Kenaikan suhu bumi rata-rata global pada Maret 2016 mencapai titik tertinggi, yaitu 1,2 derajat celsius lebih tinggi daripada rata-rata suhu bumi sepanjang abad ke-20. Tinggi kenaikan suhu tersebut rekor baru, mengalahkan rekor sebelumnya, Februari 2016.
Demikian catatan yang diterbitkan Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA), Rabu (20/4), di Washington, AS. Negara-negara anggota Kerangka Kerja Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) dalam dokumen Kesepakatan Paris bertekad membatasi kenaikan suhu bumi pada 2 derajat celsius dan sedapat mungkin 1,5 derajat celsius.
Proses penandatanganan dokumen oleh negara-negara anggota UNFCCC dibuka 22 April 2016 di New York, AS, bertepatan dengan peringatan Hari Bumi ke-49. Hal itu upaya bersama mengatasi laju perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemanasan global terutama disebabkan pembakaran bahan bakar fosil. Tiga bulan pertama tahun ini, suhu bumi rata-rata naik 1,15 derajat celsius atau 0,28 derajat celsius lebih tinggi ketimbang rekor tahun lalu.
Menurut ahli klimatologi NOAA, Jessica Blunden, itu merupakan bulan ke-11 rekor kenaikan suhu berturut-turut. Sejumlah ilmuwan klimatologi berpendapat, kondisi saat ini bukan semata akibat pemanasan global, melainkan juga akibat El Nino.
Hilang sensitivitas
Pencatatan kenaikan suhu rata-rata bumi yang terus dilaporkan itu, menurut beberapa ahli, dikhawatirkan mengurangi sensitivitas tentang dampak perubahan iklim.
Blunden dan Michael Mann dari Penn State University, AS, mengatakan, orang mungkin tak lagi menyadari perubahan musim dingin di Arktik dan es di Greenland yang lebih cepat meleleh. “Sangat mengganggu…. Kita kehilangan elemen-elemen penting pada sistem iklim,” ujar Jason Furtado, Guru Besar Meteorologi University of Oklahoma.
Dampak perubahan iklim antara lain badai yang semakin kuat, kekeringan ekstrem, naiknya permukaan air laut-diikuti gelombang migrasi penduduk dari pulau-pulau kecil-dan prediksi musim yang semakin sulit.
Selain itu, sumber air dan pangan akan terancam karena kekeringan dan musim yang tidak menentu. Gelombang panas di daratan Eropa dan Amerika akan semakin sering terjadi. Adapun penyakit infeksi tropis akan meluas ke daerah subtropis.
“Yang paling terdampak adalah mereka yang termiskin dan paling rentan,” ujar Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim. “Kita tidak bisa terus membiarkan ini tidak terdeteksi, peningkatan emisi ini,” ujarnya.(AP/AFP/NOAA/LIVESCIENCE.COM/ISW)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Maret 2016 Bulan Terpanas Abad Ke-20”.