Lulusan Sarjana Didorong Mengabdi di Daerah

- Editor

Senin, 24 Agustus 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lulusan sarjana pendidikan yang berasal dari daerah tertinggal didorong untuk mengabdi di daerah. Mereka diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan di wilayah terpencil.

“Kami mendorong mereka kembali ke daerahnya masing-masing untuk membantu pemerintah mempercepat pembangunan. Itu dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pendidikan,” kata Yohannes Surya, Ketua Senat Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya, Tangerang, Banten, Sabtu (22/8), seusai acara Wisuda Angkatan Pertama STKIP Surya.

Sebanyak 44 mahasiswa yang diwisuda dari STKIP Surya merupakan putra daerah yang berasal dari daerah tertinggal di Nusa Tenggara Timur dan Papua, di antaranya Kupang, Yakuhimo, Tolikara, Puncak Jaya, Jayawijaya, dan Pegunungan Bintang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Program beasiswa untuk mahasiswa di pelosok itu melibatkan pemerintah daerah untuk membiayai pendidikan, asrama, dan biaya hidup sehari-hari. Mereka adalah anak-anak asal kabupaten setempat yang mendapat pendidikan Strata 1.

Surya menuturkan, program tersebut bertujuan untuk mencetak guru-guru berkualitas yang akan diterjunkan ke daerah. Sebab, hal itu menjadi kebutuhan utama agar mutu pendidikan menjadi lebih baik.

0d5e12960c4046adb8634997dee3490cVINA OKTAVIA–Lulusan sarjana pendidikan dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya mengikuti Upacara Wisuda, Sabtu (22/8), di Tangerang, Banten. Sebanyak 44 lulusan berasal dari daerah terpencil di Papua, seperti Tolikara, Pengunungan Bintang, Puncak Jaya, dan Jayawijaya.

“Dengan mencetak guru yang berasal dari daerahnya, mereka akan kembali mengabdi kembali ke sana. Kalau guru dari luar, mereka hanya bisa bertahan satu sampai dua tahun,” ujarnya.

Ketua STKIP Surya Mauritsius Tuga mengemukakan, pihaknya membekali lulusannya untuk bisa mengembangkan potensi daerah. Ia mencontohkan, setiap semester, mahasiswa mendapat mata kuliah khusus yang menuntut mereka mampu membuat media belajar dengan memanfaatkan bahan alam.

“Mahasiswa diminta berinovasi untuk membuat alat dan bahan praktikum dari bahan-bahan alam, lalu dipresentasikan,” kata Mauritsius.

Menurut dia, mahasiswa yang dididik menjadi guru berkualitas tidak diseleksi hanya berdasarkan kecerdasan. Mereka diutamakan berasal dari wilayah di kabupaten atau distrik terpencil dengan harapan dapat menularkan ilmu yang dimilikinya.

Untuk meratakan kemampuan, mahasiswa mendapat program matrikulasi pada satu tahun pertama kuliah. Mereka mendapatkan pelajaran mengenai matematika, bahasa Indonesia, dan komputer dasar.

“Selama satu tahun, mereka mengulang pelajaran yang pernah dibahas pada jenjang SD sampai SMA,”? katanya.

Cara seperti itu, kata Mauritsius, dilakukan karena pengetahuan dan kemampuan mahasiswa sering kali tak seimbang. “Misalnya, masih ada yang belum paham perkalian sampai bilangan seratus,” ? katanya.

Selama ini, mahasiswa asal Kupang dan Papua belum mampu memahami bahasa Indonesia dengan baik. Akibatnya, mereka kesulitan memahami pelajaran yang diberikan dosen.

Mauritsius berharap, pemerintah daerah mendukung para lulusan dengan memberikan fasilitas agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya. Pemerintah juga diharapkan memberikan gaji yang layak untuk guru-guru yang mengabdi di pelosok.

Dengan begitu, mereka juga akan termotivasi untuk mengabdi hingga akhir hayat. “Kami khawatir, jika di sana minim fasilitas penunjang, mereka akan pergi ke kota sehingga tujuan dari program ini dapat bergeser,” katanya.

Yosep Lefinus Lelis (23), sarjana Pendidikan Fisika asal Nunuanah, Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuturkan, dirinya siap terjun ke daerah karena sudah dibekali. Yosep bermimpi dapat memajukan pendidikan di desanya.

“Kami masih kekurangan sekolah dan guru. Di kampung saya, hanya ada 1 SD dan 1 SMP. Gurunya hanya ada 3-4 orang. Saya ingin mengajar anak-anak di Kupang untuk bisa menjadi guru seperti saya,” katanya.(B08)

Sumber: Kompas Siang | 22 Agustus 2015

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB