Manajemen Gambut; Izin Keluar Tanpa Kecukupan Riset

- Editor

Selasa, 3 Juli 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebesar 80 persen upaya pelestarian lahan dan hutan rawa gambut bergantung pada pola dan pengaturan air. Persoalannya, Indonesia kekurangan ahli tata air gambut, tetapi perizinan alih fungsi dan pemanfaatan gambut banyak dikeluarkan.

”Prinsipnya, gambut tak boleh diapa-apakan sebelum diketahui ke mana airnya bisa mengalir,” kata Ketua Perhimpunan Gambut Indonesia Bambang Setiadi, Minggu (1/7), di Jakarta.

Dengan mengetahui gerakan air di gambut, bisa diciptakan teknik menjaga air agar tak ke mana-mana.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perkebunan, lanjut Bambang, terutama sawit, di lahan gambut banyak yang tak mampu mengelola air gambut. Contohnya, perkebunan sawit di gambut Rawa Tripa, Aceh, yang menunjukkan ketidakmampuan manajemen airnya.

”Penurunan tanah gambut jelas terjadi. Kekhawatiran masyarakat lokal akan ancaman abrasi, intrusi air laut, dan banjir sangat masuk akal,” katanya.

Atas dasar kondisi lapangan, memasuki tahun kedua penghentian izin pemanfaatan 63 juta hektar hutan primer, termasuk 15 juta hektar hutan rawa gambut tersisa, hendaknya penghentian izin untuk selama mungkin. Apalagi, bila belum diketahui isi dan pergerakan air gambutnya.

Lemahnya riset

Persoalan riset, khususnya di bidang pengelolaan gambut, memang masih terbatas. Demikian pula bila dikaitkan dengan aktivitas perkebunan sawit di lahan gambut.

Riset untuk mengoptimalkan pengolahan hasil sawit pun lemah. Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Listyani Wijayanti mengatakan, selama ini nilai ekspor sawit hanya ditunjang penjualan minyak mentahnya.

”Penjualan minyak mentah sawit memang paling sedikit memiliki risiko. Semestinya, perolehan tambahan nilai ekspor itu juga bisa dicapai dengan pengembangan teknologi pendukung,” katanya.

Yang juga disayangkan, pajak ekspor minyak mentah sawit selama ini tak pernah dikembalikan untuk menunjang optimalisasi produksi sawit, misalnya untuk riset. Justru pemilik perkebunan sawit hingga sekarang masih berlomba-lomba menguasai lahan seluas-luasnya.

Terkait manajemen air gambut yang relatif baik, menurut Bambang, salah satunya di Pulau Sambu, Riau. Pemanfaatan gambut untuk perkebunan di sana disertai pengelolaan air yang baik. Manajemen airnya mudah dipantau karena dalam satu lingkup pulau yang kecil.

”Gambut di Sumatera dan Kalimantan berada di daratan yang sangat luas. Memang tak mudah mengetahui gerakan air di dalamnya,” kata Bambang. Di sanalah riset dibutuhkan. (NAW)

Sumber: Kompas, 3 Juli 2012

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB