“Haters” dan “lovers”, pembenci dan pencinta, ada di dunia maya. Bukan hanya selebritas yang dikuntit pembenci dan pencinta, orang kebanyakan juga. Bagaimana rasanya menjadi sasaran pembenci dan pencinta di dunia maya?
Apa pun yang diunggah penyanyi Syahrini di media sosial mendadak sontak disambut beragam komentar. Ada yang memuji, tetapi banyak pula yang menebar benci.
Ingat, kan, apa yang terjadi ketika Syahrini mengunggah video “maju mundur maju mundur” di Paris? Tidak lama kemudian ada yang membuat video versi pelesetannya dan mengunggahnya di Youtube. Video pelesetannya itu menggambarkan Syahrini maju mundur maju mundur dan akhirnya tertabrak kereta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada pula video pelesetan lainnya di Youtube yang berjudul Syahrini Ketabrak Kopaja. Video itu menggambarkan Syahrini sedang menyeberang di sebuah zebra crossing dan tersambar Kopaja. Di luar itu muncul pula sejumlah meme konyol yang memelesetkan ucapan dan kelakuan Syahrini yang heboh dan manja itu.
Syahrini tidak ambil pusing dengan kelakuan para pembencinya atau haters itu. Dia memilih berpikir positif saja, yakni menganggap para haters sebagai penggemar sejatinya, sama seperti para penggemarnya (lovers). Dia bahkan menggunakan haters-nya sebagai alat promosi.
Penyanyi Agnez Mo juga memiliki banyak haters. Jumlahnya bukan hanya satu-dua, melainkan ratusan, bahkan mungkin ribuan. Meski begitu, Agnez juga punya banyak sekali pencinta (lovers).
Agnez kerap kali mendapat sorotan haters hanya karena hal-hal sepele. Bahkan, ada banyak akun media sosial yang anti Agnez Mo. Sebaliknya, para lovers Agnez siap mati-matian membelanya.
Agnes sendiri tidak mau melayani para haters. Mantan penyanyi cilik itu memilih untuk memaafkan mereka yang membencinya.
Model dan artis film Dion Wiyoko juga memilih untuk bersikap santai menghadapi lovers dan haters. Dia kurang aktif berinteraksi di media sosial sehingga jarang membalas komentar apa pun di situ.
“Capek kalau terus mengurusi komentar yang tak ada habis-habisnya. Jangan mudah terpancing. Begitu juga kalau ada yang memuji akting saya di film terbaru. Saya beruntung, tidak ada yang sampai freak anti saya atau sebaliknya,” ujar pemeran Abdullah di film Abdullah v Takeshi ini santai.
Tak jauh berbeda pendapat model dan artis film Acha Sinaga. Dia hanya senyum-senyum saja kala menghadapi komentar haters yang bernada nyinyir. “Kalau ada yang mengatai-ngatai sangat parah, saya hanya mengelus dada dan hal itu menjadi bahan untuk introspeksi diri,” ujar Acha ringan.
Dia mengakui pernah mendapat hujatan hebat kala menjadi host pengganti sementara acara bincang-bincang di televisi. “Penggemar host aslinya marah-marah dan mem-bully saya,” kata Acha.
Galau
Sekarang ini, bukan hanya kalangan selebritas yang punya pembenci dan pencinta di dunia maya. Ketika seseorang membuka diri di media sosial, ada saja komentar yang masuk, bahkan dari orang yang tidak kita kenal sekalipun. Ada komentar yang positif, ada pula yang negatif bahkan cenderung menghina.
Itu pasti terjadi karena di dunia maya orang merasa bebas mengungkapkan apa saja. Persoalannya kita siap mental tidak menerima komentar apa saja? Apakah kita bisa santai saja menerima komentar sebagus atau sepedas apa pun? Apakah kita langsung membalas komentar sengit dengan berapi-api dan serasa terbang ke langit ketujuh kala mendapat pujian?
Tentu saja tidak semua orang punya ketahanan mental yang sama. Ada yang langsung galau, tidak bisa tidur, kecewa, sakit hati, marah, sedih ketika menerima komentar miring. Ini dialami Wirda Ulhayati, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Semarang.
“Saya geram saat mendapat komentar negatif. Pernah suatu kali, ada yang berkomentar negatif terhadap status atau foto yang saya unggah. Saya lebih suka mengabaikan komentar negatif tersebut,” katanya. Namun, komentar itu tetap membebani pikirannya.
Sebagian orang memilih tak pernah ambil pusing dengan semua komentar yang masuk, termasuk komentar yang menyanjung dan memujinya. Bagi mereka, semua komentar tak terlalu penting.
Simak pendapat Dyah Apriliani Kusumaastuti, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Tangerang. Reaksi pertamanya kala mengetahui ada komentar para pembenci (haters), tentu saja kaget.
“Saya maklum karena ini media sosial, orang bebas berekspresi. Komentar haters tidak sepenuhnya memengaruhi saya karena biasanya haters hanya menjatuhkan tanpa memberikan alasan logis. Paling alasannya sederhana, hanya iri,” ujarnya.
Achmad Muhtarom, mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus, Kudus, berpendapat, media sosial wadah untuk berkegiatan sosial dengan semua orang, tetapi bukan wadah untuk meluapkan permusuhan.
“Saya santai saja menanggapi. Bagi yang suka, saya berterima kasih, sedangkan bagi yang mengkritik juga saya balas dengan terima kasih. Dengan santun, saya menyarankan agar dia memberikan masukan yang baik,” ujarnya.
Sanksi hukum
Boleh saja orang berkomentar apa pun di media sosial. Akan tetapi, kalian harus sadar saat ini ada sanksi hukum bagi mereka yang dianggap mencemarkan nama baik dan menghina orang lain melalui media sosial. Sanksi hukum itu diatur salah satunya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, yaitu “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 Ayat (3) adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sesuai Pasal 45 Ayat (1) UU ITE. Tentu saja setelah si pemilik akun merasa gerah dan membuat pengaduan soal penghinaan dan pencemaran nama baik yang menimpanya.
Wah, ketimbang berurusan dengan kebencian dan sanksi hukum, lebih baik selalu bersikap bijaksana dan santun dalam bermedia sosial. Betul tidak? (TIA)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 April 2016, di halaman 25 dengan judul “Bayang-bayang “Haters” dan “Lovers” di Dunia Maya”.