Keagenan pada jasa penyaluran dana berupa pembiayaan bagi para pelaku usaha mikro anggota Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu persoalan yang menarik untuk dikaji. Inilah yang dijadikan fokus penelitian oleh Andri Martiana Lc MA PhD. Menurutnya, masalah keagenan telah dibahas oleh Jehnsen & Meckling (1976) yang meneliti hubungan antara prinsipal dan agen berdasarkan asumsi kepentingan pribadi manusia, konflik kepentingan organisasi, dan informasi sebagai komoditas yang dapat dibeli.
Penanganan dua isu yang timbul dari hubungan kontraktual antara agen dan prinsipal meliputi masalah keagenan dan masalah pembagian risiko. Masalah keagenan timbul dari perbedaan tujuan antara prinsipal dan agen, yang membuat prinsipal kesulitan atau membutuhkan biaya tinggi untuk memverifikasi dan memantau pekerjaan mereka. Masalah pembagian risiko timbul dari perbedaan preferensi risiko antara prinsipal dan agen.
BMT sebagai lembaga keuangan mikro Islam semi-formal di Indonesia yang berdiri pada tahun 1980-an kini memiliki 3.955 kantor cabang dan telah berhasil mengentaskan kemiskinan melalui fungsi komersial dan sosial. Namun, lembaga ini menghadapi masalah operasional seperti proses screening terhadap calon anggota pembiayaan, penerapan pembiayaan plus kredit, dan gagal bayar terutama pada pembiayaan usaha mikro, salah satunya karena informasi asimetris yang dapat menyebabkan terjadinya moral hazard.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk mengatasi masalah ini, BMT perlu melakukan pemantauan, menawarkan insentif, menerapkan pembiayaan plus kredit, dan mengembangkan infrastruktur pendukung,” jelas Andri, alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Putri tahun 2005 itu. Untuk mengatasi gagal bayar, sambungnya, BMT dapat memanfaatkan dana zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf yang terkumpul di baitul maal lembaga tersebut.
Berdasarkan teori, masalah keagenan dalam pembiayaan usaha mikro BMT di Indonesia terwujud sebagai perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal, yang mengarah pada isu-isu seperti moral hazard, seleksi yang merugikan dalam alokasi pinjaman, dan tantangan dalam pemantauan juga
penegakan pembayaran pinjaman. Di sisi yang lain, pada teori kontrak keuangan Islam disebutkan bahwa masalah keagenan dalam pembiayaan usaha mikro BMT di Indonesia berasal dari risiko dan tanggung jawab yang melekat terkait dengan kontrak bagi hasil (mudharabah) dan kemitraan (musyarakah), yang memengaruhi pengambilan keputusan, efektivitas pemantauan, dan pertimbangan etika dalam transaksi keuangan.
Ibu tiga anak tersebut lantas menekankan bahwa persinggungan antara kedua teori ini terletak di sekitar penanganan konflik kepentingan, asimetri informasi, pertimbangan etika, dan manajemen risiko yang efektif untuk memastikan transaksi keuangan yang adil dan transparan berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariah. BMT menghadapi masalah keagenan ketika menyediakan layanan keuangan untuk usaha mikro, yang menghambat intermediasi keuangan yang efektif dan berdampak pada hasil bagi BMT dan usaha mikro yang mereka layani. Memahami masalah ini sangat
penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi keuangan mikro di Indonesia.
Berdasar kajian literatur, studi yang ada menyoroti kompleksitas masalah keagenan dalam keuangan mikro, khususnya dalam BMT, dan pentingnya menyelidiki alasan yang mendasari untuk mendorong praktik yang berkelanjutan dan berdampak. BMT sering menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi masalah ini, tetapi mengevaluasi efektivitasnya sangat penting untuk menilai efektivitasnya dan mengidentifikasi strategi yang berhasil yang dapat direplikasi di seluruh lembaga lain.
Masalah keagenan dapat menghambat alokasi sumber daya keuangan yang efisien, memengaruhi keberlanjutan operasi BMT, dan memengaruhi kesehatan keuangan serta prospek pertumbuhan usaha mikro. Pendekatan strategis diperlukan untuk mengatasi masalah ini secara efektif, meningkatkan kepercayaan, dan kerja sama antara BMT juga usaha mikro.
