Manusia Konsumsi Sedikitnya 50.000 Mikroplastik Per Tahun

- Editor

Selasa, 11 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gunungan sampah di kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Solo, Jawa Tengah, Kamis (14/2/2019). Pembangunan tahap pertama PLTSa diharapkan selesai pada tahun 2021 dan ditargetkan mampu mengolah 450 ton sampah per hari untuk menghasilkan listrik sebesar lima Megawatt. Pembangunan instalasi tersebut ditujukan untuk menanggulangi masalah sampah di masa mendatang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
14-02-2019

Gunungan sampah di kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Solo, Jawa Tengah, Kamis (14/2/2019). Pembangunan tahap pertama PLTSa diharapkan selesai pada tahun 2021 dan ditargetkan mampu mengolah 450 ton sampah per hari untuk menghasilkan listrik sebesar lima Megawatt. Pembangunan instalasi tersebut ditujukan untuk menanggulangi masalah sampah di masa mendatang. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA) 14-02-2019

Studi terbaru yang dilakukan Universitas Victoria di Kanada menunjukkan manusia sedikitnya mengonsumsi 50.000 keping mikroplastik per tahun. Ini hasil telaah mereka pada 26 studi kandungan mikroplastik sebelumnya pada minuman kemasan, air keran, bir, gula, garam, ikan, dan kerang. Angka 50.000 keping tahunan ini bisa bertambah hingga 70.000 keping mikroplastik apabila mempertimbangkan jumlah mikroplastik yang dihirup warga.

Meski hingga kini dampak pasti paparan mikroplastik pada tubuh maupun sistem tubuh manusia belum diketahui secara pasti, temuan ini kembali mengingatkan bahwa mikroplastik dari berbagai sumber kian menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Dukungan konsumen untuk mendorong produsen mengkaji ulang pengemasan dan distribusi produk-produknya serta mengurangi penggunaan plastik sekali pakai menjadi salah satu upaya mengurangi sampah material yang sulit terurai tersebut.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Sebuah sampah plastik berupa kantong plastik transparan melayang-layang di kolom air di Perairan Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Minggu (27/1/2019). Sampah plastik ini rentan dimakan langsung oleh penyu maupun paus yang mengiranya sebagai ubur-ubur. Sampah plastik juga rentan terfragmentasi menjadi bagian kecil-kecil (mikroplastik) sehingga bisa dimakan/termakan ikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kajian Departemen Biologi Universitas Victoria dimuat dalam jurnal Environmental Science and Technology berjudul Human Consumption of Microplastics yang dipublikasikan American Chemical Society, Rabu (5/6/2019). Periset laporan ini Kieran D Cox dan kawan-kawan menggunakan data rekomendasi pola asupan makan harian menurut standar Pemerintah Amerika Serikat.

Pada abstrak kajian tersebut, Cox menganalisa 402 data dari 26 studi yang mewakili lebih dari 3.600 sampel. Asupan pola makan ini hanya sekitar 15 persen dari asupan kalori orang Amerika yang menunjukkan konsumsi plastik tahunan berkisar 39.000 – 52.000 keping, tergantung pada usia dan jenis kelamin.

Artinya, apabila studi diperluas pada asupan makan harian yang mempertimbangkan kandungan mikroplastik pada roti, daging, dan susu atau jenis makanan lain yang dikonsumsi, hasilnya diyakini konsumsi manusia akan mikroplastik akan jauh lebih besar. “Masih banyak data (makanan/minuman lain yang mengandung mikroplastik) yang kami ketahui. Ada kesenjangan data utama yang masih perlu diisi,” kata Kieran D Cox, periset utama dalam kajian ini dalam the Guardians, 5 Juni 2019.

Selain dari makanan dan minuman yang dikonsumsi, tim Cox juga menghitung jumlah mikroplastik di udara yang dihirup manusia. Jumlah mikroplastik tersebut meningkat menjadi 74.000 – 121.000 keping per tahun.

Kajian ini pun menunjukkan warga yang memenuhi kebutuhan konsumsi airnya dari sumber air minum dalam kemasan saja bisa mengonsumsi 90.000 keping mikroplastik. Jumlah ini jauh melebihi pada mereka yang hanya mengonsumsi air keran yaitu 4.000 keping mikroplastik.

Mikroplastik umumnya bersumber dari fragmentasi plastik berukuran besar ini telah menjadi perhatian sejak beberapa tahun terakhir. Ada pula mikroplastik yang diciptakan berukuran kecil seperti untuk butir penghalus pada sabun muka dan cat. Di Indonesia, berbagai riset menunjukkan mikroplastik (serta nanoplastik) ditemukan pada tubuh ikan laut dan sungai, garam, air minum dalam kemasan, dan plankton.

Riset pada Oktober 2018 juga membuktikan mikroplastik telah menjadi menu dalam pencernaan manusia. Penelitian dari Universitas Kedokteran Vienna dan Badan Lingkungan Hidup Vienna, Austria, ini dipresentasikan dalam pertemuan United European Gastroenterology di Vienna 22 Oktober 2018. Mereka menjumpai mikroplastik pada feses delapan peserta uji dari Austria, Finlandia, Italia, Belanda, Polandia, Rusia, Inggris, dan Jepang (Kompas, 24 Oktober 2018).

Di Indonesia, Yayasan Ecoton menemukan kandungan mikroplastik pada sebagian besar sampel tubuh ikan di Kali Brantas, Jawa Timur. Organisasi lingkungan tersebut mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memasukkan parameter kandungan mikroplastik pada baku mutu kualitas air sungai. Ini karena sungai merupakan sumber baku air bersih bagi PDAM serta ikan sungai menjadi sumber protein penting bagi warga.

ECOTON–Ilustrasi ancaman mikroplastik di Sungai Brantas

Zat beracun
Hingga kini, dampak kesehatan dari menelan mikroplastik tidak diketahui, tetapi mereka dapat melepaskan zat beracun. Beberapa potongan cukup kecil berupa nanoplastik bisa menembus jaringan manusia, di mana mereka dapat memicu reaksi imunitas.

Mengutip The Guardian, menanggapi hasil kajian ini, Stephanie Wright, dari King’s College London, yang tak terlibat dalam penelitian ini mengatakan angka ini sangat kecil dibandingkan paparan partikel lain.”Sebagai contoh, estimasi pada diet rata-rata orang barat itu mengonsumsi miliaran mikroplastik titanium dioksida, zat tambahan pada makanan, tiap hari. Namun, apalah artinya paparan kecil mikroplastik bagi kesehatan belum diketahui,” kata dia.

Kieran Cox mengatakan penelitiannya telah mengubah perilakunya sendiri. “Saya pasti menjauhi kemasan plastik dan berusaha menghindari air botol sebanyak mungkin. Menghapus plastik sekali pakai dari kehidupan Anda dan perusahaan pendukung yang menjauh dari kemasan plastik akan memiliki dampak non-sepele,” kata dia.

Dasar pemikirannya sederhana, ketika manusia memproduksi banyak plastik akan berakhir di ekosistem yang menjadi tempat hidup manusia maupun tempatnya menggantungkan hidup dari makanan dan minuman.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 6 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB