Bidang keilmuan Kesehatan Masyarakat akan diatur sebagai salah satu jenis tenaga kesehatan. Hal itu sekaligus menjadi langkah korektif dalam penyelesaian masalah malaadministrasi uji kompetensi sarjana kesehatan masyarakat yang dilaporkan Ombudsman.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kirana Pritasari mengatakan, kesehatan masyarakat perlu diatur sebagai salah satu jenis tenaga kesehatan. Dengan demikian, lulusan kesehatan masyarakat membutuhkan uji kompetensi dari sebuah organisasi profesi.
”Kami sedang siapkan karena selama ini kesehatan masyarakat belum termasuk ke dalam jenis tenaga kesehatan,” katanya di Jakarta, Senin (21/10/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Kirana, hal ini bisa menjadi langkah korektif dalam mengatasi masalah malaadministrasi Uji Kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia yang ditemukan Ombudsman RI pada September lalu. Selama ini, mahasiswa atau lulusan kesehatan masyarakat diwajibkan mengikuti uji kompetensi sebagai syarat pengajuan Surat Tanda Registrasi (STR).
Ombudsman RI menemukan ada malaadministrasi uji kompetensi yang dilakukan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Mereka menilai, uji Kompetensi yang dilakukan sejak 2016 tersebut tidak memiliki dasar hukum.
”Selama ini, organisasi profesi kesehatan masyarakat itu belum mendapatkan pengesahan dari Kemenkes,” kata anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy.
Kemenkes ataupun Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) dianggap telah melakukan malaadministrasi. Keduanya dinilai lalai karena membiarkan penyelenggaraan uji kompetensi tanpa melakukan pengawasan. Terlebih, para lulusan diharuskan membayar biaya Rp 500.000.
Ombudsman RI kemudian mendorong Kemenkes dan Kemenristek dan Dikti untuk melakukan kajian ilmiah pada bidang kesehatan masyarakat. Jika jurusan tersebut dipandang perlu untuk masuk dalam pendidikan profesi atau vokasi, perlu ditinjau ulang substansi mata kuliah dan keilmuannya.
Saat ini, Kirana meminta waktu kepada Ombudsman untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
”Saya sudah sampaikan kepada Ombudsman. Butuh waktu tidak singkat, tetapi kami akan berkomitmen mencari solusi yang terbaik,” katanya.
Memungkinkan
Menurut Kirana, pengaturan jenis tenaga kesehatan baru memungkinkan untuk dilakukan. Sebab, hal itu diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam undang-undang itu, kesehatan masyarakat hanya menjadi salah satu kategori dalam tenaga kesehatan, sama halnya dengan tenaga medis, keperawatan, dan jenis tenaga kesehatan lainnya.
Ia berharap agar pengaturan itu bukan hanya berimplikasi pada perbaikan registrasi tenaga kesehatan, tetapi juga mutu pendidikan kesehatan masyarakat.
”Kesenjangan kualitas pendidikan kesehatan masyarakat masih cukup lebar. Semoga uji kompetensi bisa memangkas hal itu,” katanya.
Pada September lalu, Ombudsman juga mengajukan sejumlah rekomendasi untuk Kemenkes dan Kemenristek dan Dikti. Rekomendasi itu salah satunya adalah membagikan surat edaran kepada seluruh perguruan tinggi dan organisasi kesehatan masyarakat agar tidak melakukan uji kompetensi sebelum adanya pengesahan organisasi profesi.
Saat dihubungi secara terpisah, Direktur Penjaminan Mutu Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek dan Dikti Aris Junaidi kini sedang menyiapkan dua langkah korektif. Langkah itu masih dalam pembahasan dengan Kemenkes.
Pertama, Kemenristek dan Dikti menelaah kemungkinan pendidikan kesehatan masyarakat disetarakan dengan sarjana terapan atau pendidikan profesi. Pembahasan juga melibatkan Asosiasi Institusi Pendidikan (AIP) dan Organisasi Profesi (OP).
Selain itu, penerbitan surat imbauan pemberhentian uji kompetensi juga disiapkan. Hal tersebut masih menanti rekomendasi dari Kemenkes. ”Secepatnya, menunggu rekomendasi Kemenkes perihal kebijakan masa transisi untuk pemberian STR lulusan S-1 Kesehatan Masyarakat,” ujarnya.
Pendidikan profesi
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Rachmat Ardiansyah Pua Geno mengapresiasi upaya Kemenkes untuk mengatur kesehatan masyarakat sebagai jenis tenaga kesehatan baru.
Hal itu sesuai saran dari Persakmi. Mereka telah menginisiasi pendidikan profesi di Universitas Hasanuddin dan Universitas Diponegoro. ”Saat ini sudah masuk dalam senat akademik mereka untuk selanjutnya diproses,” ujarnya.
Pihak Persakmi selama ini aktif menolak uji kompetensi bagi sarjana kesehatan masyarakat. Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, Rachmat menilai para lulusan kesehatan masyarakat berhak mendapatkan STR tanpa uji kompetensi.
”Sudah kami sampaikan ke Menkes bahwa tidak ada alasan bagi sarjana kesehatan masyarakat untuk mendapatkan STR,” katanya.–FAJAR RAMADHAN
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 22 Oktober 2019