yang disajikan, data bisa mengatakan suatu hal itu sedang maju atau mundur, bertumbuh cepat atau melambat.
Achmad Zaky, Direktur Eksekutif dari Bukalapak, sepakat bahwa data adalah kunci kemajuan dari seseorang ataupun sebuah perusahaan. Ia menjelaskan, data dapat mengukur capaian. Data juga menjadi dasar baginya untuk menjalankan usahanya.
“Kalau dalam rapat, data adalah bosnya. Misalnya ada atasan yang bicara tanpa dasar data, anak buah berhak buat komplain semisal data yang disajikan tidak sesuai omongan atasan,” kata Zaky, yang menjadi salah satu narasumber dalam peluncuran buku itu.
Misalnya ada atasan yang bicara tanpa dasar data, anak buah berhak buat komplain semisal data yang disajikan tidak sesuai omongan atasan
Selain itu, Zaky menganggap bahwa data membuat transparansi di perusahaan itu tampak nyata. “Saya meminta teman-teman itu untuk aware dengan data. Kita bisa lihat lewat data, hari ini apakah saya sudah berkembang atau belum lewat capaian-capaian yang tertera lewat angka,” kata Zaky.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Pelajar membaca buku yang disediakan oleh pustaka keliling Words on Wheels (WoW) di SD Negeri Timuran, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta, Senin (13/11). Di era digital yang kian banyak diisi oleh hal-hal berbau mekanis hingga kecerdasan buatan, sisi kemanusiaan tetap harus dipertahankan sebagai basis dalam pengambilan keputusan.
“Data sangat penting karena dia menjadi landasan untuk menganalisa kesalahan atau keberhasilan di masa lampau,” terang Zaky. Hal itu berguna untuk membuat perusahaan atau seseorang berkembang menjadi lebih baik dan tidak jatuh pada kesalahan yang sama.
Seto Lareno, Chief People dan Operations Officer dari Binar Academy, mengatakan hal yang tidak jauh berbeda. Bagi Seto, data hendaknya menjadi kunci dalam pengambilan keputusan, terutama perusahaan. “Data mengukur strategi dan membuat kita bisa membaca persoalan yang sedang dialami,” tutur Seto.
Hal lain yang menarik bagi Seto dalam buku Eileen adalah adanya pernyataan ‘jadilah pembelajar seumur hidup’. Ia langsung merefleksikan dari pengalamannya membentuk sebuah usaha rintisan berbasis pendidikan. Binar Academy adalah usaha rintisan yang dibuat Seto. Melalui Binar Academy, Seto memberikan pelajaran coding gratis untuk anak-anak muda agar memiliki keahlian yang dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan yang mulai bertransformasi ke digital.
“Istilah dalam bahasa pemrograman selalu baru. Kita harus mau belajar untuk bisa beradaptasi dan bersaing. Dengan terus belajar hal baru itu, kita bisa menyesuaikan kebutuhan pasar,” kata Seto.
Tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi berkembang begitu cepat. Terlibat dalam perkembangan teknologi itu pun tidak bisa dihindari. Di era digital, dunia tampak semakin praktis. Kecerdasan buatan seolah mengalahkan manusia dan mesin-mesin mulai menggantikan tenaga manusia.
Namun, Eileen menyatakan, masih ada satu keunggulan yang dimiliki manusia dan membedakan mereka dari kecerdasan buatan atau mesin-mesin itu. Hal itu dinamakan dengan empati atau perasaan yang membuat manusia bisa menjadi bagian dari lingkungan sosial. Oleh karena itu, dalam bukunya, Eileen memasukkan ‘tetap terhubung dengan lingkungan sosial’ menjadi salah satu kunci kesuksesan.
“Manusia lebih unggul daripada mesin ataupun kecerdasan buatan. Apakah kecerdasan buatan mampu mengerti apa yang memahami perasaan manusia? Saya rasa tidak,” kata Eileen. “Sisi kemanusiaan tidak boleh kita hilangkan. Itu harus kita hidupkan karena membedakan kita daripada mesin ataupun kecerdasan buatan.” (DD16)
Sumber: Kompas, 21 Desember 2017