Masih Ada Pergerakan Magma ke Permukaan Gunung Agung

- Editor

Sabtu, 28 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi membutuhkan waktu untuk mengevaluasi aktivitas Gunung Agung yang sejak 22 September berstatus Awas. Tren kegempaan memang menurun drastis. Namun, deformasi atau perubahan tubuh gunung secara ungkitan masih konstan naik. Hal ini dimaknai masih ada pergerakan magma menuju permukaan.

Pantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dalam kurun waktu Kamis (26/10) tengah malam hingga Jumat (27/10) pukul 06.00 hanya terekam 24 kali gempa vulkanik dangkal dan 25 kali gempa vulkanik dalam. Jumlah ini sangat berkurang dibandingkan pada puncak krisis yang bisa mencapai ratusan kali dalam periode pengamatan yang sama.

PVMBG menganggap Gunung Agung masih berpotensi meletus. Karena itu, zona bahaya tetap mencapai radius rata-rata 9 kilometer (km) dari puncak dan dalam sektoral barat daya, selatan, tenggara, timur laut, dan utara sejauh 12 km dari puncak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Status Gunung Agung tetap Awas,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Suantika di Jakarta, Jumat.

Karena itu, hingga kemarin, Pemerintah Provinsi Bali belum memutuskan perpanjangan ketiga status keadaan darurat level Awas Gunung Agung setelah perpanjangan dua pekan kedua berakhir pada Kamis. Warga pengungsi diminta bersabar dan tetap tenang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Gunung Agung terlihat dari kawasan Pantai Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, Kamis (26/10). Pemerintah segera mengevaluasi status gunung yang dinyatakan berstatus Awas sejak 22 September tersebut.

Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemerintah Provinsi Bali Dewa Mahendra di Denpasar mengatakan, kepastian status keadaan darurat level Awas Gunung Agung akan ditentukan pada Minggu (29/10), menunggu hasil pengamatan dan analisis para ahli dari PVMBG.

Karakter berbeda
Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana mengatakan, sifat Gunung Agung tak bisa ditentukan oleh ritme dari penurunan kegempaan saja. Bahkan, kegempaan gunung api di Karangasem ini pun berbeda karakternya dengan gunung api di Indonesia dan dunia.

Berdasarkan sejarah gunung api, status Awas Gunung Agung ini terlama selama menuju erupsi. Gunung api lain membutuhkan hitungan jam dari status Awas menuju erupsi/meletus, seperti Gunung Merapi yang pada 2010 meletus 20 jam setelah berstatus Awas.

Karena itu, katanya, sejumlah parameter harus dievaluasi secara keseluruhan. Saat ini, sejumlah alat dimaksimalkan untuk memantau Gunung Agung. Alat yang terpasang hingga kemarin adalah 10 stasiun seismik Gunung Agung, 4 stasiun seismik Gunung Batur, 4 stasiun GPS, 2 stasiun tiltmeter, 2 CCTV, dan 1 thermal camera. Ada pula peralatan mobile 1 unit multigas dan satu unit DOAS.

Devy mengatakan, ada rencana untuk menambah instalasi, yakni 3 stasiun seismik broadband, 5 stasiun GPS continuous, dan 1 stasiun suhu air (Stasiun Besakih).

Apabila level Awas diturunkan, katanya, bukan berarti pemantauan berkurang. “Justru pemantauan terhadap Gunung Agung diperketat. Aktivitas Gunung Agung memang melemah, tetapi belum ada proses pengkristalan magma di dalam tubuhnya. Asap yang keluar dari kawah belum menunjukkan pelepasan gas untuk ke arah pengkristalan magma,” ujar Devy. (AIK/AYS)

Sumber: Kompas, 28 Oktober 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB