Tahun ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyiapkan kapal riset penjelajah samudra untuk mengungkap potensi dan kondisi perairan laut dalam. Dalam payung Konsorsium Riset Samudera tersebut juga disiapkan pelabuhan khusus kapal-kapal riset yang masih menumpang di dermaga Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta.
Konsorsium Riset Samudera ini untuk mengoptimalkan penelitian laut di Indonesia yang saat ini dilakukan lintas kementerian/lembaga dan perguruan tinggi. Selain menghindari riset tumpang-tindih, kolaborasi riset ini nantinya juga untuk mengoptimalkan operasi kapal serta mengefisienkan biaya riset.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Laksana Tri Handoko, Senin (22/4/2019), melihat kondisi Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Tidak ada alasan lagi negara maritim tidak bisa bersaing di risetnya. Saya harap nanti kita tidak hanya becek-becekan (penelitian di laut dangkal), tetapi juga berani ke laut dalam,” kata Laksana Tri Handoko, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Senin (22/4/2019), ketika bertemu media di Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang dikelola LIPI.
Di sekitar Baruna Jaya VIII juga bersandar sejumlah kapal riset lain, seperti Baruna Jaya III serta Kapal Latih dan Riset Madidihang 03 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta serta sejumlah kapal riset lain. Kapal-kapal itu berjejalan dengan kapal-kapal kayu nelayan yang memenuhi dermaga perikanan yang terbakar pada 22 Februari 2019 tersebut.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Sejumlah pejabat LIPI, yaitu Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Zainal Arifin, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Dirhamsyah, Senin (22/4/2019), berdiri di buritan Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta. Di belakang dan samping kapal ini terdapat kapal-kapal riset lain yang juga berjejalan di dermaga pelabuhan perikanan ini.
Laksana mengatakan, pendanaan yang sudah pasti mencapai 110 juta dollar AS dari pinjaman lunak Bank Pembangunan Perancis (AFT). Dana setara Rp 1,4 triliun tersebut diharapkan bisa untuk membeli 2-3 kapal penjelajah samudra (blue ocean) berukuran panjang 73-75 meter beserta biaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Pada akhir tahun, pengadaan kapal ini akan dilelang. Kemudian pada 2022 kapal untuk multiriset ini bisa didatangkan ke Indonesia. Saat ini, kapal riset yang maksimal digunakan yaitu Kapal Riset Baruna Jaya VIII yang berukuran panjang 53 meter dan dikelola Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Kapal ini dijadwalkan menjalani perawatan dan docking total (diperbarui) setelah kapal baru dihadirkan.
Selain kapal riset penjelajah ”laut biru” atau blue ocean, Konsorsium Riset Samudera yang dikoordinasi LIPI menghadirkan kapal jenis riset laut dangkal yang memiliki panjang 50-an meter dan kapal stasiun yang memiliki panjang 15 meter. Kapal itu akan dibuat PT PAL. Biayanya akan menggunakan kerja sama pemerintah dan swasta (public private partnership) yang sedang disusun aturan mainnya.
Deputi Kepala LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Zainal Arifin mengatakan, kapal riset penjelajah samudra tersebut diharapkan bisa dioperasikan sebanyak 250 hari dalam setahun. Riset antarkementerian/lembaga bisa diintegrasikan sehingga pengoperasian kapal optimal dan pembiayaan efisien.
Ia mencontohkan kapal riset Baruna Jaya VIII yang memiliki masa berlayar 131 hari per tahun. Ini pun awak kapal yang berjumlah 20 orang kelabakan karena tidak ada awak pengganti saat kapal berlayar selama berbulan-bulan. Padahal untuk keoptimalan fungsi kapal agar digunakan berlayar selama mungkin.
Karena itu, Konsorsium Riset Samudera yang ditandatangani delapan kementerian/lembaga dan tiga perguruan tinggi pada 2017 itu bisa mengintegrasikan operasional, sumber daya manusia, infrastruktur, dan kesepakatan terkait mahadata.
Kapal riset terbaru tersebut dilengkapi berbagai peralatan yang mengakomodasi kebutuhan penelitian sektor, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Informasi Geospasial, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta Pusat Hidro-Oseanografi Angkatan Laut (Pusdihidros). Contoh riset tersebut, kata Dirhamsyah, Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, yaitu pertambangan.
”Saat ini manganese nodule (bantuan mangan) di dasar laut sama sekali belum dimanfaatkan. Kapal ini bisa untuk eksplorasi sebelum dilakukan eksploitasi,” katanya.
Pelabuhan riset
Terkait lokasi pelabuhan kapal riset, Laksana mengatakan telah bersepakat dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan memulai pembangunan di ujung Kanal Banjir Timur. Di lokasi seluas 20 hektar ini juga akan digunakan sebagai eduwisata berbasis riset maritim, museum, taman mangrove, serta lokasi perawatan kapal.
Pengelolaan pelabuhan serta kapal, menurut Handoko, akan menggunakan mekanisme Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). ”Jadi nanti semacam BUMN begitu agar pengelolaan profesional dan mandiri meski bukan profit oriented,” katanya.
Ia mengharapkan mekanisme KPBU ini mendapatkan dana sebesar Rp 1 triliun sampai Rp 2 triliun. Karena itu, riset bisa berjalan tanpa terlalu membebani keuangan negara.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 23 April 2019