Maarif Institute; Kaderisasi Peneliti Muda

- Editor

Selasa, 24 Desember 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

MAHASISWA sering kali menjadi sasaran pengaderan partai politik tertentu. Padahal, sangat jarang mahasiswa mampu mempertahankan idealismenya kala memutuskan terjun ke dunia politik praktis. Meskipun tak sepenuhnya keliru, apa jadinya jika semua mahasiswa memiliki orientasi untuk saling berebut kekuasaan?

Itulah yang menjadi dasar bagi Maarif Institute (MI) untuk menyelenggarakan program Maarif Fellowship (MAF). Menurut panitia MAF, Khelmy K Pribadi, saat ini Indonesia masih kekurangan kaum intelektual yang mampu mengawal perubahan bangsa. Padahal, perkembangan ilmu pengetahuan hanya dapat berlangsung jika ada penelitian.

”Itu sebabnya kita perlu kaderisasi yang bagus dan sistematis untuk menghasilkan peneliti muda yang profesional. Salah satunya melalui program MAF,” kata Khelmy.

Dia menjelaskan, program fellowship ini merupakan yang pertama di Indonesia untuk level mahasiswa S-1. Beberapa lembaga seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menyelenggarakan, tetapi hanya untuk mahasiswa pascasarjana. Program ini terinspirasi dari program kaderisasi peneliti International Institute for Asian Studies—Institute of Southeast Asian Studies (IIAS-ISEAS), Singapura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

d5b193e5c2b24e2ab7f2bb8fb0e2c47bSebelumnya, program yang dirancang selama enam bulan (September-Februari) ini mengambil tema keagamaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan dalam bingkai kemajemukan (pluralitas). Setiap peserta diharapkan dapat menelurkan gagasan-gagasan cemerlangnya untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan di Indonesia, seperti konflik antaragama, diskriminasi, dan radikalisme.

Pada Senin (9/12), bertempat di kantor Maarif Institute, Tebet, Jakarta Selatan, kegiatan ini memasuki tahap wawancara. Panitia memilih enam proposal dari total 40 proposal. Mereka mempresentasikan proposalnya kepada dewan juri, antara lain Luthfi As-Syaukani, Ahmad Najib Burhani, dan Siti Ruhayati Dzuhayatin. Dua juri lain adalah Rikard Bagun (Pimpinan Redaksi Kompas) dan Sunardi Rinakit berhalangan hadir.

Peserta yang lolos adalah Irfan Ansori (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Puti Hasanatu (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta), dan Ubaidillah dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tiga peserta lainnya adalah Pradita Davis S dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta serta Bagus Adiin A dan M Zaki Arrobi dari Bandung.

Irfan mengajukan proposal berjudul Tafsir Ulang Pluralisme Agama di Indonesia: Pemetaan Corak Pemikiran Nurcholish Madjid, Ahmad Syafi’i Maarif dan M Amin Abdullah.

Sementara proposal Puti berjudul Simbol-simbol Marxisme dalam Teologi Al-Maun (Studi Lembaga Buruh Tani Nelayan hingga Majelis Pemberdayaan Petani PP Muhammadiyah).

Ubaidillah mengajukan proposal berjudul Konflik Keagamaan dalam Pandangan Media Massa di Indonesia (Studi Wacara kritis, Berita Harian Tempo, Kompas, Republika dan Media Indonesia).

Direktur Program Maarif Institute Ahmad Fuad Fanani mengatakan, selama proses menjadi fellow dalam program MAF, peserta mendapat pelatihan meneliti dan akses untuk menulis di berbagai media massa nasional.

Salah satu dewan juri memberikan supervisi pada proses riset dan penulisan fellowship mereka.

Sementara para penulis senior di Maarif Institute memberikan bimbingan dan konsultasi secara intensif kepada mereka tentang penulisan di media massa nasional.

Peserta dari UGM, Pradita Davis S, semula tidak menyangka proposalnya dapat terpilih sebagai salah satu yang terbaik. Alasannya, persaingan begitu ketat, bahkan ada peserta yang berasal dari Malaysia. Dia mengapresiasi kegiatan ini sebagai ajang pencarian bakat-bakat peneliti muda Indonesia.

”Harapan saya, semoga bisa mendapat pengalaman berharga dalam meneliti karena mendapat bimbingan langsung dari para pakar dan peneliti besar di Indonesia. Setelah itu, semoga saya dapat menularkan semangatnya kepada mahasiswa lain di kampus saya,” ujarnya.

Irfan Ansori, Mahasiswa Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sumber: Kompas, 24 Desember 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB