Jongla, yang dilafalkan yong-la, adalah layanan percakapan atau messaging yang hadir dari Finlandia. Meski baru berusia tiga tahun, layanan ini sudah mengincar Indonesia untuk menumbuhkan basis penggunanya, sementara pasar dalam negeri sudah dikuasai layanan lama seperti WhatsApp, LINE, Blackberry Messenger, Kakao, atau WeChat.
Pertanyaan yang paling mudah dilontarkan tentulah cara Jongla untuk melakukan maksudnya. Dalam sesi bincang khusus bersama CEO Jongla Riku Salminen, mereka setidaknya memiliki optimisme.
“Sebagai permulaan, Jongla berukuran sangat kecil sehingga tidak memberatkan ponsel. Ukuran file aplikasi saat diunduh hanya 1,8 megabits, sementara layanan lain bisa mencapai puluhan megabits,” kata Riku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selebihnya, Jongla sebetulnya tidak menawarkan hal yang baru. Bertukar pesan sebagai inti dari layanan disajikan dengan bentuk sederhana berupa teks dilengkapi kemampuan untuk mengimbuhkan bentuk visual tertentu, yakni stiker, lagi-lagi juga sudah ditemui di layanan lain.
Saat ini baru ada satu koleksi stiker yang berasal dari budaya dari dalam negeri, yakni punakawan. Riku menuturkan bahwa peluang bagi seniman visual dari Indonesia untuk mengirimkan karya terbuka lebih meski harus melalui penyaringan ketat karena stiker yang lolos akan disebarkan secara global, bukan per kawasan seperti layanan lain.
Selain itu, pengguna juga bisa mengirimkan foto, video, dan suara. Teknologi tekan untuk berbicara (push to talk) digarap khusus oleh Jongla dengan menghadirkan fitur sound candy atau memasang filter untuk suara yang kita kirimkan. Hasilnya adalah suara normal bisa dimodifikasi menjadi melengking atau menjadi berat saat diterima lawan bicara.
Terbuka
Jurus andalan layanan percakapan ini adalah Open Jongla. Fitur ini memungkinkan seorang pengguna Jongla untuk mengirimkan pesan, tidak hanya teks, tetapi berikut stiker kepada lawan bicara meski dia tidak memasang aplikasi tersebut di ponselnya. Di daftar kontak, pengguna bisa mengetahui mana yang sudah memasang Jongla dengan ikon pesawat kertas di samping namanya.
Cara kerjanya adalah begitu pesan dikirimkan dari pengguna Jongla, penerima yang bukan seorang pengguna akan mendapatkan pesan singkat atau SMS berisi kabar bahwa dia mendapatkan pesan baru berikut tautan untuk membukanya. Begitu tautan dibuka, pesan itu akan tampil dan dia juga bisa membalasnya.
“Dengan demikian, layanan ini bisa dipakai untuk berbagai jenis ponsel asal bisa terhubung dengan internet,” kata Riku.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–Jongla adalah layanan percakapan asal Finlandia yang tengah mengembangkan pasar dan bersaing dengan layanan yang sudah datang sebelumnya, Rabu (28/10). Salah satu fitur yang mereka perkenalkan baru-baru ini adalah Open Jongla yang memungkinkan pengguna untuk mengirimkan pesan kepada bukan pengguna.
Fitur ini digadang-gadang Jongla sebagai solusi yang bisa memikat para pengguna dari Indonesia. Komunikasi bisa tetap dilakukan tanpa harus memastikan apakah lawan bicara memasang aplikasi yang sama.
Berdasarkan survei yang digelar pada bulan Oktober, 10 persen pesan yang dibuat pengguna Jongla dikirim ke nomor yang tidak memasang aplikasi tersebut. Dari komunikasi tersebut, 25 persen akhirnya ikut memasang aplikasi.
Memanfaatkan layanan internet untuk mengirimkan pesan, kata Riku, pihaknya memastikan untuk tidak seorang pun bisa menyalahgunakannya, seperti memakai untuk menyebarkan pesan sampah atau spam berisi iklan. Fitur ini membatasi jumlah pesan yang bisa diterima oleh bukan pengguna Jongla sekaligus jumlah pesan yang bisa dikirimkan oleh pengguna Jongla.
Rentan
Tentu saja muncul pertanyaan lain dari fitur ini terutama terkait keamanan data mengingat Open Jongla memungkinkan seseorang yang bukan pengguna untuk berinteraksi dengan pengguna Jongla. Riku menepisnya dan memastikan bahwa transmisi pesan yang dilakukan sudah melalui enkripsi dan situs yang digunakan untuk menampilkan pesan juga sudah dipastikan keamanannya. Setiap pesan juga memuat informasi khusus mengenai identitas nomor lawan bicara. Artinya, pesan berikut tautan yang diteruskan ke perangkat lain tidak akan bisa dibuka.
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO–CEO Jongla Riku Salminen memperkenalkan fitur Open Jongla yang menjadi bagian dari layanan percakapan asal Finlandia itu, Senin (26/10). Fitur ini memungkinkan pengguna untuk bisa mengirimkan pesan kepada rekannya yang belum memasang aplikasi yang sama. Strategi ini diharapkan bisa mendongkrak jumlah pengguna di Asia Tenggara.
Sayangnya hal yang sebaliknya terjadi sewaktu Kompas mencoba sendiri layanan percakapan ini pada hari Selasa (27/10). Sebagai permulaan, setiap pesan yang dikirim ke nomor yang bukan pengguna akan diterima sebagai pesan singkat dari nomor-nomor yang berbeda sehingga penerima tidak akan bisa mengetahui identitas pengirim pesan kecuali jika membuka tautannya.
Salah satu pesan berisi tautan yang belum dibuka sengaja diteruskan ke nomor lain untuk dibuka di sana dan ternyata memang bisa dilakukan. Dari nomor lain itu bisa dipergunakan untuk membalas pesan yang diterima dengan identitas yang tidak berubah. Saat tautan yang sama dibuka lagi di nomor lain, pesan sudah tidak bisa terbaca karena sesinya sudah berlalu.
Tentu saja celah itu bisa menimbulkan masalah keamanan serius. Apabila ada seseorang yang mendapatkan tautan itu dan mengaksesnya terlebih dahulu, dia bisa berkomunikasi atas nama pengguna lain.
Jika Jongla ingin menjadikan fitur Open Jongla sebagai strategi utama dalam mendongkrak jumlah pengguna, sebaiknya celah keamanan itu harus diatasi terlebih dahulu. Fitur ini memang cukup menarik untuk membuat seseorang mencoba memasangnya di ponsel mereka meski harus dengan kesadaran bahwa ada celah keamanan serius yang bisa jadi dimanfaatkan pihak tertentu untuk merugikan mereka.
DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Sumber: Kompas Siang | 29 Oktober 2015