”Sebagai Presiden, saya berat untuk tandatangani UU (Pilkada) ini karena merebut hak rakyat dan berpotensi konflik dengan produk hukum lain, spt UU Pemda. *SBY*”, begitu kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun Twitter @SBYudhoyono saat sedang melawat ke Amerika Serikat.
Janji SBY untuk tidak menandatangani UU ini ternyata ditanggapi berbeda oleh publik. ”Sudahlah Pak. Enggak mempan” kata akun @alexandermatius. ”Cukup dramanya Pak, mual!” kata akun @rievy_ipy. Akun lain juga memberikan tanggapan senada, bahkan banyak yang di luar batas.
Apa pun yang disampaikan SBY melalui Twitter selalu mendapat cibiran tiada tara dengan terus mengumandangkan tagar #ShameOnYouSBY. Tagar atau hashtag ini dua hari berturutturut memuncaki trending topic Indonesia bahkan dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Energi untuk memprotes SBY seolah mengalir tanpa henti. Dalam catatan Kompas, inilah serangan terburuk dan terlama di media sosial kepada SBY. SBY pernah mendapatkan serangan serupa dengan tagar #PresidenKeMana pada kasus penyelematan Komisi Pemberantasan Korupsi, Oktober 2012.
Bedanya, pada #PresidenKeMana, SBY mampu menyelesaikannya dengan baik dan masyarakat langsung percaya. Kini, #ShameOnYouSBY benar-benar membuat posisi SBY sulit bertindak karena tensi kemarahan publik sampai puncaknya.
Di Twitter, saat Kompas menganalisis pada Sabtu malam, hanya dibutuhkan waktu satu menit untuk menyebarkan 500 percakapan dengan tagar #ShameOnYouSBY. Hal yang mengejutkan, dalam pengecekan Kompas dari sampel 500 percakapan, tak ada tagar yang dikendalikan oleh robot.
Percakapan yang terjadi di media sosial benar-benar natural ekspresi netizen. Kebanyakan mereka adalah pengguna smartphone (391 pengguna dari 500 sampel) dan sisanya 109 pengguna komputer. Pada hari kedua, percakapan dominan sudah tak lagi dikuasai akun-akun berpengaruh dengan jumlah follower banyak, tetapi sudah merata menjadi gunjingan.
Yoga Aditrisna dengan akun @yogaadh mencoba mengulas tagar #ShameYouOnSBY dari berbagai perspektif, mulai dari politik, antropologi, filsafat, dan masih banyak lagi.
”Di ilmu sastra, #ShameOnYouSBY memiliki diksi yang lebih luas daripada makna denotatifnya. Ketika jutaan orang menuliskannya, syair menjadi syiar. Di ilmu antropologi, #ShameOnYouSBY adalah ekspresi budaya yang timbul dari kemajuan teknologi informasi dan kemunduran demokrasi dari Pemerintah Indonesia sekarang,” kata Yoga.
Analis media sosial yang juga Direktur PoliticaWave,Yose Rizal mengatakan, pada hari pertama, tagar #ShameOnYouSBY mencapai 100.000 kali percakapan, sementara pada hari kedua mencapai 200.000 percakapan. Tagar tersebut, kata Yose, dimotori sejumlah tokoh dari berbagai kalangan seperti dari dunia hiburan, penulis, motivator, dan tokoh politik, antara lain, @jokoanwar, @deelestari, @glenfredly, @pandji, @renecc, @zuhairimisrawi, dan @fadjroel.
Tahukah Anda
Netizen juga menggunakan tagar #RIPDemokrasi yang sempat melejit pada hari pertama sebelum kemudian terkejar oleh @ShameOnYouSBY. Selain itu, kicauan dari akun Twitter Wali Kota Bandung @ridwankamil yang berisi ”Tahukah anda, dgn pilkada tdk langsung ini, nasib seluruh calon pemimpin2 di daerah praktisnya akan diatur oleh elit2 di Jakarta” mendapat 3.836 retweet dan 208 favorite.
Menurut Yose, analisis mesin PoliticaWave dari percakapan di berbagai kanal sosial media menemukan bahwa kurang dari 1 persen atau hanya 0,5 persen yang menyatakan setuju dengan hasil pengesahan UU Pilkada. ”Itu pun kebanyakan datang dari akun-akun partai koalisi seperti PKS dan simpatisannya,” kata Yose.
Sebanyak 99,5 persen netizen menyatakan tidak setuju atas UU Pilkada, terutama mengenai pilkada melalui DPRD. Karena itu, kemarahan rakyat yang spontan bisa dimaklumi. Hasilnya, kurang dari 48 jam, sejak 25 September 2014 menjelang rapat pembahasan hingga 26 September, telah terjadi percakapan dalam jumlah yang sangat besar, yakni 279.619 percakapan yang dihasilkan oleh 89.478 akun.
Jelang tengah malam kemarin, #ShameOnYouSBY hilang dari daftar trending topic di Twitter. Sambil menunggu SBY kembali ke Tanah Air, bersama Abdee Negara ”Slank” mari kita bertanya, #WhereAreYouMrPresident? (Amir Sodikin)
Sumber: Kompas, 28 September 2014