Dengan pendekatan kualitatif dengan triangulasi sumber data dan teknik, penelitian ini mengungkap masalah keagenan pada delapan BMT, meliputi seleksi merugikan (adverse selection), moral hazard ex-ante, moral hazard post-ante, dan perilaku tidak dapat dipercaya. Objek penelitian dipilih dengan kriteria tertentu yaitu difokuskan pada tujuh provinsi di tiga wilayah Indonesia dengan jumlah BMT dan kepadatan penduduk tertinggi pada masing-masing kota terpilih, yang dianggap sebagai konsentrasi penduduk miskin terbesar.
Berdasar data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Badan Pusat Statistik, BMT yang dipilih merupakan koperasi syariah bersertifikat dan merupakan bagian dari BMT tertua yang berdiri di setiap provinsi, sehingga memiliki pengalaman yang cukup untuk penggalian data. Temuan ini menyoroti asumsi teori keagenan bahwa individu masih dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Aspek praktis menekankan pemahaman dan pemenuhan perjanjian kontrak pembiayaan di antara staf dan anggota BMT, mengarahkan usaha mikro untuk memiliki bisnis permanen, dan mempromosikan prinsip-prinsip Islam.
Dalam disertasi dengan nilai yudisium Passed with Award yang dibimbing oleh Prof. Dr. Salina Bt Kassim selaku main supervisor dan Assoc Prof Dr. Habeebullah Zakariyah selaku co-supervisor itu, hasil penelitian menyatakan bahwa asumsi teori keagenan ada, baik di pihak staf BMT maupun anggota BMT, yang berkontribusi terhadap perilaku seleksi yang merugikan dan moral hazard. Hal ini menyoroti perlunya kepatuhan syariah dalam kontrak pembiayaan dan pembinaan pengusaha mikro tentang etika bisnis Islam.
Program BMT telah menunjukkan upaya untuk mengubah paradigma berpikir transaksi konvensional menjadi transaksi syariah. Hal ini menunjukkan bahwa BMT harus menjadi model bagi BMT Indonesia, meningkatkan tata kelola, kapasitas sumber daya manusia, dan inklusi teknologi. Program BMT belum terlaksana secara optimal dan diperlukan sinergi serta kolaborasi antara lembaga terkait untuk mengoptimalkan implementasinya. Konsep ini sejalan dengan asas kekeluargaan yang berarti kerja sama, saling membantu, dan bekerja bersama.
Aspek praktis menyoroti dampak tata kelola BMT terhadap implementasi pembiayaan bagi usaha mikro, mengusulkan program peningkatan kapasitas SDM, penggabungan teknologi untuk perbaikan tata kelola, dan strategi nasional untuk inklusi keuangan bagi LKM. Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan pembuat kebijakan juga penting. Masalah keagenan yang ada melibat-kan informasi asimetris antara staf dan anggota BMT, yang mengarah pada perilaku yang tidak dapat dipercaya dan seleksi yang merugikan. Tata kelola, termasuk tata kelola dan SDM, berperan dalam seleksi yang merugikan, dan perbaikan dalam tata kelola dan SDM dapat mengurangi masalah tersebut.
“Penelitian ini menghasilkan enam temuan utama, dengan tiga yang pertama berkaitan dengan bukti empiris yang terkait dengan masalah keagenan, dan tiga lainnya dimasukkan dalam strategi untuk mengoptimalkan program BMT untuk meminimalkan masalah ini,” pungkas putri dari pasangan H M Nasrun (Alm) dan Hj. Sukiyem tersebut. — EDITHYA MIRANTI
Andri Martiana, Lc., Ph.D, International Islamic University Malaysia
Biografi Peneloti:
Nama : Andri Martiana, Lc., Ph.D.
TTL: Klaten, 28 Maret 1988
Suami: Nanang Muhammad Yusuf, ST., MA
Alumni: Gontor Putri 2005
Pekerjaan: Dosen Tetap Program Studi Ekonomi Syaeiah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pendidikan:
1. S1 Jurusan Syariah Islamiah, Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir
2. S2 Minat Studi Ekonomi Islam, Universitas Gadjah Mada
3. S3 Doctor of Philosophy in Islamic Banking and Finance, Institute of Islamic Banking and Finance, IIUM
Pengalaman:
Anggota Divisi Perkaderan Fungsional, Majelis Pembinaan Kader, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah periode 2022-2027.
Karya Tulis:
1. Islamic Microfinance and Poverty Alleviation in Indonesia
2. Pengaruh Korupsi dan Pendapatan Nasional terhadap Pembangunan Ekonomi di Negara-negara Islam
Disalin dari: Majalah Gontor, Sya’ban 1446H/ Februari 2025